Komika Pandji Pragiwaksono kembali menjadi sorotan karena konten Youtube Channelnya. Bukan karena dia bahas Prabowo versus Jokowi. Tapi ini soal kucing. Kucing yang dikatain gembel dan diperlakukan semena-mena.
Bagi pecinta satwa, ini masalah serius. Bahkan Garda Satwa Indonesia dan Animal Defenders, dua organisasi pecinta satwa, menilai konten Youtube Pandji berlebihan dan tidak mendidik.
Materi stand up Pandji dengan judul ‘Pandji Benci Hewan Gembel’ —yang belakangan diganti jadi ‘Pandji dan Cicak Ninja’—dianggap sangat bertentangan dengan nilai-nilai perjuangan organisasi-organisasi pecinta satwa tersebut.
Jika diuraikan, ada tiga hal dalam persoalan ini. Pertama, Pandji sebagai public figure. Kedua, komedi sebagai hiburan. Ketiga, misi sosial pecinta kucing.
Persoalan ini tidak akan mencuat jika satu di antara tiga hal ini tidak ada. Kalau bukan public figure yang ngomong, hanya lelucon orang biasa, pecinta kucing tidak akan protes. Atau, Pandji mungkin tidak akan cerita tentang kegembelan kucing kalau tidak untuk berkomedi. Dan pecinta kucing tidak akan protes jika yang dijadikan bahan lelucon Pandji adalah kecoa terbang, misalnya.
Persoalan seperti ini sering terjadi di Indonesia. Apalagi jika media melihat ini sebagai potensi menaikan jumlah pembaca. Komplet sudah.
Nabs, kita diajarkan untuk mencintai sesama makhluk, termasuk hewan. Kita juga dianjurkan untuk menghormati sesama manusia. Tidak boleh mengejek, mengolok-olok, dan atau menghina sesama. Apalagi melakukan kekerasan.
Cerita ‘kucing gembel’ Pandji dalam materi komedi tunggalnya bisa dipastikan bukan ditujukan untuk menghadang misi pecinta satwa. Namun reaksi pecinta satwa dengan alasan edukasi, juga tidak ada salahnya.
Pandji menulis dalam kolom komentar postingan video Youtube komtungnya itu bahwa dia sudah bicara dengan GSI.
“Jadi, judul dan thumbnail video ini diganti setelah ngobrol dengan Davina dari Garda Satwa Indonesia dan Mas Willy, teman lama yang juga pemerhati kucing,” tulis Pandji.
Komunikasi ini penting dalam menyelesaikan persoalan mereka. Meski ternyata GSI masih belum terima. GSI menolak disebut-sebut nama mereka jika video ini belum dihapus.
“Lebih bijak jika kamu menghapus videonya, bukan hanya mengganti judul,” tulis GSI dalam akun Instagramnya.
Sepertinya komunikasi mereka belum tuntas. Bukan tidak mungkin komunikasi mereka hanya berbalas chat. Cara yang kurang pas dalam menyelesaikan masalah.
“Berbalas pantun” oleh organisasi pecinta satwa ini juga tidak tepat. Akan lebih baik jika mereka memberi narasi positif untuk mengedukasi Pandji dan masyarakat pada umumnya. Terutama bagi netizen-netizen budiman di jagad raya ini.
Jika kita urai, ada tiga pelajaran penting dari semua ini. Teruntuk Nabsky di manapun kamu berada, termasuk di Bojonegoro tercinta ini. Antara lain:
1. Komunikasi itu kontekstual
Materi komedi tunggalnya Pandji itu ditujukan untuk lelucon. Banyak materi dia lainnya—yang istilahnya nge-roasting—yang juga menyinggung binatang, bahkan orang. Mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah di-roasting sama Pandji. Komika-komika lain bahkan nge-roasting Presiden Jokowi.
Artinya, kita harus memahami penyampaian pesan itu dalam konteks lelucon. Beda halnya jika pesan yang sama disampaikan di forum formal, atau dalam narasi edukatif.
2. Komunikasi yang efektif itu penting
Ketika ada masalah, hendaknya dikomunikasikan dengan baik. Terkadang masalah muncul hanya karena komunikasi yang tidak tepat alias miss komunikasi.
Banyak persoalan bisa selesai dengan komunikasi. Namun komunikasinya harus sesuai. Adakalanya ngobrol langsung adalah solusi. Atau sekadar menulis pesan pendek, masalah sudah selesai.
Kuncinya seberapa efektif komunikasi itu terjadi. Meskipun perlu disadari bahwa komunikasi bukan panasea, obat segala penyakit.
3. Mencintai satwa itu bukti kamu taat hukum
Mencintai itu lebih baik. Jangan sekali-kali menyakiti hewan. Apalagi menyiksa. Selain dosa, juga bisa kena masalah hukum. Aturan hukum pidana kita mengatur itu semua.
R. Soesilo, dalam bukunya berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (1974), menjelaskan hal-hal yang termasuk tindakan kejahatan penganiayaan pada hewan.
Seperti dikutip Kumparan, hal tersebut termasuk: tindakan yang sengaja menyakiti, melukai, atau merusak kesehatan hewan; tidak memberikan makanan atau minuman; dan tindakan yang juga keluar batas kelaziman.
Meskipun hukuman pidananya ringan. Namun, menanamkan niat cinta sesama makhluk jauh lebih harus diprioritaskan.
Nabs, buat kamu pecinta kucing di Bojonegoro, jika lelucon komika Pandji Pragiwaksono ini penting untuk direspon, maka berikan narasi edukasi tentang pentingnya mencintai kucing. Tunjukkan kepada masyarakat bagaimana mencintai dan memperlakukan kucing yang seharusnya.
Tapi jangan baper. Apalagi menghubung-hubungkan persoalan ini dengan pilpres. Jokowi dan Prabowo nggak ada hubungannya. Heuheu ~