Banyak sekali memorabilia pada 2020. Satu di antaranya adalah agenda ngopi yang harus melintasi darat dan lautan.
Di suatu malam yang tak gelap-gelap amat, Imam Besar Jurnaba, siapa lagi kalau bukan Ahmad Wahyu Rizkiawan, memberitahukan sebuah kabar bahagia kepada saya.
Kalau Jurnabis dari Kota Soto yang sedang ngangsu kaweruh di Pulau Garam akan berkunjung plus silaturahim di kabupaten yang konon sebagai lumbung pangan dan energi ini, dimana lagi kalau bukan Bojonegoro.
Pemberitahuan pertama, Imam Besar Jurnaba dan saya belum bisa menemui sosok dibalik tulisan bertajuk Njogeti Patah Hati yang misterius itu.
Karena Imam Besar Jurnaba dan saya belum pernah tatap muka dengan penulis tersebut. Dan kebetulan Imam Besar Jurnaba dan saya ada agenda di waktu dan tempat yang berbeda. Maka, Imam Besar Jurnaba dan saya, belum bisa menemuinya.
Pemberitahuan ke-dua, Imam Besar Jurnaba dan saya, berusaha menemui sosok yang mengawali debut di Jurnaba dengan tulisan yang keren tentang cecurhatannya ihwal Koboi Kampus itu.
Dengan persiapan yang santuy dan sederhana, khas Jurnaba, saya mbadali Imam Besar Jurnaba terlebih dahulu untuk bertemu sosok yang akan melipat jarak, mengarungi daratan dan lautan, dari Pulau Garam, Madura, menuju Pulau Jawa.
Pertemuan itu terjadi menjelang akhir tahun 2020, Nabs. Sosok yang juga mengikuti Sayembara Nulis Jurnaba 2020 itu, dengan naskah tentang pengalaman mengenakan selama tinggal di kabupaten yang konon sebagai lumbung pangan dan energi ini, dimana lagi kalau bukan di Bojonegoro, mampu membangkitkan kenangan siapapun yang pernah menginjakkan kaki di Bojonegoro.
Dalam perjalanan, sosok bernama Yudi Kuswanto, tak lupa berkabar dengan Imam Besar Jurnaba terlebih dahulu. Yudi juga mengirimkan foto perjalanannya mengarungi lautan.
Kemudian, Imam Besar Jurnaba mengirimkan foto itu kepada saya. Dan setelah itu, saya menghubungi Yudi, apabila sudah sampai di kabupaten yang konon sebagai lumbung pangan dan energi, saya meminta Yudi untuk mengabari.
Sesampainya di Bojonegoro, Yudi memilih tempat pertemuan pertama di tempat yang anti mainstream: pom bensin, wqwqwq.
Dari sana muncul hipotesis dalam pikiran saya, kalau Yudi Kuswanto ini bukan hanya sekadar penulis biasa dan manusia yang bukan hanya sekadar manusia, wqwqwq.
Kemudian saya menemuinya di sebuah SPBU yang berada di jalan yang jalannya sering dipakai drag race di Kota Bojonegoro.
Sedikit berbicang-bincang, ihwal tulisan seperti cecurhatannya tentang Koboy Kampus, nuansa Bojonegoro, dan perjalanannya melipat jarak yang mengarungi daratan dan lautan dari Pulau Garam menuju Bojonegoro.
Tak lupa, saya mengabari Imam Besar Jurnaba terlebih dahulu ketika Yudi sudah sampai di Bojonegoro. Dan mengajak Yudi untuk menikmati secangkir kopi dalam satu meja di sebuah warung kopi.
Hembusan angin malam, rembulan, dan bintang-bintang menjadi saksi bisu perjalanan saya bersama Yudi menuju warung kopi. Sesampainya di warung kopi, dialektika dimulai kembali.
Yudi bercerita kalau ia pernah magang di sebuah kantor berita di Bojonegoro. Dan melakukan liputan tentang tradisi yang ada di tempat kelahiran saya, dimana lagi kalau bukan Surga Pojok Kota.
Selang beberapa menit. Setelah saya mengabari Imam Besar Jurnaba, kemudian Imam Besar Jurnaba datang. Dan membuat dialektika semakin hidup. Imam Besar Jurnaba, amat sangat mengapresiasi kedatangan Yudi.
Karena untuk menciptakan sebuah pertemuan di malam itu, Yudi harus terlebih dahulu mengarungi daratan dan lautan.
Dan tentunya, mahasiswa sosiologi Universitas Trunojoyo Madura (UTM) dari Kota Soto itu, harus menulis di kanal yang senantiasa mengabarkan degup kebahagiaan, dimana lagi kalau bukan di Jurnaba, terlebih dahulu, sebelum bertemu dengan Imam Besar Jurnaba, hahaha.
Pertemuan di sebuah warung kopi di kabupaten yang konon sebagai lumbung pangan dan energi pada malam itu, merupakan pertemuan yang bukan hanya sekadar pertemuan.
Berlangsung dalam tempo yang lama. Meskipun warung kopinya gelap di bagian latar karena lampu harus dimatikan, hal itu dilakukan untuk menghindari obrakan, wqwqwq.
Namun dialektika tentang literasi antara Imam Besar Jurnaba/Rizki, Yudi, dan saya ada titik terangnya. Seterang perjalanan Yudi melewati daratan dan lautan dari Pulau Madura ke Pulau Jawa, ahahaha.
Baik, Nabs. Itulah cecurhatan ihwal pertemuan Imam Besar Jurnaba, Yudi, dan saya.
Semoga Yudi berkenan membalas tulisan yang biasa-biasa saja ini. Mari, Yud! Menulis di Jurnaba lagi. Karena, beberapa pembaca ingin membangkitkan memorabilia/kenangan ihwal tembang, sepercik kisah, dan ibrah dari Didi Kempot seperti tulisan tentang njogeti patah hati, xixixi.
Atau dinamikamu dalam berkoboy kampus, rambut gondrong, dan lain sebagainya. Karena situasi dan kondisi mahasiswa tingkat akhir wabilkhusus koboy kampus, selain situasi dan kondisi hati yang mempengaruhi, juga dipengaruhi oleh faktor geografis, wqwqwq. Maka dari itu, isi kepala saban manusia berbeda-beda. Begitupun ketika isi kepala berupa gagasan digoreskan, terkandung ibrah di dalamnya. Selamat membaca dan jangan lupa membalasnya. Good Luck.