Meski terkesan sangat klise, geliat industri migas di Bojonegoro masih harus dioptimalkan. Berikut tinjauan hukum pasca tambang di Bojonegoro.
Sejatinya, Kabupaten Bojonegoro sudah memiliki produk hukum untuk memastikan supaya industrialisasi migas dapat menambah akses partisipasi masyarakat dalam kegiatan industrialisasi migas.
Perda No. 23 tahun 2011 tentang Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah dalam Pelaksanaan Eksplorasi serta Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi di Kabupaten Bojonegoro (lazim disebut sebagai Perda Konten Lokal) sejatinya memberikan landasan terkait partisipasi masyarakat serta orientasi membangun tenaga terampil lokal Bojonegoro dalam mengoptimalkan eksplorasi dan eksploitasi industri migas.
Pelan tapi pasti, Nabs. Perda Konten Lokal tersebut kemudian dimanifestasikan dalam berbagai kebijakan oleh Pemkab Bojonegoro.
Terutama di era kepemimpinan Ibu Anna Mu’awanah dan Bapak Budi Irawanto sebagai Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro periode 2018-2023.
Berbagai program seperti beasiswa scientis, beasiswa satu desa dua sarjana, hingga peningkatan keterampilan masyarakat sekitar tambang menjadi orientasi yang terus digalakkan oleh Pemkab Bojonegoro.
Dalam hal ini, Pemkab Bojonegoro melihat migas sebagai dua aspek sekaligus yaitu: aspek realistis dan futuristis.
Dalam aspek realistis, berbagai kebijakan dilaksanakan seperti akses yang luas bagi pekerja lokal Bojonegoro untuk meningkatkan keterampilan dan dapat dipekerjakan di sektor industrialisasi migas.
Selain itu, dalam aspek futuristis Pemkab Bojonegoro juga sudah mulai menerapkan ratio legis dari Perda Konten Lokal dengan berbagai kebijakan seperti beasiswa pendidikan, pemberdayaan ekonomi kreatif, hingga pengembangan pariwisata.
Hal ini dapat dibuktikan dengan komitmen Pemkab Bojonegoro bersama DPRD Bojonegoro bahwa terdapat 3 Perda pada tahun 2020 yang memiliki orientasi futuristis dalam upayanya untuk menyongsong masa depan migas di Bojonegoro.
Tiga Perda tersebut, yaitu: Perda No. 1 tahun 2020 tentang Pelestarian Kesenian Tradisional, Perda No. 2 tahun 2020 tentang Pengembangan dan Perlindungan Koperasi dan Usaha Mikro, serta Perda No. 4 tahun 2020 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan.
Jika dianalisis secara saksama, tiga Perda di atas sejatinya bisa menjadi orientasi futuristis bagaimana Pemkab Bojonegoro bersama DPRD Bojonegoro memiliki harapan supaya masa depan industrialisasi migas harus ditopang oleh pemberdayaan non-migas yang meliputi pelestarian seni dan tradisi, pengembangan ekonomi mikro, serta upaya membangun pariwisata yang terpadu dalam meningkatkan potensi ekonomi kreatif di Kabupaten Bojonegoro.
Tentunya, nalar progresif ini perlu diapresiasi serta dikawal pada tataran implementasi kebijakannya.
Green Economics dan Politik Hukum Pascatambang
Maksim terbesar dalam industrialisasi migas adalah bahwa industri ini mengandalkan sepenuhnya pada sumber daya alam yang bersifat tidak dapat diperbarui (non-renewable resources).
Dalam hal ini, Pemkab Bojonegoro juga merespon dengan adanya paradigma Build Back Better yang mengedepankan pada aspek ekonomi hijau (Green Economics).
Tentunya, sebagai daerah yang masih identik dengan industrialisasi migas, gagasan ekonomi hijau tentu menjadi sesuatu yang realistis sekaligus futuristis dalam pembangunan Kabupaten Bojonegoro ke depannya.
Secara teoretik, gagasan ekonomi hijau sejalan dengan orientasi pembangunan berkelanjutan yang menurut laporan Ethan Allen Institute menekankan pada paradigma baru pembangunan yang berorientasi pada, “spiritual that comes from wilderness and nature” yang menekankan pada keseimbangan antara pembangunan ekonomi dengan pembangunan lingkungan yang berorientasi pada generasi masa depan.
Tentunya, hal ini juga berdampak pada paradigma kepemimpinan dan pemerintahan saat ini yang tidak hanya berfokus pada demokrasi, tetapi juga pada ekokrasi (kelestarian lingkungan).
Dalam hal ini, dengan adanya orientasi ekonomi hijau dari Pemkab Bojonegoro tentunya gagasan ekokrasi menjadi salah satu aspek terpenting dalam politik hukum pascatambang di Kabupaten Bojonegoro ke depannya.
Berdasarkan uraian di atas, menurut hemat penulis, maka gagasan ekonomi hijau serta adanya Perda yang disahkan pada tahun 2020 yang berfokus pada pelestarian seni dan tradisi, pengembangan ekonomi mikro, serta upaya membangun pariwisata yang terpadu merupakan landasan yang baik membangun politik hukum pascatambang.
Oleh karena itu, ada dua hal yang perlu dilaksanakan oleh Pemkab Bojonegoro yaitu: pertama, orientasi ekonomi hijau dan politik hukum pascatambang juga memerlukan langkah kongret dalam bentuk implementasi kebijakan.
Tentunya, hal ini akan maksimal jika membuka akses pada partisipasi serta kontribusi seluruh komponen masyarakat Bojonegoro, kedua, langkah hukum selanjutnya juga diperlukan kelanjutan dari Perda Konten Lokal yang secara terpadu menetapkan dan menggariskan orientasi politik hukum pascatambang di Bojonegoro.
Hal ini tentunya dapat dilaksanakan dengan sinergi antarpihak sekaligus pemanfaatan pemuda Bojonegoro beserta Organisasi Mahasiswa Daerah untuk berperan aktif dalam berdiskusi, berpartisipasi, sekaligus adanya ruang kontribusi yang lebih nyata dalam melaksanakan politik hukum pascatambang demi terwujudnya pembangunan berkelanjutan di Bojonegoro.