Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba
Home Cecurhatan

Mahasiswa dan Konsep Pendidikan yang Memerdekakan

Muhammad Sidkin Ali by Muhammad Sidkin Ali
January 9, 2020
in Cecurhatan
Mahasiswa dan Konsep Pendidikan yang Memerdekakan
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan Ke WA

Sistem pendidikan yang ada tidak memanusiakan manusia. Ia menjadi sistem pengulangan, yang dulu tertindas naik pangkat menjadi penindas. Begitu seterusnya. (Paulo Freire)

Semakin ke sini semakin tua semester, semakin jelas terlihat kuliah memenjarakan mahasiswa, bukan memberi ruang kebebasan akademik seluas-luasnya.

Nabsky, masa kuliah menjadi masa menyenangkan sekaligus menyedihkan bagi remaja akhir menuju dewasa. Di usia antara 19-22 tahun ini, kita sering kali dibuat dilema. Bisa jadi karna tugas kuliah yang mendera atau karena cinta yang tak ada benang merahnya.

Masa transisi dari siswa ke mahasiswa sudah terlewati, akan tetapi pelbagai tantangan siap menanti. Ini menjadi perkara pelik. Tapi segala sesuatu yang pelik, bisa diringankan dengan peluk. Eaa..

Barangkali menurut kebanyakan mahasiswa, masa kuliah tidak semudah membalikkan tangan, apalagi seromantis kuliah di ftv. Ini ada benarnya.

Karena pada dasarnya, dahulu ketika masih bertitel siswa, ekspektasi yang diinginkan terlalu tinggi. Angan dan harapan tentang kuliah merupakan waktu dimana kebebasan benar-benar terwujud.

Bebas memakai pakaian apa pun, sepatu warna apa pun, bahkan hingga model rambut bagaimana pun, mahasiswa bebas memilih dan mengekspresikan itu. Namun sekali lagi, ini berbeda 180 derajat dengan realita yang ada.

Kebebasan seakan-akan menjadi peringatan bahaya. Artinya ketika sudah bebas maka bahaya besar akan terjadi. Mungkin birokrasi kampus memikirkan hal itu. Mungkin saja. Padahal jika kita telaah, kebebasan kita ini dibatasi oleh kebebasan orang lain.

Namun, tidak semua memahami hal ini. Yang berbeda dari dirinya dianggap salah dan menyimpang. Padahal bisa saja itu bagian dari kebebasan yang mereka ekspresikan. Atau bisa jadi, mereka sedang melawan praktik kolonial yang merenggut kebebasan.

Nabs, kuliah tidak semudah membalikkan tangan. Pasti rintangan itu akan terus datang. Tugas, misalnya, semacam hujan lebat yang diharapkan banyak orang di musim kemarau tapi sebagian orang kemudian mengkambinghitamkan. Sebab, ia menjadi penghambat orang lain melakukan aktivitasnya di luar gedung. Dengan kata lain, hujan sedang merenggut kemerdekaan.

Membicarakan kemerdekaan, saya ingat konsep Merdeka Belajar Bapak Menteri Nadiem Makariem. Nadiem mengusung konsep ini dengan empat hal yang akan diubah dan diperbarui. Keempatnya ialah Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)-Zonasi.

Saya tidak akan membahas keempat konsep itu. Saya mengapresiasi bahwa ada itikad baik dari tiap menteri yang menjabat untuk selalu berusaha memperbaiki sistem pendidikan yang ada di Indonesia. Sayang, sistem malah tidak berjalan baik dengan banyak faktor penyebabnya.

Pendidikan yang ada justru hanya fokus kepada sekolah. Sedangkan porsi di perguruan tinggi sangat jarang disentuh. Miris.

Padahal menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Ada tiga hal yang terkandung dalam pengertian pendidikan. Pertama ialah usaha sadar dan terencana, kedua mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, dan ketiga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan.

Menurut saya, ketiganya memang perlu karena satu kesatuan. Tetapi perihal kedua menjadi masalah serius yang harus segera ditangani. Oleh karenanya, ia merupakan bentuk aplikasi dari perwujudan suasana belajar dan proses pembelajaran. Ini yang perlu menjadi perhatian khusus bagi setiap institusi pendidikan terutama bagi perguruan tinggi.

