Para pecinta kuliner Bojonegoro pasti sudah tahu kan, Rumah Makan Pondok Salak? Ya, tempat ini cukup terkenal di Bojonegoro. Lokasinya berada di Desa Bendo, Kecamatan Kapas, Bojonegoro.
Rumah makan indentik dengan olahan belut sawah khas pedesaan. Namun, apakah kamu sudah tahu siapa di balik rumah makan tersebut? Ternyata, banyak kisah inspiratif di balik populernya Rumah Makan Pondok Salak hingga saat ini.
Eko Matkhoiri. Dia lah sosok di balik tempat tersebut. Awalnya, keseharian Eko hanya membantu ibunya di sawah. Dia dan ibunya biasa ke sawah setelah menunaikan ibadah salat subuh. Mereka pulang ke rumah ketika hari menjelang petang. Eko merupakan anak tunggal di keluarganya.
Suatu ketika, ibunya memutuskan berhenti bekerja di sawah. Ibu Eko memilih berjualan nasi pecel dan kare ayam. Nasi pecel itu dia jual untuk anak sekolahan. Saat itu, setiap harinya pecel yang dijual cuma laku sebanyak 10 bungkus.
Karena itu, Eko memutuskan nekat mencari modal. Dia merantau ke Sampit, Balikpapan dan terakhir ke Bontang. Dia merantau selama 3 tahun.
Perantauan yang Eko jalani tersebut berakhir ketika ibunya menyuruh dia membantu menjaga warung pecel tersebut. Dari situ, dia mencoba mencari solusi untuk meningkatkan usaha warungnya.
Dan sejak saat itu, muncullah ide mengolah belut. Ketika itu, belut di Desa Bendo cukup banyak populasinya. Bahkan, cukup untuk dikirim ke Jakarta dan Jogja sebagai bahan makanan.
“Waktu itu kan saya masih kecil sering nyari belut.” kata Eko.
Mulanya, ibunya membeli seperempat kilo belut dan dimasak. Saat itu yang membeli hanya para pekerja di sawah yang sedang melintas saja. Namun, setiap hari habis terjual meskipun belum ada di menu selain pecel dan kare ayam.
Dari hasilnya itu, Eko membeli bambu dan alang-alang untuk membangun pondok pertama kali. Hal itu terjadi sekitar 2010.
Suatu ketika, tanpa sengaja, banyak orang yang mampir ke pondoknya. Ternyata mereka peserta kunjungan rapat di Desa Bendo yang mampir untuk makan. Kebetulan, saat itu ada orang media di antaranya.
Hanya saja Eko menolak untuk diberitakan karena merasa malu akan pondoknya yang masih sangat minim. Untuk toilet saja belum ada. Dia sempat meminjamkan toilet di salah satu rumah terdekatnya.
Pada awal Eko mengembangkan rumah makan miliknya, dia nekat mencari modal ke sana sini. Bahkan, dia sempat terlilit lintah darat. Selain itu, dia juga meminjam modal untuk beli motor ke saudaranya. Ketika pengunjung makin bertambah, dia memutuskan menggadaikan motor yang dibelikan saudaranya tersebut.
Uang hasil gadai dia gunakan membangun kamar mandi dan mushola di pondoknya. Padahal, dapur masak pondoknya pun masih belum layak. Dia hanya menggunakan 1 kompor gas dari bantuan pemerintah saat itu.
Meskipun begitu, Eko tak pernah patah semangat. Itu karena dia memiliki visi yang kuat. Tujuannya terus mengembangkan pondoknya adalah untuk memberikan momen-momen saat dia masa kecil. Dia ingin menyuguhkan suasana kenangan para pengunjung tentang masa kecil di desa.
“Orang-orang itu kan sering makan ke restoran di saa duit lebih, tapi mengingatkan masa kecil itu ndak bisa.” kata pria kelahiran tahun 1984 tersebut.
Usaha kerasnya pun sudah mulai terlihat hasilnya. Terbukti dengan adanya 17 pegawai di rumah makan tersebut. Ketika Pondok Salak miliknya sudah berjalan dengan baik, Eko pun mengembangkan usaha lain.
Dia juga merintis usaha bambu, lalu merambah pada bisnis rumput, toga, sambung nyawa dan tanaman lainnya. Dia berharap bahwa nantinya orang-orang dari luar bisa berwisata ke Bendo. Tidak hanya perlu ke Kediri atau Malang saja misalnya.
“Padahal Bendo ini kan air cukup, apa-apa ya cukup.” tambah pria lulusan SMP tersebut.
Sampai saat ini, Eko mengaku bahwa dia masih memiliki banyak ide. Bahkan lebih besar lagi. Segala hal yang dia inginkan dimaksudkan untuk masyarakat desanya. Salah satunya adalah program pemanfaatan daun. Dia berani membayar masyarakat Bendo yang mau menyetorkan dedaunan atau hasil ngarit kepadanya. Alasannya adalah karena dia ingin menjaga lingkungan sawah agar tidak terlalu banyak unsur penggunaan kimia.
“Nanti kan bisa buat jajan anaknya. Kalau saya di sini ya tahu persis kehidupan di kampung.” ujarnya.
Selama ini Eko mengaku bergerak sendiri dalam mewujudkan harapannya. Menurutnya, orang tidak boleh berhenti dan enak-enakan meskipun usahanya sudah berhasil. Pada saatnya nanti, dia berharap Bendo bisa menjadi tempat kunjungan para wisatawan. Tidak hanya berkunjung untuk kuliner saja, melainkan menikmati potensi dan keindahan alam di Desa Bendo.
Comments 1