September tak perlu harus terlalu ceria sebab dari dulu hingga sekarang, negara mendidik warga negaranya untuk takut di bulan itu.
Tidak ada bulan yang aku rindukan kecuali februari, tidak ada bulan yang aku benci selain desember yang kelabu dimana petasan banyak dinyalakan tapi aku sungguh benci ingar-bingar semacam itu.
Bukan aku anti perayaan tahun baru dari agama yang tidak aku yakini, tapi sudah kelewat muak dengan manusia yang bermain drama seolah-olah mereka adalah manusia paling bahagia di dunia, nyatanya di dalam dirinya masih banyak masalah dan butuh dituntaskan.
Apa karena alasan tak mengiyakan ajakan teman untuk bersenang-senang menjadikan mereka dijauhi dan di cap teman brengsek? Atau karena alasan alibi kelewat suntuk dengan masalah, lalu butuh hiburan? Mengapa harus senaif itu menyembunyikan apa-apa yang sebetulnya harus diprioritaskan untuk diselesaikan terlebih dahulu?
Banyak teman yang menganggapku bukan orang asik, suka pikir terlalu panjang kalau diajak mabuk, suka ngeyel dengan dibumbui sisipan teori dan temuan data yang baru dibaca. Jujur aku tidak sakit hati atas perlakuan tersebut.
Tapi, seandainya saja mereka tidak akan mematahkan argumen yang menurutnya terkesan kaku, aku akan bertanya balik untuk apa kita semua menyebut salah satu diantara kita ketika ditanya orang baru sebagai teman jika tidak mau membantu mereka keluar dari masalah yang menghimpit?
Kalau tidak salah waktu semester dua, ketika masih terlewat kagum dengan senior yang keren, terkenal dan ketika ditanya junior apa rahasianya bisa begitu. Lantas dengan entengnya senior itu menjawab karena relasi. Katanya, relasi bisa didapatkan dari unit-unit kegiatan kampus.
Semasa itu aku mengamini, kemudian memutuskan bergabung ke salah satu unit kegiatan mahasiswa dan organ kemahasiswaan. Ada tradisi yang tidak dapat dilepaskan dari perkumpulan manusia sok sibuk itu, yakni apabila menggelar pertemuan rapat mereka menagih pendapat dari kepala per-kepala lalu ditanggapi entah memuji, mengemukakan keberatan atau salah seorang mengacungkan seluruh jari tangan keatas meminta izin keluar rapat.
Aku pernah mengutarakan pendapat tapi tidak ditanggapi, mereka menganggap apa yag aku katakan layaknya angin siang di Madura; terasa ada tapi tidak cukup berada untuk mengobati hasrat membeli minuman yang dingin.
Usai dipisahkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak memperbolehkan instansi pendidikan melakukan pembelajaran tatap muka. Setahun lebih berlalu, teman-teman seperjuanganku telah berhasil menyandang gelar sarjana.
Aku lihat tayangan ulang mereka saat melangsungkan yudisium fakultas, nampak terlihat dari raut wajahnya begitu sangat bahagia dan lega. Satu tugas mulia telah mereka tuntaskan. Meski bukanlah termasuk salah satu diantaranya, aku pun turut bahagia.
Untuk merayakan itu semua, membuat janji kepada diri sendiri untuk menjalani hidup sehari-hari dengan ceria adalah kado terbaik yang bisa dikasih kepada mereka.
Namun rencana itu gagal total. Awalnya memang aku kira september bakal seceria ini, sayangnya ‘september ceria’ hanya sebatas lagu dari Vina Panduwinata. ‘Lovely man’ adalah biang kerok atas kegagalan itu.
Barangkali memang harus begitu, September tak perlu harus terlalu ceria sebab dari dulu hingga sekarang negara mendidik warga negaranya untuk takut. Jenderal yang diculik dan dimasukkan ke dalam sumur secara keji adalah silabus bahan ajarnya, akhir bulan nanti kita semua akan memperingatinya bersama kesedihan.
Andai tak menimbulkan banyak pro-kontra tentu, ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ telah banyak yang memutar. Stasiun tv pun mungkin tak mau ketinggalan, walau banyak adegan yang seharusnya disensor tapi tidak mengapa toh ini edukasi dan bukan kartun yang menampilkan Tupai lengkap dengan teteknya yang menyembul bikini. KPI jelas akan mewajarkan.
Terlepas dari semua itu, Teddy Soeriaatmadja sebagai sutradara telah berhasil membuat karya penuh kecaman tapi meraih sederet penghargaan. Donny Damara juga berhasil menjadi ‘Ipuy’ bencong ibu kota. Satu malam penuh dalam hidup bencong yang meninggalkan anaknya selama 14 tahun tersebut dipaksa menjadi ayah yang bijak bagi putri semata wayang.
Kamu mungkin tidak kuasa membendung air mata saat menonton seorang ayah yang mencari lembar rupiah dari pekerjaan sebagai waria, melihat dirinya dipukuli hingga babak belur dan berakhir menjadi pelayan seksual untuk manusia sesama jenis.
Pilunya lagi anak perempuan dia yang baru lulus pesantren dan sekolah formal menegah atas hamil diluar nikah. Sudah delapan minggu remaja polos itu mengandung jabang bayi di perut. Selama dua bulan dia harus menyembunyikan kehamilan dari ibunya. Ini adalah kepiluan yang amat sangat layaknya se-pilunya kita menanti terkuaknya siapa dalang dibalik matinya Munir.
Melihat sosok ayah yang bekerja menjadi waria, menyaksikan lulusan pesantren yang hamil diluar nikah.
Ini memang film, tapi percaya atau tidak, seniman lewat karyanya, ia mendokumentasikan apa-apa kejadian nyata yang telah, sedang atau akan terjadi di tengah-tengah masyarakat. Lovely man memang dibuat saat aku masih menjadi bocil sepuluh tahun yang lalu, entah mengapa pesan yang coba film itu sampaikan masih mempunyai hubungan untuk masa kini.
Aku memang terlewat kudet untuk tahu karya sebagus ini, seperti aku baru menyadari bahwa tanpa teman, hidup akan sepi, sunyi bagai tingkah mereka yang ada di Jakarta yang nyatanya telah berhasil menjadi bencong untuk keadilan demi mempertahankan reputasi baiknya.
kini tinggal satu pertanyaan untuk diri sendiri mau sampai kapan overthinking terhadap kelamnya masa depan dan lebih memilih zona nyaman menjadi mahasiswa dan menanggalkan skripsi?