Membangun lingkungan fisik dan sosio-psikis perlu diterapkan. Pembangunan fisik berupa gedung baru, ruang kelas baru, perpustakaan, ruang diskusi dan lain-lain memang sedang digencarkan. Namun, apa hal itu menunjang prestasi mahasiswa? Atau minimal, apakah mahasiswa nyaman belajar di kampus?

Justru yang saya lihat, kampus berbondong-bondong memperbagus gedung rektorat dan fakultas, dengan kata lain covernya dipoles lebih ciamik. Sedangkan ruang-ruang kuliah dibiarkan seperti gedung tua usang yang tak terawat.

Memang benar gedung-gedung itu tempat pelayanan. Tapi apakah Tri Dharma perguruan tinggi menekankan pelayanan? Justru yang pertama ialah pendidikan.

Maka sejatinya kualitas pendidikan yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan bukan gedung-gedung yang makin dihias dengan segala model jenis bangunan.

Pembangunan fisik memang perlu, tapi lebih penting dari itu pembangunan sosio-psikis sangat dibutuhkan. Membangun budaya akademik, misalnya.

Budaya akademik merupakan totalitas memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai positif dari tiap aktivitas akademik, sehingga mampu diterapkan seluruh civitas akademika. Seluruh, bukan hanya dosen dan mahasiswa saja.

Tetapi sekali lagi, budaya yang dibangun tidak selalu mengalami jalan mulus. Banyak lika-liku serta lubang. Bahkan tak jarang tersesat pun sering. Korbannya? Hmm.. kalian jawab sendiri aja.

Hal sederhana yang perlu dibangun dalam budaya akademik ialah kebebasan akademik. Membangun ini, perlu perencanaan yang matang dan langkah yang kongkrit. Karena jika tidak, maka bangunan yang bernama intelektualitas akan runtuh.

Kebebasan mahasiswa saat ini terancam. Tak ada ruang bebas berekspresi, menyampaikan pendapat dan dialektika dalam kampus. Di ruang kelas saja, mahasiswa dianggap jamaah jumat sedangkan dosen memberikan khutbahnya.

Jika ada mahasiswa yang tidur dan berbicara sedikit saja, maka pahala ibadah jumat akan berkurang. Malah bisa saja tidak sah jumatannya. Itu praktek miris yang terjadi di kampus.

Mahasiswa yang berani berbicara, menyuarakan aspirasinya dianggap sebagai perusuh kampus dengan aksi-aksinya. Malah menganggap mereka akan menurunkan akreditasi kampus.

Padahal kata Pak Nadiem saat memberikan pidato pelantikan rektor UI, “..Kita memasuki era di mana akreditasi tidak menjamin mutu, kita masuk era di mana masuk kelas tidak menjamin belajar..”
.
Nah, tidak ada hubungan yang spesifik mahasiswa yang aksi dengan akreditasi. Justru mahasiswa yang aksi patut diberi apresiasi. Karenanya ia menjadi bukti bahwa masuk kelas tidak menjamin belajar. Sebab ia belajar langsung di luar kelas.

Teringat apa yang disampaikan Paulo Freire dalam bukunya Pendidikan Kaum Tertindas, bahwa sesungguhnya sistem pendidikan yang ada tidak memanusiakan manusia. Ia menjadi sistem pengulangan, yang dulu tertindas naik pangkat menjadi penindas. Begitu seterusnya.

Padahal, harapan dari pendidikan tidak menindas dan tertindas. Tidak hanya transfer ilmu dari penindas kepada yang tertindas, tetapi ada transformasi nilai keilmuan di dalamnya.

Tidak ada lagi dosen sebagai subjek dan mahasiswa sebagai obyek. Tetapi keduanya di posisi yang sama, subyek-subyek. Ini yang belum terjadi di semua Perguruan Tinggi.

