Pemilihan kepala desa (pilkades) merupakan salah satu aspek dari demokrasi desa. Jika pilkades via daring, maka bagaimana orientasinya?
Demokrasi desa merupakan pengejawentahan atas nilai, asas, serta implementasi praktik demokrasi di tingkat desa.
Berdasar penjelasan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Tambahan Lembaran Negara No. 5495) bahwa pemilihan kepala desa sebagai bagian dari demokrasi desa mengamanatkan supaya Kepala Desa dipilih secara langsung oleh dan dari penduduk Desa berdasarkan persyaratan tertentu.
Demokrasi di tingkat desa harus dilaksanakan secara akuntabel, profesional, berjiwa gotong royong, mengedepankan persatuan masyarakat, serta menjamin terlaksananya praktik yang bersifat substantif.
Oleh karena itu, pemilihan kepala desa sebagai bagian dari demokrasi desa harus dilaksanakan secara professional serta mengikuti perkembangan teknologi.
Perkembangan teknologi menjadi hal yang tidak dapat dipungkiri saat ini.
Terlebih adanya gagasan revolusi industri 4.0 yang telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Salah satu aspek kehidupan masyarakat yang terpengaruh oleh perkembangan teknologi adalah terkait pelaksanaan kebijakan publik.
Perkembangan teknologi menuntut kebijakan publik dilaksanakan dengan mengedepankan inovasi yang dapat diubah serta diperbaiki sesuai dengan perkembangan teknologi.
Dalam hal ini, inovasi dalam penyelenggaraan pemilihan kepala desa sudah seyogianya menyesuaikan dengan perkembangan teknologi.
Perkembangan teknologi informasi saat ini membawa perubahan yang signifikan bagi kehidupan manusia sehingga praktik demokrasi di tingkat desa terutama pemilihan kepala desa diharuskan untuk mengikuti perkembangan teknologi.
Perkembangan teknologi dalam pemilihan kepala desa dapat dilakukan dengan inovasi berupa penggunaan Electronic Voting (E-Voting).
Electronic Voting (E-Voting) merupakan metode pemungutan suara dan penghitungan suara dengan menggunakan sistem dan perangkat elektronik.
Electronic Voting (E-Voting) berpotensi menjadi pilihan dalam proses demokrasi mendatang baik di level pusat, daerah, hingga pada level desa.
Hal ini didasarkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 147/PUU-VII/2009 yang menegaskan bahwa secara expressive verbis dalam UUD NRI 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya tidak terdapat larangan terhadap penggunaan Electronic Voting (E-Voting).
Meski begitu, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 147/PUU-VII/2009 menegaskan bahwa meskipun penggunaan Electronic Voting (E-Voting) berpotensi digunakan dalam desain demokrasi ke depan, terdapat beberapa parameter yang harus dipenuhi dalam metode Electronic Voting (E-Voting) yaitu:
Pertama, Electronic Voting (E-Voting) tidak boleh melanggar asas pemilu, yakni jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Kedua, teknologi informasi harus sudah siap untuk digunakan dan tidak membuat pelaksanaan pemilu menjadi lebih rumit (applicable).
Ketiga, sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki penyelenggara pemilu pun harus sudah siap, dibarengi dengan masyarakat yang harus sudah melek dan paham teknologi, keempat, pembiayaan terkait metode Electronic Voting (E-Voting) harus efektif, efisien, dan proporsional sehingga tidak berpotensi menimbulkan kerugian negara baik pusat maupun daerah.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa metode Electronic Voting (E-Voting) potensial untuk diterapkan asalkan terpenuhi empat parameter di atas.
Tulisan ini berupaya mengagaskan penggunaan metode Electronic Voting (E-Voting) dalam pemilihan Kepala Desa di Kabupaten Bojonegoro.