Manajemen Persibo boleh-boleh saja melempar wacana merger dan menjadikan Bali United sebagai role model. Namun, apakah manajemen sudah membuat perencanaan yang matang?
Sejarah sepakbola Indonesia tidak bisa dilepaskan dari isu merger, akuisisi, atau bahkan jual beli lisensi klub. Sejumlah klub sepkabola Indonesia pun lahir dan menuai prestasi dari konsep merger. Lalu, seperti apa sejarah merger di persepakbolaan Indonesia?
Wacana merger atau akuisisi klub oleh manajemen Persibo terus didengungkan. Perdebatan suporter Persibo mengenai hal ini pun terus terjadi. Ada yang setuju karena sudah tak betah melihat Laskar Angling Dharma di Liga 3. Ada pula yang menolak karena takut kehilangan identitas dan sejarah panjang Persibo.
Manajemen bahkan mengaku sudah berkomunikasi dengan beberapa klub Liga 2 untuk memuluskan langkah ini. Meskipun, saat ditanya klub mana yang sudah diajak bicara untuk merger, manajemen selalu berkilah dengan kata ‘rahasia’.
Merger atau akuisisi klub memang bukan barang baru di persepakbolaan Indonesia. Beberapa klub di kasta tertinggi sepakbola Indonesia merupakan hasil merger atau akuisisi klub. Contohnya Bali United, Bhayangkara FC, PS Tira-Kabo dan yang terbaru adalah Badak Lampung FC.
Menurut regulasi, sah-sah saja melakukan merger atau akuisisi klub. Ini semua sudah diatur dalam statuta FIFA yang merupakan induk olahraga sepakbola di dunia.
Pasal 4 ayat 4 dalam statuta FIFA mengatur soal lisensi klub. Menurut pasal tersebut, lisensi klub boleh diperjualbelikan dengan beberapa catatan khusus.
Lisensi boleh diperjualbelikan asal klub mengalami kebangkrutan atau masa pembubaran. Namun, lisensi dari sebuah klub tidak boleh diperjualbelikan jika sudah resmi bermain di sebuah kompetisi atau turnamen.
Berdasarkan pasal tersebut, manajemen Persibo punya peluang untuk merger atau akuisisi klub sebelum kompetisi resmi Liga 2 bergulir. Jika benar-benar ingin mewujudkan wacana merger, manajemen Persibo harus mulai berburu klub Liga 2 yang mengalami kesulitan finansial atau mencari klub yang bersedia menjual lisensinya.
Bali United dan Contoh Keberhasilan Merger Klub
Bali United adalah contoh keberhasilan dari sebuah merger atau akuisisi klub. Dulunya, klub ini bernama Persisam Putra Samarinda. Lisensi klub Persisam lalu dijual kepada sejumlah pengusaha pada 2015 lalu. Kemudian nama klub diganti dari Persisam Putra Samarinda jadi Bali United.
Uniknya nih Nabs, Persisam Putra Samarinda sendiri adalah hasil merger lain. Klub tersebut adalah hasil peleburan dari Persisam Samarinda dan Putra Samarinda. Persisam dulu tampil di ajang Perserikatan. Sedangkan Putra Samarinda merupakan klub yang berkompetisi di Galatama.
Bali United kemudian jadi klub professional yang wara-wiri di papan atas klasemen Liga 1 Indonesia. Puncak prestasi Bali United terjadi di musim 2019. Mereka sukses jadi kampiun Liga 1 Indonesia.
Selain sukses di dalam lapangan, klub berjuluk Serdadu Tridatu ini juga berhasil mencatatkan sejumlah prestasi gemilang di luar lapangan. Mereka jadi klub Indonesia pertama yang melantai di pasar bursa saham. Lini bisnis Bali United pun berkembang dengan pesat.
Selain Bali United, ada beberapa klub hasil merger atau akuisisi yang menuai prestasi. Seperti Sriwijaya FC dan Bhayangkara FC. Sriwijaya FC yang dulunya bernama Persijatim Solo FC ini pernah meraih 2 gelar Liga indonesia dan 3 trofi Piala Indonesia. Sementara Bhayangkara FC tercatat sebagai jawara Liga 1 Indonesia musim 2017.
Bali United, Sriwijaya FC, atau Bhayangkara FC jadi contoh dari keberhasilan merger atau akuisisi klub di Liga Indonesia. Jika dilakukan secara cermat dan terencanakan dengan baik, prestasi membanggakan bisa diraup.
Jadi, kunci utamanya adalah perencanaan yang matang. Sebelum berani membeli lisensi klub yang kastanya lebih tinggi, perencanaan yang baik harus disiapkan. Mulai dari finansial yang sehat dan kuat, hingga dukungan penuh dari semua stakeholder.
Manajemen Persibo tentu boleh-boleh saja melempar wacana merger dan menjadikan Bali United sebagai role model. Namun apakah manajemen sudah membuat perencanaan yang matang? Tanpa perencanaan yang matang, merger tak akan punya dampak positif untuk jangka panjang.