Terlepas bagaimanapun Covid, entah konspirasi atau world piracy, menjaga diri adalah koentji.
Jumlah korban pasien Covid-19 akhir-akhir ini meningkat cukup banyak dan beberapa tempat tiba-tiba kembali lagi menjadi zona merah dan hitam, termasuk di rumah saya Bojonegoro yang saat ini masuk zona merah.
Saya bertanya-tanya, ada apa gerangan negeri ini? Sebelumnya saya tidak mendengar adanya potensi-potensi peningkatan uptrend atas jumlah pasien Covid-19. Sebab biasanya sebelum ada letusan seharusnya ada tanda-tanda kenaikan.
Tapi apalah saya, saya bukan ahli di bidang pervirusan dan epidemiologi sehingga saya terpaksa mengikuti dan mempercayai apa yang ada.
Namun setelah saya pikir-pikir, ada 3 kemungkinan korban Covid-19 meningkat berikut dengan pemberitaannya.
Pertama memang karena masyarakat kita herd stupidity. Suka acuh akan prokes yang ada, suka jalan-jalan ke sana ke mari. Kedua, ketidakbecusan pemerintah dalam memitigasi bencana virus mematikan ini. Dan yang ketiga ada bandar yang masih belum untung dari pandemi covid-19 ini.
Mari kita bahas satu per satu. Pertama, herd stupidity. Saya melihat di sekitar lingkungan bahwa masih banyak yang acuh dengan protokol kesehatan. Hal ini mengingatkan saya pada nasihat seorang Charles Darwin, survival for the fittest.
Saya menganggap mereka yang meninggal karena Covid-19 merupakan manusia yang tidak mampu beradaptasi dengan pola alam semesta yang selalu dinamis baik itu dari segi biologis/fisik maupun dari segi kecerdasan.
Sialnya untuk mampu bertahan kita harus bertarung dengan dua musuh ini sekaligus, pertama dengan diri kita sendiri agar mampu bertahan dengan pasokan kesehatan yang mumpuni dan yang kedua memperbaiki mindset agar tidak binasa karena kebodohan.
Namun yang kedua ini ada masalah tambahan bahwa kebodohan orang lain juga bisa membinasakan kita. Bayangkan ada saudara kita yang OTG (Orang Tanpa Gejala) karena tidak menaati prokes lalu menularkan virus itu ke kita.
Atau, masih ingat peristiwa BTS Meal McDonalds? Saya yakin para pemesan melek teknologi dan berpendidikan, namun coba simpulkan sendiri.
Kedua, ketidakbecusan pihak dalam mengatasi masalah. Masih ingat statement para penguasa di awal Covid-19 merebak di Indonesia? Kalau tidak ingat, tenang saja, jejak digital bisa menjawab semuanya.
Dari jejak digital tersebut sebenarnya sudah memberikan sedikit gambaran bahwa pemerintah kita tidak mempunyai mitigasi bencana virus ini. Bahkan pemerintah saat itu malah gencar mempromosikan wisata kita di tengah gemparnya dunia mendengar kabar meletusnya Covid-19 di Wuhan.
Mungkin pemerintah berdalih untuk menutupi fakta tersebut agar membuat masyarakat tenang. But, white lies are still lies, right? Apalagi melihat keadaan di lapangan yang saling tidak sinkron dan ricuh antara pemerintah dan nakes yang menyebabkan banyak korban dari nakes yang berjatuhan.
Dengan preseden demikian, nampaknya tidak heran jika sebagian masyarakat cenderung menyalahkan pemerintah atas tidak tuntasnya masalah pandemi di dalam negeri.
Ketiga, masih banyak bandar yang belum meraup untung maksimal. Banyak konspirasi yang bergulir di masyarakat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri bahwa pandemi Covid-19 ini merupakan by design.
Alias diciptakan demi menguntungkan beberapa pihak. Entah itu keuntungan berupa uang atau menyeleksi alam seperti tindakan sekelompok geng bawah tanah Hydra dalam film Captain America: The Winter Soldier.
Para pelaku tersebut saat ini paling tampak diuntungkan mungkin adalah perusahaan yang terjun langsung dalam industri obat-obatan, sebut saja vaksin dan vitamin. Bill Gates, dituduh beberapa pihak bertanggungjawab atas bencana ini.
Hal itu karena pernyataan dia beberapa tahun sebelum pandemi tentang senjata di masa depan bukan lagi senapan atau bom, melainkan virus atau senjata biologis. Apalagi diperkuat dengan keterlibatan Bill Gates dalam aksi filantropinya soal vaksinasi.
Sontak hal ini membuat sebagian orang semakin berspekulasi bahwa Bill Gates lah pelakunya. Bak bola salju yang semakin dibiarkan semakin membesar. Bill Gates lebih lanjut dituduh dengan vaksinnya dia akan menanamkan microchip dalam tubuh manusia sehingga berada dalam kendalinya.
Bola liar ini tak pernah terkonfirmasi kebenarannya sehingga masih menjadi buih konspirasi di masyarakat. Namun yang jelas kita tahu proyek pengadaan vaksin baik di luar maupun di dalam negeri merupakan perusahaan yang seharusnya mencetak profit.
As business as usual, tidak ada perusahaan yang memberi secara cuma-cuma. Jika saya bisa membuat orang lain tergantung dengan produk saya maka saya ingin tetap demikian dan saya akan bebas mengatur harga seenak saya. Mungkin begitulah yang ada di benak perusahaan-perusahaan tersebut.
Namun bagaimana dengan mafia-mafia vaksin yang ada di dalam negeri? Apakah mereka masih belum untung? Jika kita mau menelusuri pola dan mengikuti arah uang kemana, secara tidak langsung dengan logika sederhana kita bisa mengetahui siapa saja yang paling diuntungkan atas naiknya jumlah pasien Covid-19.
Mungkin pihak yang terlibat sudah mempersiapkan jawaban yang sangat meyakinkan sehingga bisa membatalkan hipotesis yang kita buat di atas.
Tapi tunggu dulu, jangan terlalu serius membaca tulisan ini. 3 hal tersebut hanya sekedar analisa yang mungkin saja bisa salah satunya salah atau salah semuanya.
Namun yang perlu saya garis bawahi bahwa menjaga kesehatan diri sangat penting, hukum alam yang diceritakan oleh Charles Darwin selalu benar adanya. Jadi jika kita terseleksi alam sehingga binasa, ya mungkin keberadaan kita sudah tidak diinginkan alam semesta.