Bahwa setiap warga negara Indonesia, punya cara mengisi kemerdekaan sesuai tupoksi dan peran masing-masing.
Hari ini, kita peringati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia. Gegap gempita datangnya peringatan tersebut, terlihat nyata seiring dengan tensi Covid-19 yang menurun. Sehingga tidak ayal, aneka perlombaan menyambut hadirnya HUT ke-77 RI semarak diberbagai instansi.
Mulai dari Pemerintah Desa, Kecamatan, hingga Kabupaten/Kota. Pada Lembaga pendidikan juga begitu. Kemeriahan menyambut HUT juga menggema dalam aneka lomba. Bahwa, suasana viralisasi HUT baik lewat sarana flayer, twibbon, dan lainnya berseliweran dijagat maya.
Bicara HUT ke-77 RI, kita sudah merdeka. Maka peringatan ini hakekatnya untuk mengenang kembali, bagaimana para pahlawan dahulu berjuang, dan gugur, demi ingin melihat bangsa Indonesia tidak terjajah secara fisik, melainkan merdeka. Karenanya, bila sudah merdeka, terdapat PR besar bagi kita semua untuk kreatif mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangan oleh para pahlawan.
<span;>Perihal mengisi kemerdekaan, tentu, semuanya kembali kepada kita masing-masing. Artinya, masing-masing dari diri kita memiliki peran dan tanggung jawab yang besar untuk ikut mengisi kemerdekaan ini sebagai buah syukur perjuangan para pahlawan.
Bagi kita di instansi pemerintahan, mengisi kemerdekaan adalah dengan menjadi abdi negara yang baik. Benar-benar memberikan pelayanan maksimal untuk rakyatnya.
Bila kenyataan ideal tersebut belum sesuai idealitas, tentu dikemerdekaan ini perlu kita rubah. Sisihkan lengan tangan, dan segera berubah. Agar pengertian kemerdekaan ini memiliki kesan apik terhadap masyarakat, oleh kerahaman pelayanan terhadap keperluan administratif yang menjadi hajat publik.
Bagi seorang yang memiliki profesi sebagai pendidik, baik di sekolah dan PT, mengisi kemerdekaan adalah bagaimana kita kreatif dalam mentransmisikan keilmuan kepada murid dan mahasiswa. Terlebih, tema apik telah diusung untuk memperingati HUT ke-77 RI. Yakni, “Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat.”
Hadirnya tema di atas bukan tanpa alasan. Hal itu sebagaimana disampaikan Nadiem Anwar Makarim dalam sambutan pada upacara peringatan HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2022, bila semangat tersebut harus melalui upaya menggalang persepsi untuk bersama-sama melalui presidensi G20 tahun 2022, kita sukseskan peran Kemendikbudristek yang ingin menggalang kolaborasi global untuk bergotong royong memulihkan dan membangkitkan sistem pendidikan.
Tentu, untuk mewujudkan hal tersebut, butuh uluran banyak tangan. Dan tangan para pendidik agar trampil melakukan kreasi, inovasi mengajar melalui Kurikulum Merdeka dan platform Merdeka Mengajar sangat diharapkan. Karena, proses pembelajaran tersebut berpihak kepada murid.
Alhasil, ketercapaian pendidikan dengan luaran meningkatnya IPM menjadi nyata. PR-nya adalah, kembali lagi kepada pendidik. Mau atau tidak meng-update keilmuannya menjadi pendidik yang amanah dalam menyalurkan ilmunya.
Bagi kita yang menjadi pelajar dan mahasiswa. Di kemerdekaan ini, juga perlu merenung dan ambil peran. Pelajar dan mahasiswa sebagai penerus generasi mendatang, perlu semangat memperbaiki diri. Salah satunya dengan rajin belajar.
Telah banyak cerita para orang tua sekarang yang “getun” oleh situasi dan kondisi belum memungkinkan mencapai jenjang pendidikan yang tinggi di masanya. Harapannya hanya satu, jangan sampai anaknya-yang tidak lain pelajar dan mahasiswa- mengalami nasib yang sama.
Oleh karena itu, pelajar dan mahasiswa harus merenung, bila semangat orang tua dalam membiayai anaknya dalam belajar, jangan sampai disalahgunakan. Belajar dengan baik dan jadilah pelajar atau mahasiswa yang membanggakan para orang tua.
Jika hal itu tidak terwujud, pelajar dan mahasiswa hari ini nyata menyia-nyiakan amanah orang tua untuk fokus belajar di tengah mereka banting tulang, penuh keringan, dan terik matahari, guna mencarikan biaya anaknya yang hari ini menjadi pelajar dan mahasiswa untuk fokus, fokus, dan fokus belajar.
Bagi kita orang tua, mengisi kemerdekaan adalah dengan memberikan yang terbaik untuk keluarga dan anak. Hanya saja, ketercukupan ini bukan dimaknai bahwa semua “hal” dituruti. Karena sudah banyak kasus yang terjadi, bila kemudian semua kebutuhan anak tercukupi, dan tanpa memperhatikan sisi edukasi, sepertinya, semangat berusaha zero.
Karena, tanpa usaha saja, keinginannya bisa tercapai. Lalu, bila mental-mental demikian dimiliki generasi kekinian, mau seperti apa masa depannya? PR-nya kemudian, mau atau tidak orang tua masa kini memperkenalkan kepada keluarga dan anaknya agar mau menjadi pekerja keras!
Atau hanya ingin menikmati enaknya saja, dan tidak mau berusaha? Istilah Jawa mengatakan, “gelem nongko ora gelem pulute”. Mana mungkin! Kecuali membeli secara instan nangka yang ingin dimakan.
Bagi segenap aparat, baik TNI dan Polisi, kepercayaan melindungi dan mengayomi harus nyata kepada masyarakat. Bagi para jaksa, ketajaman bidang hukum perlu proporsional.
Runcing kepada yang melakukan kesalahan dengan tanpa pandang bulu. Adapun untuk insan pers, tetaplah menjadi insan pers yang mencerdaskan masyarakat dengan berimbang. Serta, tetap menjadi insan terdapat pengawal hoax yang mudah masuk, alias klunting, pada notifikasi gadget kita masing-masing.
Akhirnya, selamat mengisi kemerdekaan ini dengan penuh semangat dan ikut berkontribusi melalui peran-peran terbaik kita. Merdeka, Merdeka, Merdeka, dan jayalah Indonesia. Amin ya rabbal ‘alamin.
Penulis adalah Mahasiswa Doktor UIN Walisongo Semarang, Dosen Prodi PAI dan Anggota LPPM UNUGIRI Bojonegoro, Pengurus PC Majelis Alumni IPNU Bojonegoro, dan Pengurus PAC ISNU Kecamatan Balen.