Tidak semua pengamen dan anjal adalah punk. Meski penampilan mereka sok-sokan berlabel punk. Terlebih, jika punk dimaknai sebagai jalan hidup, alih-alih hidup di jalanan.
Punk identik urakan. Rambut mohawk, kaos hitam, rompi denim penuh emblem dan celana sobek ditembel badge, belts pack, rantai dan sepatu hitam besar. Itu standardisasi fashion punk masa kini. Namun, apakah benar punk memang begitu?
Punk lahir pertama kali di London, Inggris. Ini merupakan gerakan perlawanan kaum pekerja. Kala itu, terjadi masalah ekonomi dan keuangan. Itu sebab dari kemerosotan moral para tokoh politik. Terjadi ketimpangan sosial yang mendasar. Kaum bangsawan hidup mewah, sedangkan rakyat menderita.
Akibatnya, memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri. Baik melalui musik dan lirik yang kasar, hingga penampilan yang nyentrik dan nyeleneh. Itu sebagai simbol penolakan dan perlawanan terhadap kekejaman sistem.
Berkembang belakangan ini, punk menjadi life style. Sebenarnya, makna punk jauh lebih luas daripada itu. Punk memiliki makna substansi bagi penganutnya. Seorang penyiar radio nasional, Gofar Hilman mengaku bahwa dia bagian dari punk. Gofar besar di jalur punk. Kehidupannya berada di lingkungan musik ‘underground’.
Gofar menceritakan hal tersebut saat menghadiri talkshow di sebuah stasiun televisi. Dia sempat hidup di lingkungan musik underground. Lebih tepatnya pada sub-genre punk. Padahal, saat ini dia sukses di industri entertainment hingga bisnis. Menurutnya, punk mengajarkan anti kemapanan dalam hidup.
“Justru sangat berbahaya jika seseorang itu merasa mapan,” kata Gofar (5/11/2019).
Menurutnya, punk bukan sekadar hidup dengan menolak kemapanan. Anti kemapanan bermakna bahwa selama hidup jangan merasa ‘mapan’. Semacam merasa berkecukupan dan berada pada zona nyaman. Itu mindset yang sangat berbahaya bagi seseorang.
Dengan merasa mapan, seseorang bisa saja berhenti berjuang. Berpuas diri dan merasa mapan, nyaman dan aman. Padahal hidup terus berputar dan harus diperjuangkan. Jadi, anti kemapanan adalah cara untuk membatasi diri agar tidak cepat puas. Jangan pernah merasa mapan dan betah di zona nyaman.
Jurnaba.co juga ngobrol dengan sosok ‘Bapak Punk’ Bojonegoro. Namanya Reiza Romadona. Dia menceritakan sudah mengenal punk sejak sekolah. Tepatnya saat SMP. Hingga saat ini, dia masih berada di jalur punk. Bahkan, menjadi personil beberapa band cadas. Menurutnya, punk adalah semangat.
“Punk itu semangat, suatu bentuk reaksi,” katanya singkat.
Baginya, punk adalah semangat yang ada di dalam dirinya. Suatu bentuk reaksi atas apa yang dipikirkan. Apa yang dianggap ideal oleh pikiran, itu perlu diwujudkan dengan semangat. Sama halnya dengan konsep anti kemapanan. Jangan pernah berhenti bersemangat seolah berada pada titik mapan.
Punk memandang hidup dengan semangat perlawanan. Itu atmosfer yang perlu dirasakan. Misalnya dalam hal kenegaraan, punk bukan mengikuti isu yang hadir. Misalnya masalah sosial dan politik. Punk hadir dalam wujud reaksi atas semangat. Semangat melawan sistem yang tidak ideal dan berakibat keterpurukan. Misalnya ketidakadilan dan penderitaan yang dirasakan.
“Jadi, punk tidak boleh mengikuti atmosfer mereka. Harus punya semangat sebagai wujud reaksi,” kata pria yang tinggal di Desa Sukorejo, Bojonegoro tersebut.
Reiza memandang punk sebagai jalan hidup yang dia pilih. Itu membuat dia merasa semangat. Setiap hal yang dia lakukan adalah demi kehidupan yang dipandang ideal. Sehingga dia tetap merasa mampu untuk survive.
“Selama aku mengenal punk sejak pertama kali hingga saat ini, semua keputusan dan semua cara berpikir aku berasal dari punk. Jadi sangat berpengaruh terhadap hidupku,” kata pria yang berusia 30 tahun tersebut.
Kesalahan dalam Memahami Punk
Apa yang kerap dilihat saat ini, anak-anak remaja — berpenampilan ngawur dan tidak beres sejak dalam pikiran — yang kerap menyenderkan badan di cagak listrik perempatan-perempatan, bukan punk. Mereka anak jalanan (anjal).
Mirisnya, banyak masyarakat menganggap mereka adalah punk. Tentu itu anggapan tidak benar. Sebab tak ada alasan untuk melabeli mereka sebagai punk, kecuali dandanannya saja. Itu pun banyak yang tak memahaminya.
Tidak semua pengamen dan anjal adalah punk. Meski penampilan mereka sok-sokan punk. Terlebih, jika punk dimaknai sebagai jalan hidup, alih-alih hidup di jalanan.
Kondisi yang membuat semua orang miris adalah banyaknya remaja yang tak pulang ke rumah atas alasan menjadi punk. Padahal, apa yang mereka lakukan sekadar rekreasi. Sialnya, kesalahan makna itu teramat awet hingga menyusahkan orang tua hingga keluarga.
Punk sebagai jalan hidup membawa konsep anti kemapanan. Maknanya adalah menjadi manusia tidak boleh berhenti berjuang. Kemapanan, kenyamanan dan keamanan hidup tidak boleh dirasakan.
Itu akan membuat manusia tidak kreatif. Bahkan, menjadi malas. Tentunya itu sangat berbahaya. Punk bukan semata fashion yang terbilang urakan dan suka nongkrong nggak jelas di pinggir jalan, melainkan tentang ideologi dan jalan hidup.