Kecanggihan teknologi membawa serta dampak. Belakangan ini, disoroti dampak buruknya. Kesehatan mental.
Ponsel pintar begitu canggih. Berbagai macam fitur tersedia. Dunia terasa berada di genggaman. Hal apa pun bisa diakses. Mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga hiburan.
Melansir Detik, Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Cisarua Jawa Barat menerima ratusan pasien. Terdapat anak usia remaja mengalami kecanduan gadget. Mayoritas, mereka mengalami gangguan akibat kecanduan game online.
Sub spesialis kesehatan jiwa anak dan remaja, dr Lina Budiyanti mengatakan mereka bisa menangani 11-12 anak. Itu dalam kurun waktu satu bulan. Remaja dengan usia 7-15 tahun dan jumlahnya bertambah setiap tahun.
“Pasien yang kecanduan bermain game itu, lebih mementingkan game-nya dari pada melakukan hal postif lainnya. Kalau anak-anak kan harusnya belajar tapi itu diabaikan,” ujarnya kepada detikcom. (16/10/2019)
Benar sekali. Anak usia sekolah seharusnya mementingkan belajar. Pun, bukan bearti tidak boleh bermain game online. Pasalnya, game termasuk jenis hiburan. Apa salahnya istirahat sejenak dari aktivitas belajar? Toh fullday school cukup menyita waktu. Belum lagi tuga yang harus dikerjakan di rumah.
Berbeda dengan seorang warga Ngumpak Dalem Bojonegoro, Rizky Dahlan. Lelaki akrab disapa Rizda itu bukan termasuk yang kecanduan game online. Malahan, dia mampu mengambil keuntungan dari situ.
“Aku paling lama main game pernah 12 jam. Itu pun ditinggal untuk makan dan tiduran kalau lelah,” ucap Rizda.
Rizda memang bukan seorang pelajar. Dia memiliki usaha kecil-kecilan bersama adiknya. Yakni usaha asesoris body motor.
Namun, saat siang hari biasa ditinggal untuk main game online, Rising Force Classic. Dari game yang dia mainkan, Rizda mampu memperoleh penghasilan. Istilahnya lebih dikenal dengan sebutan farming.
“Sehari bisa dapat 100 ribu kalau main. Yang penting sesuai target dan kebutuhan saja,” imbuhnya.
Tak jarang lelah juga dirasakannya. Tapi, kalau kecanduan sepertinya tidak. Rizda mengaku terkadang juga bosan dan berhenti bermain. Dia hanya bermain saat ada keuntungan. Misalnya item di dalan game yang bisa dijual.
Rizda mengaku game online berbasis CPU lebih nyaman. Penggunaannya bisa dikendalikan. Berbeda dengan smartphone. Pasalnya, waktu bersama smartphone bisa lebih banyak. Sehingga berpotensi keterusan jika bermain game dengan ponsel pintar.
Penggunaan smartphone harus dikontrol. Bukan saja bermain game, penggunaan fitur lain pun bisa membuat candu. Misalnya penggunaan media sosial. Tanpa kebijaksanaan, hal ini dapat berdampak buruk. Khususnya terhadap kesehatan mental para pengguna.
Harus ada pembatasan dalam melakukan aktivitas melalui smartphone. Pahami fungsinya dan sesuaikan kebutuhan. Jangan sampai kecanggihan teknologi malah merusak pikiran.