Tak banyak yang tahu jika Desa Kauman Kecamatan Kedungpring punya peran besar dalam peradaban islam di wilayah Lamongan.
Ada sekian nama kampung Kauman di Indonesia. Jumlahnya mungkin puluhan hingga ratusan. Hampir tiap kota di Pulau Jawa, ada satu kampung bernama Kauman. Coba amati daerah di sekitar anda, saya yakin anda tidak akan kesulitan menemukan nama kampung satu ini.
Di sisi lain, sekalipun kampung Kauman ini tersebar di banyak wilayah di Jawa. Akan tetapi hikayat, riwayat, dan sejarah terkait penamaan nama kampung ini tidak banyak terkuak. Tidak banyak sumber yang bisa menyebutkan secara detail terkait nama kampung ini.
Akan tetapi dari semua kampung Kauman di Jawa, sebagian besar mempunyai satu kesamaan. Kampung kauman dimanapun berada hampir bisa dipastikan mempunyai ciri khas, karakter, dan pola yang sama. Semua kampung kauman selalu identik, dekat dan erat kaitannya dengan keberadaan masjid setempat.
Penamaan Kauman sendiri sejauh yang masih bisa dilacak datanya adalah sejarah Kauman Yogyakarta. Menurut Ahmad Adaby Darban, dalam Sejarah Kauman: Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah (2010) latar belakang adanya kampung Kauman di Jogja adalah pembangunan Masjid Gedhe Keraton oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1773 yang terletak di sebelah barat alun-alun.
Pembangunan masjid ini bertujuan sebagai tempat mengadakan kegiatan keagamaan yang diadakan oleh Keraton. Untuk mengelola masjid tersebut Sultan Hamengku Buwono I memberikan sebidang tanah di sekitar masjid kepada Abdi Dalem dan ulama. Dalam mengelola Masjid Agung, dibentuklah sebuah lembaga yang bernama Kapenguluan yang bertugas mengelola masjid tersebut, sedangkan kantor dari kapenguluan tersebut dinamakan Kapengulon (Darban, 2000: hlm. 10)
Pemukiman di sekitar masjid inilah yang kemudian dikenal dengan kampung Kauman. Kauman berasal dari kata qaum yang berarti pejabat agama. Di sinilah tempat tinggal para kaum ulama, santri dan pengulu. Atau dalam versi lain nama Kauman berasal dari bahasa Arab, qoimmuddin, artinya penegak agama.
Terkait kampung-kampung bernama Kauman di Indonesia, sebenarnya sudah pernah diteliti dan ditulis oleh Hairul Faisal dalam liputannya di Jawa Pos secara berseri pada Ramadhan tahun 2016.
Tulisan ini hanya sekedar melengkapi data tersebut. Karena memang pada realitanya, setiap kampung Kauman mempunyai sisi unik tersendiri. Hal tersebut juga sekaligus biasanya mempunyai cita rasa sejarah tersendiri.
Kauman dalam Catatan Kolonial
Kampung Kauman di wilayah Lamongan sendiri sebenarnya cukup banyak. Di Lamongan kota sendiri, tepat di samping masjid Agung juga terdapat kampung Kauman. Bergeser ke wilayah Barat, di Babat pun ada kampung serupa. Lokasinya pun sama, tepat di samping masjid Jami’ Babat.
Sedangkan kauman di wilayah Kedungpring pun mempunyai topologi dan keadaan geografis yang sama. Kauman Kedungpring berada di pusat kecamatan Kedungpring. Posisinya juga berhimpitan dengan Masjid Jami’ Kedungpring.
Jika menilik pada peta dan dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1866 (Leiden Digital Collection), tidak ada nama kampung Kauman disitu. Dalam peta itu hanya menyebut nama Kedoengpring sebagai desa yang menjadi pusat di daerah itu.
Tidak tercatatnya kauman secara administratif di era kolonial pun berlanjut hingga saat ini. Pada realitanya hingga saat ini Kauman tidak terdaftar secara administratif sebagai nama desa, dukuhan ataupun dusun yang menjadi bagian dari Desa Kedungpring. Kauman hanya sebutan kolektif masyarakat sekitar untuk menyebut sebagian daerah Desa Kedungpring yang identik dengan budaya agamis.
Besar kemungkinan, Kauman saat itu menjadi sebuah desa Perdikan Belanda. Dimana pada saat itu status desa perdikan adalah desa yang dibebaskan dari bea pajak. Kriteria desa perdikan di masa itu hanya diperuntukkan pada desa-desa yang memelihara makam tua, masjid atau pesantren (Misbahus Surur, 2020).
Jika mengacu pada kemungkinan ini, maka Kauman yang saat itu dikenal sebagai lingkungan komunal santri menjadi masuk akal. Karena di era itu di Kauman dikenal mempunyai tokoh sentral yang menyebarkan agama di wilayah itu. Di era 1800-an awal di Kauman ada sosok Kiai Nurmadin yang menjadi motor penggerak dakwah Islam di wilayah Kedungpring.
