Tinjauan ilmiah berbasis literatur tentang Mojoranu. Wilayah yang kini dikenal sebagai Kecamatan Dander.
Mojoranu saat ini adalah sebuah desa yang secara administratif masuk wilayah Kecamatan Dander, berjarak 8 km arah selatan Kota Bojonegoro.
Di dalam folklore (legenda rakyat) yang berkembang di tengah Masyarakat Mojoranu dan sekitarnya, dipercaya bahwa pada abad ke 19 M, desa ini dahulunya adalah sebuah pusat kabupaten, dengan nama Kabupaten Mojoranu.
Cerita ini diperkuat dengan banyaknya peninggalan Sejarah yang masih bisa kita temui hingga saat ini. Di antaranya Makam Keradenan, Situs Migit (Missigit/Masjid)Situs Balai Kambang (Masuk Wilayah Desa Bendo) Situs Penjara, Makam Solopekik, Makam Gedong (Masuk Wilayah Desa Ngraseh) Makam Adipati Haryo Matahun (Masuk Wilayah Desa Ngraseh) dan masih banyak lagi yang lainnnya.
Mengacu pada peta tahun 1853 M, wilayah Desa Mojoranu sangatlah luas. Meliputi Desa Ngraseh dan Desa Bendo saat ini. Maka tak heran jika kemudian banyak situs peninggalan sejarah yang terkait dengan Mojoranu tersebar di wilayah kedua desa tersebut.
Mojoranu sebagai pusat pemerintahan dari sebuah kabupaten, pada suatu masa bisa jadi memang benar adanya. Namun, terkait nama Kabupaten Mojoranu di Wilayah Bojonegoro pada masa itu, mungkin harus dilakukan penelitian lebih lanjut akan kebenarannya.
Satu-satunya literatur sejarah yang menceritakan tentang keberadaan Kadipaten Mojoranu adalah Buku Bunga Rampai Sejarah Bojonegoro yang ditulis oleh R.Soeparmo pada 1972 – 1973 M.
Dikisahkan bahwa pada tahun 1824 di Bojonegoro ada 3 Kabupaten yaitu kabupaten Padangan dengan RT. Prawirodigdo sebagai bupatinya, yang kedua adalah Kabupaten Baureno dengan RT. Honggowikromo sebagai bupatinya, dan Kabupaten Mojoranu dengan RT. Sosrodiningrat sebagai Bupatinya.
Selanjutnya pada tahun 1826 M, Belanda ingin menyatukan ketiga Kabupaten tersebut menjadi satu kabupaten dengan pusat Kabupaten di Rajekwesi,akan tetapi saat tiga Bupati di undang oleh belanda untuk membicarakan hal tersebut di Padangan, Bupati Mojoranu RT. Sosrodiningrat justru bepergian ke Cabean (sekarang masuk wilayah Nganjuk).
Hal ini tentu menjadikan pihak Belanda kecewa sekaligus marah kepada RT. Sosrodiningrat, maka dicari carilah alasan hingga akhirnya terjadi konflik dan peperangan antara Kabupaten Rajekwesi yang didukung oleh Belanda dengan Kabupaten Mojoranu yang saat itu untuk sementara waktu di pimpin oleh R.Sosrodilogo (putra RT.Sosrodiningrat) dan Demang Sumodirjo sebagai Patihnya.
Singkat cerita, Sosrodilogo dapat menduduki Rajekwesi. Sampai kemudian RT. Joyonegoro yang saat itu menjabat sebagai Bupati Rajekwesi, dengan dibantu oleh pihak Belanda, kembali melakukan penyerangan dan akhirnya bisa kembali menguasai Rajekwesi. Lalu memindahkan Pusat Pemerintahan menuju ke Desa Kebogadung (Pusat Pemerintahan Bojonegoro saat ini).
Tinjauan Ilmiah dan Literatur
Untuk mengukur kebenaran tentang cerita dari Raden Soeparmo pada buku tersebut, yang menyebutkan bahwa Kabupaten Mojoranu adalah salah satu Kabupaten Vasal yang ada di wilayah Bojonegoro saat itu, ada baiknya kita meninjau kembali data-data sejarah yang berkaitan dengan Kabupaten Jipang pada kisaran sebelum dan sesudah tahun 1824 M. Dari sini akan terlihat kebenaran ilmiah dari folklore di atas.
Dalam Inggris di Jawa 1811-1816 karya Peter Carrey, sebuah buku tafsir dari Serat Panular, menerangkan bahwa pada saat wilayah Kesultanan Jogja dianeksasi Pemerintah Inggris, Sultan dipaksa membagi Kabupaten Jipang menjadi 5 bagian :
1.Kabupaten Jipang Panolan (dengan Bupati RT. Notowijoyo II)
2.Kabupaten Jipang Kepadangan (dengan Bupati RT. Malangnegoro)
3.Kabupaten Jipang Rajekwesi (dengan Bupati RT. Sosrodiningrat II)
4.Kabupaten Jipang Pasekaran (dengan Bupati RT.Notodiwiryo)
5.Kabupaten Jipang Bauwerno (dengan Bupati RT. Prawirosentiko).
Dalam Buku tersebut juga dijelaskan, bahwa RT. Sosrodiningrat II adalah saudara kandung dari RT. Sosrodilogo (Bupati Tandingan Rajekwesi Tahun 1827-1828 M), di mana keduanya adalah merupakan putra dari RT. Sosrodiningrat I yang juga merupakan Seorang Bupati di Rajekwesi sampai kewafatannya pada 1807 M.
Dari data yang ada di atas nampak jelas bahwa secara literatur, Kabupaten Mojoranu yang dimaksud Raden Soepomo adalah Kabupaten Jipang Rajekwesi, yang bisa jadi memang pada awalnya berada di wilayah Desa Mojoranu dan kemudian hari, saat RT. Purwonegoro menjabat sebagai bupati, pusat kabupaten digeser ke wilayah Desa Ngumpak Dalem.
Hal ini merujuk pada Almanak Belanda tahun 1826 M, dimana Nama Kabupaten Jipang tidak lagi digunakan dan sebagai gantinya, pihak Belanda menggantinya dengan sebutan Kabupaten Rajekwesi.
Adapun pendapat yang menyatakan bahwa pada tahun 1824 M ada tiga kabupaten di Wilayah Bojonegoro, sepertinya tentu kurang tepat. Sebab, jika merujuk almanak tahun 1821-1825 M, tidak ada nama Kabupaten Mojoranu di dalam Karesidenan Rembang, yang ada adalah Kabupaten Jipang.
Dan Bupati yang menjabat saat itu juga bukan RT. Sosrodiningrat melainkan RT. Purwonegoro (Menantu RT. Malangnegoro Padangan), dan baru kemudian di tahun 1827 M, beliau digantikan oleh putranya yang bernama RT. Joyonegoro yang merupakan Bupati terakhir Rajekwesi dan Bupati pertama Kabupaten Bojonegoro.