Pesimistis tak selamanya buruk. Sedang optimistis berlebih juga tak selamanya baik. Pesimisme Defensif adalah optimistis yang berbaju pesimistis.
Kamu dan aku pasti pernah punya keinginan. Tanpa memiliki keinginan, kita belum benar-benar menjadi manusia. Sebab, ingin dan keinginan menjadi komponen penting eksistensi hidup manusia.
Sedang pada ranah meraih keinginan, kita dihadapkan pada dua sikap yang saling bertolak belakang: optimisme dan pesimisme.
Sejauh ini, mungkin kita sering menganggap jika optimisme adalah pegangan paling baik dalam hidup. Sedang pesimisme, harus dijauhi karena ia sikap yang berpotensi membuat keinginan tak bisa terwujud.
Tapi, tahukah kamu jika dalam pesimisme pun, masih terdapat unsur baik. Ya, pesimisme bukan ruang kosong tanpa isi. Ia tidak duduk sendiri. Di dalam pesimisme, terdapat sebuah sikap bernama Pesimisme Defensif.
Peneliti dari University of Washington, Tiona Zuzul, dalam sebuah jurnal yang termuat pada www.researchgate.net membahas tentang tidak selamanya pesimisme itu buruk. Pesimisme jenis ini disebut Pesimisme Defensif.
Pesimisme Defensif, kata Zuzul, merupakan sebuah bentuk pesimisme yang mungkin adaptif bagi individu. Ia serupa strategi yang melibatkan penetapan ekspektasi rendah dalam situasi beresiko untuk bersiap menghadapi kegagalan.
Menurut Zuzul, Pesimisme Defensif tidak menghambat kinerja dan bahkan mungkin membawa manfaat terkait kinerja. Namun, adaptasi strategi ini hanya dievaluasi dalam konteks tertentu, dan tidak dapat digeneralisasi di semua situasi. Ingat, tidak bisa digeneralisasi di tiap situasi.
Sikap Pesimisme Defensif menggunakan pemikiran negatif untuk mencapai tujuan. Maksudnya, mood negatif yang muncul, bisa menjadi pemacu untuk memiliki performa lebih baik.
Seorang optimis akan melihat sisi baik dari segala hal dan percaya bahwa kehidupan berjalan mulus belaka. Namun, kita harus mengakui bahwa hidup tak selamanya sesuai keinginan kita, bukan?
Nah, orang dengan Defensive Pesimis atau Pesimisme Defensif selalu memiliki rencana kedua, ketiga, keempat dan seterusnya untuk mempersiapkan kemungkinan terburuk yang terjadi.
Ilustrasi sederhana dari sikap Pesimisme Defensif adalah saat kita menawarkan sebuah produk pada klien. Kemudian kita visualisasikan rasa pesimis itu secara detail, termasuk skenario buruk berupa penolakan yang mungkin terjadi.
Nah, visualisasi pesimisme tersebut, memicu rasa defensif sehingga kita menyiapkan tindakan agar skenario buruk berupa penolakan itu tidak terjadi. Misalnya, berlatih meyakinkan klien atau tiba tepat waktu saat janji bertemu.
Nabs, sikap pesimistis kadang lebih menguntungkan dibanding sikap optimistis. Terutama dalam hal penantian atau menunggu kabar. Sebab, ketika hasilnya tak sesuai harapan, rasa kecewanya tak sebesar jika kita sudah terlalu yakin. Hal ini berlaku pada perkara yang berada di luar kendali kita.
Pesimisme Defensif punya garis pembeda dengan pesimis biasa. Terutama dalam perkara mengatasi masalah. Pesimisme Defensif menggunakan harapan negatif sebagai motivasi untuk mengambil kendali sebuah harapan.
Nabs, kamu harus tahu bahwa optimistis dan pesimistis merupakan salah satu trait (karakter pembeda dari sifat pribadi seseorang) manusia. Optimis dan pesimis merupakan sifat alamiah yang ada pada manusia.
Pada orang optimis, mereka akan selalu berekspektasi pada hasil terbaik dari yang mereka lakukan. Sedangkan pada Pesimis Defensif, mereka akan berekspektasi pada kemungkinan terburuk terlebih dahulu, namun tetap mempersiapkan rencana alternatif untuk meraih hasil terbaik.
Karena optimisme dan pesimisme adalah suatu trait, maka, memaksakan orang optimis — yang selalu melihat hal-hal baik dari tiap kesempatan — untuk bersikap Pesimisme Defensif— yang mempersiapkan rencana pada kemungkinan terburuk — bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
Namun sebagai persiapan, hal yang dapat dilakukan untuk menyikapi perkara yang terjadi dalam hidup adalah tidak bersikap terlalu optimis hingga mengabaikan kemungkinan buruk yang terjadi.
Optimisme Pesimistik – Pesimisme Optimistik
Secara personal, saya cenderung men-seting sikap pada optimisme pesimistis dan pesimisme optimistis. Saat sedang optimistis, tidak lupa mencampur sedikit pesimisme untuk jaga-jaga. Dan saat sedang pesimistis, tetap menaruh optimisme di dalam hati.
Bagi saya, pesimisme lahir bukan tanpa alasan. Ia ada untuk mengendalikan keinginan dan memperkuat pemahaman tentang realitas. Begitupun optimisme, ia ada karena manusia membutuhkannya sebagai pemicu gerak.
Optimisme dan pesimisme harus ada dalam hidup manusia. Yang pasti, saat sedang optimistis, jangan berlebihan. Dan saat sedang pesimistis juga jangan berlebihan. Nah, Pesimisme Defensif, bagi saya, adalah optimisme yang tidak vulgar.