Stigma perempuan sebagai makhluk baperan dan tak bisa diandalkan dalam bekerja secara profesional, kini mulai terkikis oleh munculnya pemimpin-pemimpin perempuan yang istimewa. Masda Putri Amelia adalah satu di antaranya.
Girl’s power! Jika dulu perempuan selalu ditempatkan di belakang dan mengurus sebatas ranah domestik, kini, kesetaraan sudah mulai terlihat tanda-tandanya.
Perempuan, dahulu kala diragukan dalam memimpin akibat dilabeli sebagai kaum tidak rasional alias baperan. Saat ini, dunia telah menjadi saksi sebuah perubahan besar. Perempuan tak lagi diragukan kemampuannya.
Di dunia, kita bisa melihat posisi penting yang ditempati Christine Medeleine Odette Lagarde di International Monetary Fund (IMF).
Pengacara hebat asal Perancis yang kemudian menduduki salah satu jabatan paling penting di organisasi dunia PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa).
Lima hari lalu, Lagarde mengumumkan pengunduran dirinya dari IMF yang akan efektif pada 12 September mendatang. Lagarde akan maju sebagai salah satu kandidat presiden European Central Bank.
Di Indonesia, kita punya menteri keuangan perempuan yang membawa Indonesia melewati masa-masa krisis, baik di masa kepemimpinan SBY maupun Jokowi. Siapa lagi kalau bukan Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga tercatat sempat menjabat sebagai Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Apa semua posisi penting itu hanya dimiliki oleh generasi-generasi lama? Sebagai generasi muda, generasi yang disebut sebagai generasi milenial, saya patut berbangga ada perempuan-perempuan muda yang telah berani mengambil posisi penting dalam masyarakat.
Masda Putri Amelia, mahasiswi magister ilmu politik dan pemerintahan di Universitas Gajah Mada tersebut, adalah salah satu anak muda yang terpilih menjadi anggota legislatif Probolinggo pada Pemilu April lalu.
Sebelumnya, perempuan 26 tahun tersebut juga belajar ilmu politik di Universitas Airlangga. Dengan bekal pengetahuan yang cukup tentang politik dan pemerintahan, dia optimistis mampu melaksanakan tugas-tugas legislatif, meski terhitung cukup muda.
Sebagai anak muda yang haus akan ilmu pengetahuan, Masda tidak hanya menimba ilmu dari bangku kuliah, tapi juga pembaca yang terhitung kaffah. Di beberapa kali kesempatan, kami berbincang mengenai buku-buku bacaan.
Dia mengaku bahwa belakangan ini, ada dua jenis buku yang dia baca. Pertama, tentu saja, buku-buku yang berkenaan dengan ilmu politik dan pemerintahan. Yang kedua adalah buku-buku reliji.
Dia mengaku sebagai penikmat tulisan-tulisan Quraish Shihab. Buku terakhir yang dibacanya adalah Dia Di Mana-mana. Selan itu, dia juga sedang tertarik membaca tulisan-tulisan Gus Mus.
“Itu, lagi tertarik Gus Mus. Dua jam sehari (jika sedang membaca).” Ujarnya saat dikonfirmasi melalui media sosial.
Meski tergolong sibuk, Masda terhitung rutin meluangkan waktu untuk membaca. Ia bisa menghabiskan dua jam untuk membaca buku yang sedang dia gemari.
Jika Lagarde dan Sri Mulyani menyandang posisi penting di bidang ekonomi, Masda tak kalah. Dia menjalankan bisnis yang menjadi salah satu penggerak perekonomian di Probolinggo.
Dalam usaha yang dia jalankan bersama keluarga, ada setidaknya 20 pegawai yang ia pekerjakan dan semua adalah perempuan.
Ingin mandiri, Masda juga merintis bisnis kecilnya di bidang busana. Busana yang dia pasarkan merupakan busana berbahan kain etnik. Ini sekaligus upayanya untuk melestarikan budaya.
Nah, Nabs, masih muda dan memegang posisi penting di daerahnya. Jadi, siapa yang masih meragukan kontribusi perempuan di ruang publik?