Aku, kau, ataupun dia sama-sama pandainya. Kita semua pandai merapal cita-cita. Dan hanya itu yang kita bisa.
Seringkali dia membaca sebuah perubahan. Mengamati keadaan, hingga kisah inspiratif seseorang. Dari yang hidupnya mapan, hingga tak mapan-mapan amat. Entah, begitu pula kebiasaannya.
Selain dianggap sebagai pakar intelektual di jalur pergerakan. Dirinya juga menekuni dalam setiap proses di organinasi. Dari ikatan hingga organisme pergerakan. Tak ayal, jika Rian Adi Kurniawan ini menggondrongkan rambutnya.
Menjabat sebagai Mantan Ketua Rayon PMII Raden Raku Sunan Giri. Dirinya juga melecit meninggikan jabatannya. Entah dari mana dirinya bisa begitu. Setelah jabatan ketua rayon selesai. Menurut cerita riwayat warkop Mbak Ul. Rian juga menjabat Ketua Komisariat PMII Sunan Giri.
Sosok pemimpin yang namanya sudah melambung. Memang, dia tak melambung di kalangan pejabat publik. Tapi, namanya melambung di langit dan planet tertentu. Tak heran, Rian sering membaca. Membaca keadaan, ataupun alasan.
Ketika saya ngecek akun sosmednya. Di akunnya tertera ‘pengamat luas hutan’ (Alasanmu). Memang, sosok seperti Rain ini sering menjadi idaman cewek-cewek. Na’asnya, dia saat ini sedang dilema hatinya.
Rambut grondong menjadi prinsip. Kalau dulu, dia sering mendongengi saya. Tentang proses pergerakan. Lagaknya kayak tahu tentang kehidupan saja. Dulu saya juga mantuk-mantuk. Wajar adik tingkat.
Jika boleh bercerita, pasti boleh. Karena kali ini bebas gojloki secara elegan. Kalau bahasa kerennya. Nggojlok secara intelektual, wqwqwq. Sebagai ketua kelompok KKN. Kawan-kawanya sering menanggilnya ‘Kom’.
Hanya karena tiru-tiru saja. Tidak banyak yang tahu latar belakangnya Rian Adi Kurniawan. Pria gondrong nan gagah, pandai berbicara dan gagal urusan cinta. Kenapa saya bilang gagal. Sempat jatuh cinta, tapi tak pernah tepat untuk menyatakannya.
Bukan karena apa-apa, saya bilang begitu. Dia sering senyum-senyum sendiri saat memandangi gadget-nya. Seakan rasa dan asmara ada dalam gawai yang dia pegang itu.
Tulisan-tulisan yang dibacanya sungguh amat mencengengkan. Idealisme-nya mungkin turun ditelan rasa dilema cinta. Dulu tangan kirinya sering diangkat di simpang jalan. Kini rasa cintanya sering dijunjung tinggi melebihi tangan kirinya.
Alat pengeras suara dalam kamarnya sungguh berdebu. Dulu yang sering berteriak menghadap birokrat. Saat ini, suara lantang hilang sekejap. Jika seseorang sudah kenal cinta, apa hatinya sudah tak ada amarah lagi?
Harimau kini berubah menjadi kucing, aumannya semakin mengecil. Ada tembok yang membatasinya. Entah sistem atau hatinya. Tak mungkin, jika Rian luluh dengan sistem ini.
Mungkin hatinya sudah kosong. Berkali-kali mendekati perempuan dinyatakan gagal. Hatinya sudah didiskualifikasi. Jika boleh ngasih saran. Dia harus berdekatan dengan orang yang pandai soal meluluhkan perempuan.
“Lha wong baturane Rudi karo Joko, yo ra mashok blass.” Dua orang itu sama-sama gagal bercinta. Selain pernah patah, hingga tak bisa disambung lagi. Mereka juga pernah jatuh. Hingga tak bangun lagi, alias Ndempok.
Sebenarnya dia tak salah dalam berteman. Hanya saja, kurang tepat dalam percintaan. Tak usah dibuat susah. Tanpa adanya dia yang selalu janji setia. Kini ada dirimu sendiri yang pandai merapal cita-cita.