Manusia sebagai makhluk sosial, pasti membutuhkan orang lain. Dan dari setiap proses interaksi antar individu, amat ditentukan oleh dua hal: tahapan hubungan dan konsep diri.
Setiap hubungan punya pola berbeda sekaligus memiliki kesan berbeda pula di hati tiap individu. Sama halnya hubungan percintaan (relationship role). Bukan perkara awam lagi, setiap orang bakal mengalami atau merasakan hubungan ini.
Menjalin hubungan bukan perkara mudah. Modal rasa saja tidak cukup. Meski sesungguhnya, tiap pola hubungan yang terbentuk, selalu ada perasaan di dalamnya. Entah perasaan menghargai, memiliki, kasih sayang, saling peduli, hingga perasaan lainnya — asal bukan rasa yang pernah ada. Halah!
Modal perasaan memang bukan pondasi awal dalam menjalin sebuah hubungan. Terutama hubungan percintaan. Sebab berbicara soal hati, tak boleh sembarang menempatkan dong, Nabsky. Ya kalau cocok, kalau nggak kan menimbulkan bencana jangka panjang.
Dalam sebuah hubungan, tentu ada tahap-tahap yang harus dilalui. Sama halnya anak tangga yang harus kita naiki dari bawah, hingga bisa tahu apa yang ada di atas sana.
Tahapan hubungan (relationship stage) bukan hanya berawal dari ketemu lantas mengungkapkan rasa, bersama, membina keluarga, atau sebatas rasa yang pernah ada.Tapi bakal melewati fase uji adrenalin yang luar biasa di tiap tingkatannya.
Menurut Joseph A. DeVito dalam bukunya: The Interpersonal Communication, tahapan hubungan ada 6 fase.
Tahap pertama, proses interaksi dari kedua individu yang terlibat di dalamnya. Dari proses interaksi, bakal timbul persepsi. Sehingga persepsi bakal menjadi bumbu di dalam interaksi.
Selanjutnya, fase keterlibatan. Fase ini mulai ada keberanian dari salah satu individu dalam memulai pendekatan. Di fase ini, individu akan menggali karakteristik lawan jenis yang bermuara pada pertemuan dan perbincangan.
Fase berikutnya adalah keakraban. Tahap ini masuk proses keintiman (adanya komitmen dalam diri). Dalam proses ini, terjadi proses komunikasi interpersonal yang lebih intim, mulai dari proses pengungkapan rahasia dalam diri masing-masing individu.
Fase berikutnya adalah fase kemerosotan atau kemunduran. Fase ini ditimbulkan banyak hal. Terutama munculnya ketidakpuasan interpersonal berupa rasa bosan dan hadirnya unsur manusiawi berupa opsi lain yang lebih menguntungkan.
Selanjutnya fase perbaikan. Fase ini semacam upaya menganalisis dan menelaah pemicu kemerosotan hubungan sekaligus melakukan flashback di tiap fase yang telah dilalui. Di sini juga terjadi upaya evaluasi perubahan.
Sedang yang terakhir, fase pembubaran atau pemusatan. Sebuah fase dimana konflik tidak menemui solusi, dan hubungan kian berantakan. Sebab tidak ada yang saling terima keputusan satu sama lain. Apabila hubungannya sudah sah, maka akan terjadi pisah rumah.
Di antara enam fase tersebut, tahap hubungan antar dua individu tak ada yang mudah. Sebab sudah sifat dasar manusia yang tak mudah puas dan acap kali mudah bosan.
Nabs, dalam tahap hubungan juga terdapat proses pengenalan konsep diri. Almand & Taylor mengaggapnya sebagai teori penestrasi atau biasa dikenal dengan teori bawang. Dalam hal ini, kita akan mengetahui konsep diri positif atau negatifnya seseorang dari setiap layar-nya.
Di layar pertama, kita bakal mengetahui jati diri seseorang hanya sebatas biografi singkat mulai dari nama, hobby, dan asal.
Di layar kedua, kita mengetahui kesukaan seseorang secara lebih dalam. Mulai dari busana, musik, hingga makanan.
Di layar ketiga, akan mengetahui keyakinan dan perkara-perkara religius secara personal dari lawan bicara . Sedang di layar terakhir, yakni sifat; mulai ketakutan hingga fantasi terdalam orang tersebut.
Konsep diri akan membentuk apa yang disebut sebagai self disclosure (pengungkapan pada orang lain). Yang mana, sifat dasar individu optimistis dan pesimistis amat mudah diketahui tak hanya dari tingkah secara kasatmata, tapi juga ucapan terkecilnya.
Dalam hubungan antar individu, tahapan hubungan dan konsep diri merupakan satu kesatuan paket yang tak terpisahkan. Bahkan cenderung saling berkaitan.
Tahapan hubungan ibarat keyakinan dan konsep diri ibarat investasi. Apabila hanya modal yakin namun bersanding dengan individu berkonsep diri negatif, sama halnya mengulur waktu pecahnya bom. Lama atau dekat, pasti pecah.
Dalam kehidupan sehari-hari, tahapan hubungan mirip lauk yang dikonsumsi. Sedang konsep diri adalah unsur utama berupa nasi.
Saat lauk yang dikonsumsi kurang bervariasi, maka lidah akan mudah bosan dan itu amat manusiawi sekali. Apalagi jika dikonsumsi tanpa nasi, pasti bakal cepat lapar dan berupaya cari makan lagi.
Memakan lauk yang bervariasi tapi nasinya basi, sudah barang tentu opsi bermasalah. Karena, jika dipaksa dimasukkan ke dalam perut, ia hanya menyebabkan timbulnya penyakit jangka panjang. Nah, untuk memakan lauk yang bervariasi dengan nasi yang masih hangat, tentu anugerah sekaligus pilihan yang sehat.