Sejak abad 9 M, Zabag Al Jawi (Nusantara) sudah sangat masyhur sebagai Negeri Emas. Banyak para penjelajah Arab yang kagum pada Nusantara. Di antara kekaguman itu, terangkum dalam Kitab Rihlah Al-Sirafi karya Abu Zaid Al-Sirafi.
Rihlah Al-Sirafi adalah kisah perjalanan Sulaiman Al-Tajir pada 815 M, dan kisah perjalanan Ibnu Al-Qurashi pada tahun 837 M. Kedua kisah ini, disusun dan dikumpulkan Abu Zaid Al-Sirafi (w. 907 M) dalam buku berjudul Rihlah Al-Sirafi.
Baca Juga: Catatan Pengembara Arab tentang Negeri Zabaj Al Jawi (1)
Tak banyak diketahui tentang Sulaiman Al-Tajir. Hanya, diketahui ia sering berdagang ke Samudera Hindia dan Cina. Termasuk mencatat kondisi Sabar (Jawa). Perjalanannya tersebut, dilakukan pada 815 M. Dua puluh tahun berikutnya, tepat pada 837 M, Ibnu Al-Qurashi, seorang saudagar dari Basrah, melakukan hal sama.
Pada awal 900 M, kisah perjalanan keduanya dikumpulkan, disusun, dan ditulis ulang oleh seorang dari Sirafi Basrah bernama Abu Zaid Al-Sirafi. Sebagai penduduk Basrah, ia bukanlah penjelajah maupun cendekiawan. Ia hanya menyukai kisah-kisah perjalanan. Namun, Zaid Al Sirafi mengaku pernah berjumpa dengan Al-Mas’udi, penjelajah dan penulis terkenal.
Hanya ada satu manuskrip Rihlah Al-Sirafi di dunia, disimpan di Perpustakaan Nasional Paris, Perancis, bernomor 2281. Terdiri dari dua bagian, bagian pertama merupakan kisah Sulaiman Al-Tajir sementara bagian kedua ditulis oleh Abu Zaid Hasan Al-Sirafi. Salinannya disimpan Perpustakaan Nasional Qatar, Doha.
Peneliti dari Inggris, Eusebius Renaudot telah mengkaji dan menerjemahkan naskah tersebut ke dalam bahasa Inggris dengan judul Ancients Accounts of India and China by Two Mohammedan Travellers yang diterbitkan pada tahun 1733 di London.
Selain itu, peneliti lainnya, Reinaud, juga mengkaji dan menerjemahkan naskah tersebut ke dalam bahasa Perancis dan menerbitkannya pada tahun 1817. Sebelumnya pada tahun 1811, seorang orientalis bernama Langles juga telah mencetak teks Arab tulisan tangan tersebut.
Pada 1845, Reinaud mencetak ulang teks tersebut bersama dengan pengantar dan terjemahannya ke dalam bahasa Perancis, lalu diterbitkan dengan judul Relation des Voyages Faits Par Les Arabes et les Persians dans I’Linde et a la Chine dans le Ixe siecle de l’ere chretienne.
Pada 1922, Gabriel Ferrand menerbitkan terjemahan berbahasa Perancis yang baru, disertai dengan pengantar yang panjang lebar. Kemudian tahun 1948, Jean Sauvaget mengkaji dan menerjemahkan bagian pertama saja, yaitu kisah perjalanan Sulaiman Al-Tajir.

Pada 2014, New York University Press, bersama dengan terjemahan berbahasa Inggris catatan perjalanan Ibnu Fadhlan oleh James E. Montgomery, menerbitkan edisi terjemahan berbahasa Inggris oleh Tim Macintosh-Smith. Edisi ini diberi judul Two Arabic Travel Books; Accounts of India and China and Mission to the Volga.
Pada 2017, New York University Press menerbitkan kembali edisi terjemahan berbahasa Inggris karya Tim Macintosh-Smith. Edisi ini diberi kata pengantar oleh Zvi Ben-Dor Benite dan diedit oleh Philip F. Kennedy. Terakhir, pada tahun 2017, Arsyad Mokhtar menerbitkan cetakan pertama terjemahan Rihlah Al-Sirafi dalam bahasa Melayu yang diterbitkan oleh Baytul Hikma, Pulau Pinang, Malaysia.
Para cendekiawan Arab juga telah berupaya mengkaji dan menerbitkan manuskrip tersebut. Pada 1991, naskah tersebut dikaji dan diterbitkan oleh Ibrahim Al-Khuri dengan judul Akhbar Al-Shin wa Al-Hind. Pada tahun 1999, kedua bagian naskah tersebut kembali diterbitkan oleh Al-Mujamma’ Al-Thaqafi, Abu Dhabi berdasarkan kajian Abdullah Al-Habashi dengan judul Rihlah Al-Sirafi.
Pada tahun yang sama, naskah tersebut juga diterbitkan oleh Al-Dar Al-Mishriyah Al-Lubnaniyah berdasarkan kajian Yusuf Al-Sharuni dengan judul Akhbar Al-Shin wa Al-Hind. Lalu pada tahun 2005, bagian pertama manuskrip tersebut diterbitkan oleh Markaz Ziyad li Al-Thurath wa Al-Tarikh, Abu Dhabi berdasarkan kajian Saif Syahin dari Universitas Qatar.
Nusantara dalam Deskripsi Rihlah As-Sirafi
“Mereka menyebutkan bahwa di dekat Zabaj (Nusantara/Jawa), terdapat sebuah gunung yang dinamai Gunung Berapi. Gunung itu tidak dapat dihampiri atau mendekatnya. Pada waktu siang kelihatan asap berkepul keluar daripadanya, sementara pada waktu malam pula terlihat lidah api. Di kaki gunung itu keluar air mata air yang sejuk lagi tawar, juga air mata air yang panas serta tawar. Kota Zabaj ini berbatasan dengan negeri Cina. Jarak antara keduanya sejauh satu bulan perjalanan atau kurang jika angin bertiup kencang. Rajanya digelari Maharaja. Taksirnya kira-kira sembilan ratus…. “