Hal ini dibuktikan dengan keberadaan sebuah manuskrip yang tersimpan di Padangan, Bojonegoro. Dimana dalam naskah tersebut disebut nama seorang tokoh bernama Kiai Nurmaddin yang beralamatkan di Kauman.
Jika dikaitkan pada teori di muka, bahwa kampung kauman adalah kampungnya para pengulu atau pemuka agama, maka hal ini sangat tepat.
Mengingat, Kiai Nurmadin adalah putra dari Pengulu Musytari Baureno. Kiai Nurmadin juga seorang ulama dan pemuka agama dan besar kemungkinan Kiai Nurmadin juga meneruskan jabatan yang diemban oleh sang ayah. Tapi Kiai nurmadin tidak di Baureno, melainkan hijrah di Kedungpring.
Perlu diketahui Kiai Nurmadin adalah leluhur dari segenap masyarakat yang sekarang mendiami kampung Kauman, Kedungpring yang kita kenal saat ini. Kiai Nurrmadin pula yang menjadi titik simpul jaringan ulama di wilayah Lamongan hingga saat ini. Jika boleh menyebut Pesantren Langitan, Pondok Siman, Sekaran adalah sekian nama pesantren yang dibentuk dari jaringan dzurriyah Kiai Nurmadin.
Kauman di Manuskrip Padangan
Lantas pertanyaan yang muncul kemudian adalah, jika benar yang disebut manuskrip Padangan adalah Kauman Kedungpring, mengapa posisi manuskrip ada di Padangan Bojonegoro?
Untuk menjawab pertanyaan ini setidaknya jawabannya adalah manuskrip itu merupakan koleksi dari Kiai Syamsuddin Betet (w. 1890 M) yang merupakan menantu dari Kiai Nurmadin. Kiai Syamsuddin sendiri mempunyai dua istri. Istri pertama berasal dari Kedungpring yakni putri dari Kiai Nurmadin tersebut.
Lantas, pernikahan dengan Nyai Mursinah, putri Kiai Nurmadin itu tidak berlangsung lama. Karena satu hal Kiai Syamsuddin dan Istri akhirnya bercerai dan Kiai Syamsuddin hijrah ke Padangan dan menikah lagi di sana.
Dalam perpisahan dengan mertuanya tersebut, Kiai Syamsuddin diberi kenang-kenangan berupa mushaf al-Qur’an. Mushaf tersebut berupa tulisan tangan dan ditulis dengan kertas eropa yang cukup tebal.
Dimana di halaman muka Mushaf tersebut terdapat identitas yang begitu jelas menyebut “Ingkang Gadah Bagus Jali kasebut Kiai Nurmaddin Kauman”
Dari manuskrip ini, kemudian bisa ditarik kesimpulan, bahwa desa atau kampung Kauman memang sudah eksis di abad 19 (awal 1800) hal itu dibuktikan dengan adanya manuskrip mushaf milik Kiai Nurmadin yang juga hidup di era tersebut di wilayah Kedungpring.
Kauman, Riwayatmu Kini
Setelah era Kiai Nurmadin, Kauman selalu mempunyai generasi yang memegang estafet dakwah. Mulai dari Kiai Syamsuddin sang menantu yang kemudian hijrah ke Padangan. Kiai Ma’ruf, putra keduanya yang kemudian juga hijrah berdakwah di daerah Berek Bojonegoro.
Kiai Zahid Kauman yang kelak menurunkan Kiai Abdul Hadi Zahid (w. 1972 M) (Pengasuh PP. Langitan), KH. Ahmad Marzuqi Zahid (w. 2000 M) hingga KH. Abdullah Faqih (w. 2012 M).
Pada era pra dan pasca kemerdekaan, Kauman juga menjadi salah satu markas perjuangan masyarakat lokal. Walaupun di era ini banyak sekali bangunan dan situs yang juga ikut hangus diluluhlantahkan kaum kolonial Belanda.
Seperti dalam agresi militer Belanda 1949, banyak sekali bangunan, manuskrip dan peninggalan warga Kauman yang juga ikut hangus tak tersisa.
Kini, kampung kauman masih eksis dengan karakter yang melekat di namanya. Hingga saat ini Kauman masih menjadi salah satu pusat pendidikan dan persebaran Islam di wilayah Kedungpring.
Kini di Kauman terdapat pesantren yang didirikan oleh KH. Muchsin (w. 1970 M) yang juga merupakan keluarga besar dari bani Kiai Nurmadin. Pesantren itu bernama PP. Hidayatul Akbar. Setelah era kepengasuhan KH. Muchsin (w. 1970 M), pesantren tersebut diteruskan oleh putranya KH. Muhammad Ridwan (w. 1998 M). Dan kini diasuh oleh putranya yaitu Agus Husnul Yaqin.
Selain pesantren ada pula yayasan pendidikan Empat Lima yang mempunyai beberapa unit pendidikan Formal mulai TK hingga tingkat SMA sederajat.
Terimakasih kepada penulis, kebetulan di sekolah saya ada tugas untuk menceritakan sejarah desa. Dengan adanya website ini sangat membantu saya dalam mengerjakan tugas dari sekolah. Sekali lagi terimakasih