Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba
Home Cecurhatan

Mengampuni Rayap yang Menghancurkan Kenangan

Abdul Hamid by Abdul Hamid
26/12/2020
in Cecurhatan, Headline
Mengampuni Rayap yang Menghancurkan Kenangan
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan Ke WA

Sabar itu tak berguna. Namun kita semakin tak ada gunanya bila tak bersabar.

Keadaan saya dan Rana begitu terbalik. Saya sedang menunggu kedatangan empat buku baru, sementara Rana sedang kehilangan buku-bukunya dalam satu waktu, kini ia tengah diliputi rasa sedih dan penyesalan. Ia tak kuasa melihat buku-buku miliknya.

Sebagai seorang kekasih, betapa terpukul hati saya mendengar harta berharganya sirna. Buku-bukunya habis dilahap rayap, yang tak pernah diundang untuk membaca buku.

Disebut kehilangan segalanya karena koleksi bukunya merupakan jerih payahnya bertahun-tahun.
Rak buku dan seisinya merupakan buah tabungannya bertahun-tahun. Bagaimana pun, buku-buku itu tak akan tergantikan.

Dengan cara apa pun, kenangan tak bisa kembali dengan mengeluarkan uang. Saya tak bisa berbuat apa-apa. Rana kehabisan kata-kata.
Musibah pada Rana menyiratkan satu kesimpulan, bahwa kenangan begitu mahal. Tak tergantikan. Tak dijual di etalase-etalase toko mana pun.

Sebegitu kejam cara waktu bekerja. Setelah kita mengalaminya, tak bisa kita mengulanginya. Sama seperti ketika buku Rana yang kena tumpahan es teh tempo hari. Waktu sebelum kejadian tak bisa terulang.

Masa sebelum dan setelah buku kena tumpahan itu sudah punya kehidupannya sendiri-sendiri.
Apa sabar akan berguna?
Saya ingin mengatakan kenyataan nan getir: bahwa sabar itu tak berguna. Namun kita semakin tak ada gunanya bila tak bersabar.

Kesabaran tak bisa digunakan untuk mengembalikan masa lalu. Saat bersabar, kita hanya sedang memanggil hati nurani, agar rela disakiti kenyataan yang pahit.

Kegelisahan menandakan pikiran sedang mengendalikan emosi. Pikiran sering mengacaukan ketenangan. Bercabang ke segala memori dan konsekuensi. Menyalahkan diri sendiri, membayangkan masa depan secara berlebihan dibanding bertindak nyata untuk hari ini.

Maka apa yang akan kita pilih, hancur karena bayangan yang diciptakan pikiran, atau mati karena berjuang dengan tindakan yang nyata?

Kematian para ilmuwan dikenang karena tindakan nyatanya. Baik dalam bentuk penemuan konsep berpikir mau pun ke dalam karya yang bisa disentuh. Dunia tidak sedang mengenang Thomas Alfa Edison karena imajinasinya yang membayangkan dunia tak gelap lagi saat matahari terbenam.

Kita membanggakan Almarhum B.J. Habibie karena tindakan nyatanya untuk membangkitkan teknologi dalam negeri.

Meski rayap telah menghancurkan semuanya, masih ada yang tak lenyap. Rana melakukan tindakan yang abadi. Sebab apa yang ia baca dari buku-buku itu, ia konversi jadi tindakan.

Bacaan yang telah kita amalkan hanya bisa direnggut oleh kematian. Tetapi kematian tak akan membunuh tindakan yang sudah menjadi jasa bagi orang lain.

Musibah yang telah menimpa Rana telah memantapkanku, bahwa segala yang berbentuk fisik itu fana. Buku itu fana, pengetahuannya yang abadi. Lembaran kalimat di tiap buku itu hanya abadi ketika diwujudkan dalam perbuatan.

Tujuan membaca buku

Akhir-akhir ini saya menghadapi banyak pekerjaan. Dari yang berkelindan dengan latar belakang pendidikan dan mimpi, hingga yang berseberangan dengan itu semua.

Saya justru semakin melihat banyak tujuan untuk membaca buku.
Tujuan itu melahirkan kategori untuk memilah buku yang akan dibeli. Buku untuk sebatas memenuhi rasa penasaran, buku untuk membangun sikap politik, dan buku yang berguna untuk memproduksi tindakan.

Tujuan terakhir adalah menyangkut bacaan sebagai pedoman untuk meningkatkan kemampuan dalam berkarya, berkomunikasi dengan diri, orang lain, alam, Tuhan, dan aktivitas keseharian semacamnya.

Rana sejatinya tak membutuhkan buku saat ia sudah memahami isinya. Tulisan pada dasarnya hanya alat bantu untuk mengingat. Tetapi bagi pembaca yang sudah tumbuh menjadi “pecandu”, buku yang telah ia beli mengikat dengan dirinya sendiri. Sebagaimana manusia yang telah mengikat dirinya dengan sang kekasih.

Tetapi Rana perlu bangga sekali lagi. Sebab ia punya Papa yang lebih peduli daripada buku-bukunya yang bisu itu. Papa Rana akan membangun ulang “Surga” yang baru. Semoga mendapat surga yang lebih indah….

 

 

Abdul Hamid. Suka nahan pipis. Sekarang sedang berkegiatan di Sekolah SAMIN Odesa Indonesia.

Tags: BukuKenanganrayap

BERITA MENARIK LAINNYA

Hiperrealitas Norma dalam Film KKN Desa Penari
Headline

Hiperrealitas Norma dalam Film KKN Desa Penari

17/05/2022
Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan
Cecurhatan

Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

16/05/2022
Bukan Tutorial Move On Bagi Yang Patah
Cecurhatan

Bukan Tutorial Move On Bagi Yang Patah

15/05/2022

REKOMENDASI

Hiperrealitas Norma dalam Film KKN Desa Penari

Hiperrealitas Norma dalam Film KKN Desa Penari

17/05/2022
Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

16/05/2022
Bukan Tutorial Move On Bagi Yang Patah

Bukan Tutorial Move On Bagi Yang Patah

15/05/2022
MotoGP Mandalika dan Dampak Positif Bagi Perekonomian NTB

MotoGP Mandalika dan Dampak Positif Bagi Perekonomian NTB

14/05/2022
Cegah Pungli dan Gratifikasi, Bapenda Bojonegoro mulai Terapkan Cashless

Cegah Pungli dan Gratifikasi, Bapenda Bojonegoro mulai Terapkan Cashless

14/05/2022
Serba Serbi Akhir Ramadhan Hingga Awal Lebaran

Serba Serbi Akhir Ramadhan Hingga Awal Lebaran

13/05/2022

Tentang Jurnaba - Kontak - Squad - Aturan Privasi - Kirim Konten
© Jurnaba.co All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • HOME
  • PERISTIWA
  • KULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • ALTERTAINMENT
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • TENTANG
  • KONTAK

© Jurnaba.co All Rights Reserved