Kita bisa menyadari bahwa rasa sepi akan hinggap dalam kehidupan kita. Dan yang menjadi obat ampuh dari perasaan itu adalah, mulai menerima.
Masalah utama yang menjadi lazim di usia lanjut barangkali adalah kesepian. Ia menjadi kawan istimewa, yang mau tak mau, perlu dilalui dalam tahap kehidupan manusia.
Sayangnya, memasuki fase itu tidak benar-benar mudah bagi kebanyakan orang. Ada yang dalam membayangkannya saja bahkan tak sanggup, apalagi menjalaninya sekuat tenaga.
Namun kau tahu, ternyata perasaan sepi tidak sepenuhnya menimpa kalangan orang-orang tua. Survei BBC pada 2018 justru mengatakan, usia muda (16-24 tahun) mengalami perasaan sering atau sangat sering kesepian.
Mereka ditimpa sebuah peristiwa hidup di mana untuk bisa bergumul dan bergaul dengan teman-teman rasanya susah. Ada jarak yang musti tercipta akibat kesibukan lain, seperti tugas kuliah, beban kerja, atau tantangan lainnya.
Imbasnya tak sedikit yang mengalami galau tak berkesudahan. Ada pula yang terlempar pada fase quarter life crisis alias galau menjelang usia seperempat abad.
Sayangnya pula, kegamangan atas rasa sepi ini, lanjut riset BBC, berimbas pada memburuknya keterampilan sosial seseorang. Dengan kata lain, individu yang merasa sepi, cenderung sulit memahami kondisi atau situasi orang lain.
Dalam artikel berjudul The surprising truth about loneliness itu, disebut bahwa ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi situasi itu, disebabkan ada perasaan khawatir akan menyinggung perasaan mereka.
Namun tenang, dalam riset yang sama juga menyebut jika orang-orang kesepian memiliki tingkat empati yang tinggi dibanding orang-orang lainnya. Mungkin hal itu disebabkan solidaritas-senasib-sekesepian yang dipikul dari individu tersebut.
Dapat dimaklumi belaka, sebab perasaan sepi terkadang terasa menyesakkan dan menyakitkan. Ia seperti sebuah ruang kosong yang hanya dihuni oleh seseorang. Dan di sana, jangan harap ada yang bisa menolong.
Kendati begitu, orang-orang di kalangan tua justru tidak merasa sepi. Mungkin kata kunci yang mereka terapkan adalah kekuatan menerima, dan mampu memaklumi kondisi yang diekspektasikan.
Sementara sebuah riset lain dari Dilip Jeste, neuropsikiatrik dari UC San Diego menyebut tiga fase hidup di mana manusia merasa sangat sepi.
Pertama di usia 20 tahunan, sebab pada fase itu seseorang memilih keputusan penting bagi hidup. Dan itu berimplikasi pada perasaan bersalah akibat, mungkin, tidak bisa sesuai dengan pencapaian orang lain.
Kedua di usia 50 tahunan. Pada usia itu seseorang dilanda sepi, karena dilanda krisis paruh baya dan mulai memikirkan kematian. Selain itu kesehatan juga menjadi tema penting yang mendarat rapi dalam pikiran.
Sedangkan yang ketiga, di akhir usia 80 tahunan. Jeste mengira di fase ini usia puncak orang-orang merasa sepi. Penyebabnya, beban usia tua, penyakit yang diderita, hingga dilema atas meninggalnya orang-orang terdekat.
Dari perbedaan jumlah kalangan mana yang mengidap rasa sepi tersebut, sebaiknya memang tidak menjadi persoalan serius. Hanya, kita bisa menyadari bahwa rasa sepi akan hinggap dalam kehidupan kita. Dan yang menjadi obat ampuh dari perasaan itu adalah, mulai menerima. Percayalah itu, kau tahu, begitu melegakan.