Freire menawarkan salah satu solusi terhadap masalah pendidikan di perguruan tinggi, yakni pendidikan hadap-masalah. Ini akan membuka kesadaran dari kaum tertindas bahwa mereka adalah bagian dari realitas sosial.

Tugas-tugas yang diberikan berupa penelitian yang melibatkan mahasiswa langsung. Dosen berperan sebagai sang revolusioner pembebasan, sedangkan mahasiswa sebagai pejuang kebebasan yang dibantu oleh dosen. Dengan keduanya terlibat dalam adu gagasan dan dialektika, maka tidak ada lagi kaum penindas dan tertindas.

Namun faktanya, mahasiswa dibebani tugas yang mematikan kreativitas dan kekritisan mereka. Begitu pula dalam hal berbicara. Dengan otoritas dosen yang memberikan nilai, bisa saja mahasiswa yang kritis justru tidak diluluskan karena kekritisannya. Praktik menindas kembali terjadi. Dan mahasiswa hanya menjadi tahanan kelas yang dijaga ketat oleh dosen.

Ini mematikan mahasiswa. Mereka akhirnya mau tidak mau harus tunduk terhadap apa yang diinginkan oleh dosen. Ini yang menjadi shock culture academic. Wajar saja jika sekarang mahasiswa krisis gagasan. Lha wong mau ngritik saja sudah diancam tidak lulus. Hmm

Kebebasan ini yang perlu penanganan cepat dan tepat oleh seluruh stakeholder sehingga apa yang dikatakan Pak Nadiem terwujud: paradigma merdeka belajar adalah untuk menghormati perubahan yang harus terjadi agar pembelajaran itu mulai terjadi.

Pak Nadiem melanjutkan, mahasiswa belajar sesuai dengan kemauannya dan interestnya masing-masing. Kita harus lakukan perubahan ini. Nah, saya yakin sepenuhnya jika kebebasan dan kemerdekaan dalam akademik terwujud, maka mahasiswa bisa memilih pembelajaran yang mendukung minat dan potensinya.

Mari kita dukung merdeka belajar dan menjadi kaum yang bebas! Tugas-tugas mari kita selesaikan dengan tuntas dan cerdas. Saatnya menjadi mahasiswa yang merayakan kemerdekaan. Mari menjadi mahasiswa yang, kata Gus Dur: humanis, memanusiakan manusia.

 

Tags: KampusMahasiswaPendidikan Merdeka

BERITA MENARIK LAINNYA

Datangnya Kilang Minyak dan Fatamorgana Masa Depan
Cecurhatan

Datangnya Kilang Minyak dan Fatamorgana Masa Depan

February 26, 2021
Saatnya Membantah Teori Sejarah The Great Man Theory
Cecurhatan

Saatnya Membantah Teori Sejarah The Great Man Theory

February 25, 2021
Propaganda Bahagia ala Sekolah Guratjaga
Cecurhatan

Propaganda Bahagia ala Sekolah Guratjaga

February 23, 2021

REKOMENDASI

Panggil Saja Aku, Jum

Panggil Saja Aku, Jum

March 1, 2021
Menerawang Khasiat Bunga Telang: Si Serbaguna dari Bumi Anglingdharma

Menerawang Khasiat Bunga Telang: Si Serbaguna dari Bumi Anglingdharma

March 1, 2021
Sarapan penuh Kehangatan 

Sarapan penuh Kehangatan 

February 28, 2021
Menghelat Diskusi Santai Perihal Perempuan

Menghelat Diskusi Santai Perihal Perempuan

February 27, 2021
Datangnya Kilang Minyak dan Fatamorgana Masa Depan

Datangnya Kilang Minyak dan Fatamorgana Masa Depan

February 26, 2021
Saatnya Membantah Teori Sejarah The Great Man Theory

Saatnya Membantah Teori Sejarah The Great Man Theory

February 25, 2021

Tentang Jurnaba - Kontak - Squad - Aturan Privasi - Kirim Konten
© Jurnaba.co All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • HOME
  • PERISTIWA
  • KULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • ALTERTAINMENT
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • TENTANG
  • KONTAK

© Jurnaba.co All Rights Reserved