Serupa apa yang dikatakan Maxwell Boykoff, saat suhu udara di Bojonegoro mencapai 42 hingga 44 derajat celcius, langsung guyonan saja, siapa tahu suhu langsung menurun hingga -8 celsius kayak di Rusia.
Suhu udara di Bojonegoro mencapai 42 hingga 44 derajat celcius. Dengan rata-rata suhu harian hingga 34 derajat celcius. Tentu saja, ini terjadi saat sedang tidak hujan. Dan akan menurun saat hujan terjadi.
Diakui atau tidak, Bojonegoro memang panas. Dan ini sudah sejak lama. Jadi nggak dimulai tahun-tahun ini saja. Dan kian hari kian panas. Tapi, kian hari kian panas tak hanya terjadi di Bojonegoro. Melainkan di seluruh kota di Indonesia. Atau bahkan di kota-kota di dunia.
Jadi, jangan sok-sokan memonopoli rasa gerah sendiri. Yang merasa panas nggak cuma kita yang tinggal di Bojonegoro. Tapi bermacam kota yang ada di seluruh Indonesia atau bahkan di seluruh bumi.
Nabs, ada siasat unik nih untuk menurunkan cuaca panas. Yakni, dengan cara mengumbar guyon. Lho, beneran ta? Iya, jangan dianggap guyon. Ternyata, perubahan iklim dan cuaca panas bisa diturunkan dengan guyonan.
Saya nggak guyon. Ini beneran. Ada penelitian tentang cara menurunkan perubahan iklim dan cuaca panas yang, anehnya, menggunakan komedi dan kelakar guyonan.
Maxwell Boykoff, Professor Studi Lingkungan dan Direktur Pusat Penelitian Kebijakan Sains dan Teknologi University of Colorado Boulder Amerika Serikat telah meneliti dampak guyon terhadap perubahan iklim.
Penelitian yang dia lakukan, berdasar pada hipotesis yang amat sederhana. Perubahan iklim selalu serius dan tidak menyenangkan. Peningkatan emisi gas rumah kaca yang merusak bumi hingga penyebab kebakaran hutan.
Publik yang awalnya merasa gerah secara biologis, akhirnya mencapai titik jenuh bila terus menerus disodori kondisi perubahan iklim yang suram, menyedihkan, dan mengancam makhluk hidup yang tinggal di bumi.
Bermacam ajakan dan metode untuk mencegah perubahan iklim tak pernah menghasilkan apa-apa. Alasannya sederhana. Menurut Boykoff, tak ada keterlibatan masyarakat untuk menanggulanginya secara sungguh-sungguh.
Kondisi itu menginspirasi Boykoff untuk melakukan penelitian yang intinya, penyampaian pesan tentang perubahan iklim melalui komedi dan humor bisa mengurangi dampak cuaca panas. Tentu saja ini tidak guyon. Boykoff telah mempelajari dan mempraktikkan komunikasi iklim selama kurang lebih 20 tahun.
Boykoff juga menulis sebuah buku berjudul Creative (Climate) Communications yang menghubungkan ilmu sosial serta praktik humaniora untuk menjalin hubungan setiap orang melalui isu yang mereka pedulikan secara lebih efektif dan penuh keterlibatan.
Dalam esainya di The Conversation, Boykoff mengutip ucapan novelis Jonathan Franzen yang menegaskan: menghentikan perubahan iklim merupakan tujuan yang sudah jelas selama 30 tahun belakangan, dan meski sudah ada upaya, pada dasarnya, kita tidak membuat kemajuan sama sekali.
Benar sekali. Serupa tak ada dampak apa-apa pada perubahan iklim, meski sesungguhnya iklim dan peningkatan suhu merupakan isu yang seksi untuk dibahas dan ditanggulangi. Itu semua, kata Boykoff, disebab kurang tepatnya penyampaian dan cara berkomunikasi.
Boykoff meyakini sains sangat penting untuk memahami dahsyatnya perubahan iklim dan bagaimana masalah ini terhubung dengan masalah lain seperti bencana, keamanan pangan, kualitas udara lokal, dan migrasi.
Tapi, menurut Boykoff, cara penyampaian ilmiah gagal melibatkan dan menggerakkan khalayak luas secara signifikan. Bahkan, tak ada dampak eksekusi yang jelas terkait informasi tersebut.
Pendekatan dan interpretasi yang suram, kata Boykoff, biasanya akan membuat penonton takut dan bukannya menginspirasi untuk melakukan sesuatu. Tapi bakal diabaikan agar tak jadi beban pikiran. Karena itu, menyampaikan informasi tentang perubahan iklim secara guyonan dianggap lebih berdampak.
Secara konsisten, seperti yang dijelaskan dalam buku yang dia tulis, Creative (Climate) Communications, penelitian menunjukkan bahwa komunikasi yang emosional, menyentuh, dan berdasar pengalaman dapat diterima oleh banyak orang.
Boykoff menegaskan jika melalui penelitian, komedi dan guyonan mampu menangguhkan aturan sosial dan menghubungkan orang dengan ide-ide dan cara berpikir atau tindakan yang baru. Komedi, kata dia, mampu mengeksploitasi celah dalam argumen.
Guyonan terbukti menggelitik, menohok, memecut, dan menarik perhatian mereka yang tidak sesuai, munafik, palsu, dan sok. Hal ini membuat dimensi kompleks dari perubahan iklim terlihat mudah dijelaskan dan mudah untuk dihadapi. Keterlibatan pun terbangun secara natural.
Dengan penanganan dan keyakinan semacam itu, saya percaya jika konsep Boykoff diterapkan di Bojonegoro, mungkin bisa berdampak. Mengingat, stok humoris di Bojonegoro masih sangat banyak. Jika merasa suhu amat panas, tinggal guyonan saja, biar tertawa dan suhu panas pun menurun.
Serupa apa yang dikatakan Maxwell Boykoff, saat suhu udara di Bojonegoro mencapai 42 hingga 44 derajat celcius, langsung guyonan saja, siapa tahu suhu panas bisa turun menjadi 9 derajat celcius. Semakin lucu, suhu semakin mengalami penurunan.