Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba
Home Cecurhatan

Saat Kau Bisa Membaca Kebohongan Orang Layaknya Membaca Buku

Ahmad Wahyu Rizkiawan by Ahmad Wahyu Rizkiawan
11/01/2020
in Cecurhatan
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan Ke WA

Bisa membaca kebohongan orang lain memang sebuah berkah. Tapi di lain sisi juga kutukan. Sebab keahlian itu memicu pemiliknya sulit akrab dengan orang lain, sulit percaya pada orang lain.

Paijrot menemui saya. Dia bercerita tentang kegagalan yang baru saja dia terima karena sebuah projek survei yang dia kerjakan bersama teman-teman kuliahnya. Tentu, ini bukan soal kesedihan cinta khas remaja belum matang, tapi kesedihan akibat dibohongi orang.

Di bermacam kisah apapun, pembohong tak pernah menyenangkan. Sedang sikap jujur adalah sikap yang menyenangkan. Tapi kita juga harus tahu bahwa berbohong, dalam konteks dan kadar tertentu, adalah kemampuan alami manusia untuk bertahan hidup.

Jika cicak bertahan hidup dengan cara memutus ekor kala ditangkap pemangsa, atau bunglon bisa mengubah warna sesuai tempat ia berpijak; berbohong dan beretorika adalah kemampuan alami manusia untuk bertahan hidup.

Pemain teater, pemeran film, motivator, penulis fiksi, hingga penceramah yang kerap membikin cerita motivasi, adalah mereka yang memaknai kebohongan sebagai wasilah berkarya. Berbohong, dalam konteks ini, adalah kreativitas dalam mengaktualisasikan diri.

Dalam konteks yang lebih luas, saya bahkan amat sulit membedakan definisi antara kebohongan dan retorika. Seperti yang kita semua ketahui, retorika adalah teknik pembujuk-rayuan secara persuasif untuk menghasilkan sesuatu.

Banyak tokoh besar bangsa, wabilkhusus politisi, amat mahir beretorika. Bahkan, kemerdekaan juga bisa didapat dengan cara beretorika. Karena itu, tak semua kebohongan itu buruk. Asal, ada batasannya. Ada garis batas yang amat tegas untuk dijadikan pagar.

Berbohong yang tujuannya murni orientasi oportunistik, memang perkara buruk dan layak dijauhi. Sedang berbohong yang orientasinya mendamaikan banyak pihak dan membahagiakan —- seperti seorang ibu yang membujuk anaknya agar si anak tak menangis, adalah keahlian yang baik.

Kebohongan jenis pertama adalah sifat bohong yang kita kenal sebagai keburukan. Sedang kebohongan jenis kedua adalah sikap bohong persuasif yang wajib dipelajari sebagai bekal menjadi orang tua yang meneduhkan anak, tentu saja.

Orang yang membikin Paijrot bersedih dan kecewa dan menangis, tentu golongan mereka yang berbohong dengan orientasi oportunistik. Dan kebohongan yang model semacam itu, tentu bukan jenis kebohongan yang baik bukan?

Saya, tentu tak tega melihat Paijrot menangis. Melihat seorang lelaki menangis bukan hal menyenangkan bagi saya. Dan itu bisa memicu sikap pembelaan meledak-ledak yang luar biasa dalam tubuh saya.

Karena itu, saya bercerita dan berbagi sedikit referensi pada Paijrot tentang bagaimana teknik membaca kebohongan, agar kelak ia tak mudah dibohongi orang lagi.

Teknik membaca kebohongan serupa teknik membaca buku. Terutama membaca kebohongan berbasis gerak-gerik tubuh dan suara secara langsung. Bukan kebohongan berbasis manipulasi data. Kau bisa membacanya seperti saat membaca buku.

Layaknya membaca buku, cara membaca kebohongan pada seseorang ada 5 cara; SQ3R, skimming, scanning, selecting, dan tentu saja, skipping. Scanning (menatap) menjadi cara ampuh dalam membaca kebohongan. Dulu saat kuliah, saya dan teman-teman sering menggunakan cara ini.

Dari cara scanning ini, kau bisa dengan mudah menganalisis kebohongan dengan cara yang umum dilakukan para HRD saat ngetes calon karyawan: Yakni melalui tatap mata, intonasi bicara, ekspresi wajah atau bahkan bahasa tubuh. Mereka yang berbohong punya perubahan pada 4 hal tersebut.

