Seiring banyaknya masalah hidup yang terus diproduksi, kehadiran Support System — dari dunia nyata maupun maya — dirasa sangat penting.
Lini masa ramai seperti sewajarnya. Banyak sambat dan keluh kesah seliweran. Aku pun demikian. Mengisi konten media sosial dengan keluh kesah. Berharap beban di dalam dada meringan.
Nyatanya, aku orang yang periang di dunia nyata. Juga dihadapan teman-temanku. Tentu tidak semuanya. Karena itu, aku mencoba berkeluh kesah di dua orang teman lama. Keduanya aku kenal sudah lama. Namun, sekarang sudah jarang bertemu karena kesibukan kerja.
Teman pertama seorang pegawai bank swasta. Tinggal satu kota denganku. Satu kesempatan kita bisa bertemu. Waktu yang ada kita habiskan di warung kopi. Banyak topik obrolan. Keluh kesah dan kepedihan kami menjadi topik dominan.
Aku sempat menyinggung betapa enaknya bunuh diri. Seketika masalah hidup akan selesai. Tentu aku tidak memikirkan masalah setelah hidup. Itu masih tanda tanya. Lalu, temanku ini membalasnya. Dia berkata bahwa berpikiran seperti itu tidaklah bijak.
“Aku pernah curhat dengan atasanku di kantor, katanya jangan pernah khawatir terhadap masa depan. Selama bertahan hidup, tanpa sadar semua dijalani dan akan lewat,” kata dia.
Entah menghibur aku atau menghibur dirinya sendiri. Namun, menurutku ada benarnya juga. Toh hingga saat ini masalah datang bergantian. Memang hidup tanpa masalah bukanlah kehidupan.
Teman lama yang kedua seorang karyawan di perusahaan digital. Sudah satu tahun dia tinggal di kota yang berbeda denganku. Aku mengenalnya dengan baik. Kami berdua pernah kost bareng selama tiga tahun. Kami satu kamar. Hingga saat ini, kami masih sering berhubungan. Entah privat chat, entah di media sosial.
Senin (4/11/2019) lalu, kami berdialog melalui pesan pribadi. Aku menceritakan keluh kesahku padanya. Berharap penderitaan kecil ini bisa beganti dengan kebahagiaan. Rezeki dari silaturahmi, meski hanya melalui pesan media online. Namun, aku tidak merasa adanya dukungan. Dia tidak percaya bahwa aku menderita.
“Jangan mendramatisir,” begitu katanya.
Sebenarnya, komunikasi dengan keduanya adalah riset kecil. Bagaimana sih pandangan teman terhadapku, aku yang seolah-olah merasa putus asa. Akhirnya, aku mendapat sedikit kesimpulan kecil.
Pertama, teman baik satu kota bertatap muka secara langsung. Terdapat energi yang terbagi. Dia bisa memahami apa yang aku alami. Karena itu, dia memberi dukungan. Ada rasa yang mana kami butuh saling mendukung.
Kedua, teman yang berbeda kota tidak merasakan energi langsung. Yang dia lihat, aku (atau teman lain) dari media sosial. Seolah, yang terjadi di media sosial adalah gimmick. Sehingga, tidak perlu ditanggapi serius. Cukup dipantau dan jangan tertarik dengan keriuhan yang terjadi.
Anggapan tersebut sama halnya dengan kasus di Korea Selatan. Kasus terkait meninggalnya Sully, personil f(x). Kasus seorang kpop idol yang melakukan bunuh diri secara tiba-tiba. Tepatnya terjadi pada 14 Oktober 2019 lalu. Hingar bingar kehidupan artis ternyata menutupi kenyataan. Kenyataan bahwa di balik kemeriahan dunia hiburan tidak menutup potensi seseorang mengalami depresi.
Ada benarnya jika media sosial mampu mendekatkan yang jauh, juga menjauhkan yang dekat. Adanya media sosial membuat seseorang tidak sadar akan kehidupan nyata orang lain. Buktinya apa yang dilihat tidak sama dengan yang terjadi.
Akan tetapi, media sosial juga berperan penting bagi gerakan sosial. Satu di antaranya adalah twitter. Cuitan dengan kalimat “Twitter, do your magic” mampu menolong seseorang. Banyak aksi sosial yang memanfaatkannya. Salah satu buktinya adalah penggalangan dana dan pencarian orang hilang.
Itu bukti bahwa media sosial mampu menggugah kemanusiaan. Twitter mampu mendekatkan kita semua untuk berjuang dan menolong orang lain. Kebersamaan seperti ini harus terus dihidupkan. Dengan begitu, sistem pendukung kehidupan akan dirasakan seseorang.
Namun, pahami bahwa orang-orang di sekitar ada yang butuh dukungan kita. Support system itu penting. Terlebih keluarga dan teman dekat. Apa yang kamu dilihat belum tentu sama dengan yang mereka rasakan. Ajak mereka bicara dan dengarkan. Tunjukan rasa simpati dan dukung mereka. Mendengarkan bisa menyelamatkan satu nyawa.