Sunyi dan senyap. Hal itu sangat terasa di peringatan ulang tahun Persibo Bojonegoro ke-71. Kalaupun ada keramaian, itu terjadi di media sosial macam Facebook dan Instagram. Selebihnya, landai-landai saja.
Tiap 12 Maret, Persibo Bojonegoro memang memperingati hari kelahirannya. Laskar Angling Dharma didirikan pada 12 Maret 1949 silam. Menurut sejarahnya, Persibo dibentuk atas prakarsa Bupati Bojonegoro saat itu, Raden Temenggung Sukardi.
Sebagai salah satu klub sepakbola tertua di Jawa Timur, berbagai catatan manis melekat pada Persibo.
Ia jadi salah satu klub yang mampu meraih gelar juara di berbagai divisi. Satu-satunya gelar juara yang belum pernah dicicipi oleh Persibo adalah divisi tertinggi atau sekarang setara Liga 1.
Dengan catatan yang cukup mentereng, Persibo layak jadi kebanggaan warga Bojonegoro. Bahkan, tak berlebihan jika menyebut Persibo sebagai ikon Kabupaten Bojonegoro.
Sayang beribu sayang, geliat dan gairah warga Bojonegoro terhadap Persibo makin meredup. Dalam 2 musim terakhir, jumlah penonton yang datang langsung ke Stadion Letjen H. Sudirman makin berkurang.
Berkurangnya jumlah penonton yang datang ke stadion dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah prestasi yang jauh dari harapan. Itu ditambah dengan buramnya masa depan Persibo.
Akibat tidak jelasnya masa depan Persibo, perayaan ulang tahun Persibo ke-71 tahun ini nampak hambar. Hanya ada ucapan sederhana lewat medsos atau acara-acara yang tak kalah sederhana lainnya yang diadakan para suporter.
Suporter punya harapan yang sangat tinggi terhadap Persibo. Setelah kembali tampil di kompetisi resmi PSSI pada 2017, para suporter berharap agar Persibo bisa langsung naik kasta. Hal yang tak terlaksana karena The Giant Killer langkahnya terhenti di babak 8 besar babak nasional.
Prestasi Persibo kemudian menukik tajam pada musim 2018 dan 2019. Jangankan promosi ke Liga 2, lolos dari babak grup Liga 3 regional pun tak mampu.
Jebloknya prestasi dalam 2 tahun terakhir membuat Persibo seperti jadi pesakitan. Suporter kecewa. Pemkab kehilangan kepercayaan. Lengkap sudah.
Tahun kemudian berganti ke 2020. Ada momentum untuk memperbaiki Persibo Bojonegoro. Namun lagi dan lagi, momentum yang ada tak digunakan oleh semua stakeholder untuk membuat Persibo jadi lebih baik.
Suporter pun kemudian terkejut ketika mendengar bahwa ada surat dari Askab PSSI Bojonegoro yang berisi pelimpahan kepengurusan Persibo. Secara sederhana, surat tersebut berisi rencana pengembalian Persibo dari manajemen yang diketuai oleh Abdullah Umar, ke Pemkab Bojonegoro.
Kabar ini membuat heboh. Pasalnya informasi tersebut datang sehari setelah batas akhir pendaftaran klub Liga 3 Jatim 2020. Konon, Persibo sudah mendaftar. Namun, belum jelas apakah Persibo mendaftar sebagai klub professional atau amatir.
Ketidakjelasan nasib Persibo Bojonegoro berdampak langsung terhadap para suporter yang setia menunggu. Ada yang siap memboikot, ada yang siap mendukung Persibo dengan kondisi apapun, dan ada juga yang tak peduli sama sekali.
Merawat klub bersejarah seperti Persibo Bojonegoro memang tak mudah. Selain dana yang cukup untuk mengarungi kompetisi, dukungan dari seluruh stakeholder juga sangat dibutuhkan.
Bukan bermaksud untuk menggurui. Tapi, jika semua stakeholder masih belum bisa bersatu, jangan harap Persibo bisa menunjukkan prestasi gemilang dan mengharumkan nama Bojonegoro seperti satu dekade yang lalu.
Persibo punya potensi yang sangat besar untuk jadi “promotor” Kabupaten Bojonegoro. Nama Bojonegoro bisa dikenal lewat Persibo. Hal itu sudah pernah terjadi dan tentunya bisa diulangi.
Orang-orang tak hanya berbicara tentang soto ketika ditanya soal Lamongan. Ada Persela yang jadi bahan perbincangan di dalamnya. Malang pun akan terus diasosiasikan dengan Arema, layaknya Bandung dan Jawa Barat yang selalu beriringan dengan Persib.
Berpendapat atau memberi saran untuk kebaikan Perisbo itu memang lebih mudah daripada mewujudkannya. Namun jangan salah, itu adalah satu cara untuk merawat eksistensi Persibo Bojonegoro.
Intinya, seluruh suporter dan pencinta Persibo tentu ingin segera melihat Laskar Angling Dharma tampil di atas lapangan kembali. Tak hanya sekadar jadi bahan obrolan di medsos atau warung kopi yang sunyi.