Awal Oktober 2025, tepatnya tanggal 2 dan 3 dilanjutkan 09 dan 10, mahasiswa mata kuliah Jurnalistik Prodi PAI Unugiri telah menyelesaikan materi menulis berita bertutur (feature) bertema “Kelas Jurnalisme Berita Bertutur”, menghadirkan praktisi jurnalis nasional.
Kini pada pertemuan berikutnya, mahasiswa juga dihadirkan lagi Editor in Chief Jurnaba, A. Wahyu Rizkiawan yang sejak lama mengembangkan kurikulum Jurnalisme Kearifan Lokal (Keloka Journalisme), sebagai satu instrumen penelitian etnografi.
Baca Juga: Keloka, Kearifan Lokal sebagai Pilar Pendidikan
Perihal latar belakang mengapa materi ini diberikan, wilayah akademis bukan sekadar penguasaan teori disiplin ilmu yang dipelajari. Lebih dari itu, mahasiswa yang mendatang selain menjadi guru PAI, dan itu satu profesi, selayaknya dibekali keterampilan tambahan.
Salah satunya adalah menulis. Jika keterampilan menulis ini dikuasai, mahasiswa PAI pasca lulus tidak sekadar memiliki satu profesi –guru, tetapi ada tambahan profesi, yakni penulis.
Terhadap menulis yang diperkenalkan bukanlah yang jauh dari pemahaman para mahasiswa. Melainkan yang dekat keseharian mereka. Mereka lahir, hidup, tidur, dan kumpul bersama keluarga di sebuah tempat bernama desa.
Hal yang unik adalah, mayoritas dari mahasiswa belum memahami asal usul desa serta dusun yang mereka diami selama bertahun-tahun.
Arti Desa
Meminjam terminologi KBBI, desa adalah kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri atau dikepalai oleh seorang kepada desa.
Kehadiran mahasiswa dari berbagai desa yang ada di Bojonegoro, Blora, dan Tuban, akan menjadi menarik bila sejarah –desa hingga dusun, diketahui asal usulnya. Oleh sebab inilah, kelas jurnalisme kearifan lokal hadir. Yaitu, mengabadikan sejarah desa yang mereka tempati agar bisa diketahui asal usulnya secara pasti.
Ketika sejarah desa sudah ada, dan kemudian terdokumentasi menjadi karya buku, tentu itu akan menjadi data primer bagi siapa saja yang ingin mendalami kearifan lokal setempat.
Jika demikian, sumbangsihnya luar biasa. Mahasiswa yang menulis menjadi pengabadi sejarah desanya yang selama ini dikebirikan. Dibiarkan. Bahkan, tidak dianggap penting oleh orang yang hidup di desa tersebut.
Lulusan Berkualitas
Pembekalan menulis kearifan lokal kepada mahasiswa PAI Unugiri, hakikatnya juga ingin mempersiapkan lulusan berkualitas. Terlebih menurut Sutrisno dan Suyatno (2015: 112-113), lulusan yang berkualitas itu akan melahirkan karakter pribadi yang positif.
Salah satunya adalah percaya pada kemampuan sendiri; di samping memiliki pola pikir yang lebih logis dan ilmiah, juga terbiasa bekerja keras, serta tahan mental dalam menghadapi kesulitan.
Jika kemudian ditarik kepada keterampilan menulis, percaya pada kemampuan yang telah dianugerahkan oleh Allah Swt dan tertanam dalam diri adalah modalitasnya.
Bambang Trim (2018:32) pun, menyebut modalitas pancaindra dengan VAKOG, akronim dari visul (penglihatan), auditory (pendengaran), kinesthetic (gerak), olfactory (penciuman) dan gustatory (perasaan/pengecap). Normalitas pancaindra ini adalah modalitas menulis, kata penulis buku “Menulis Saja: Insaflah Menulis sebelum Menulis itu Dilarang”.
Terlebih, menulis itu adalah keterampilan. Kita dikata terampil dalam melakukan sesuatu, itu tidak hanya berhenti sekali melakukannya. Melainkan dilakukan berkali-kali, hingga lahirlah kemahiran diri.
Akhirnya, selamat mengikut kelas jurnalisme kearifan lokal dengan penuh semangat. Amin.
*Penulis Adalah Dosen Prodi PAI Unugiri.