Pada momen lain — terutama saat menjadi jurnalis — saya lebih suka membaca kebohongan menggunakan teknik dan gaya ungkap psikolog University of Sussex, Thomas Ormerod. Selain sederhana, teknik ini juga memicu kita untuk berpikir lebih dalam sebelum menjatuhkan hasil analisis.

Ormerod membaca kebohongan melalui pertanyaan terbuka, detail-detail kecil sebuah cerita, dan perubahan tingkat rasa percaya diri lawan bicara. Tiga tahap itu bisa membuat kita tahu, orang di depan kita sedang berbohong atau tidak.

Melalui pertanyaan terbuka, seorang yang berbohong akan merasa jika ia sedang tidak dibaca. Sehingga ia akan bercerita berbual-bual. Dan momen itu, kau tahu, amat menyenangkan hehe.

Saat kita fokus pada detail-detail kecil yang diucap, pembohong akan dengan mudah memperlebar bualannya. Nah, jika sudah pada momen itu, kita bisa beri dia pertanyaan kejutan.

Dan kebohongan akan tampak saat lawan bicara mengalami perubahan tingkat rasa percaya diri dalam berbicara, hanya gara-gara pertanyaan kejutan yang kita lempar itu. Dari mana kita mendapat pertanyaan kejutan? Ya dari detail cerita yang fokus kita dengar secara seksama tadi.

Tapi, jika kamu merasa teknik di atas terlalu ndakik dan bertele-tele, ada satu cara yang lebih mudah lagi. Yakni, menggunakan intuisi. Meski untuk bisa menggunakannya, minimal harus paham teknik-teknik dasar membaca kebohongan seperti tertera di atas.

Di dunia ini, ada orang yang bisa membaca kebohongan cukup menggunakan intuisi. Saya tentu tak perlu memberitahu ciri-ciri orang dengan kemampuan tersebut.

Ini serius. Percaya atau tidak, manusia diciptakan Tuhan dengan modal intuisi cukup kuat di dalam pikirannya. Selain itu, fitrah manusia selalu berkata jujur. Tentu saja terjadi kontras warna yang amat terlihat ketika terjadi sebuah kebohongan.

Intuisi memiliki sifat yang objektif sehingga tak berdasar kepentingan seseorang. Intuisi tidak sama dengan nafsu yang sifatnya subjektif. Untuk itu, sesungguhnya amat susah bagi seseorang melakukan kebohongan terhadap orang lain.

Bisa membaca kebohongan orang lain memang sebuah berkah. Tapi di lain sisi juga kutukan. Sebab keahlian itu memicu pemiliknya sulit akrab dengan orang lain, sulit percaya pada orang lain.

Kau bisa merasakan betapa tersiksanya seseorang yang hanya dengan menatap mata orang di depannya, sudah bisa melihat banyak kebohongan yang orang itu lakukan. Kau bisa merasakan betapa tersiksanya seseorang yang hanya dengan mendengar suara orang di depannya, bisa langsung melihat banyak kebohongan yang dikatakan.

Pemilik intuisi semacam itu, amat menghindari menatap mata lawan bicara. Bukan karena tak menghargai, justeru karena amat mudah membaca kebohongan lawan bicaranya. Sehingga semacam tak tega melihatnya.

Kalau bukan karena Paijrot amat bersedih karena dibohongi, tentu saya tak akan mau repot-repot bercerita perihal teknik membaca kebohongan seperti ini. Tapi karena Paijrot pemuda yang lugu, jujur dan penyabar, tak ada alasan bagi saya untuk tak membelanya, meski sekadar hanya berbagi cara membaca kebohongan.

 

Tags: KebohonganMembacapsikologi

BERITA MENARIK LAINNYA

Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan
Cecurhatan

Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

16/05/2022
Bukan Tutorial Move On Bagi Yang Patah
Cecurhatan

Bukan Tutorial Move On Bagi Yang Patah

15/05/2022
Cegah Pungli dan Gratifikasi, Bapenda Bojonegoro mulai Terapkan Cashless
Cecurhatan

Cegah Pungli dan Gratifikasi, Bapenda Bojonegoro mulai Terapkan Cashless

14/05/2022

REKOMENDASI

Politik Hukum Kebangkitan Nasional

Politik Hukum Kebangkitan Nasional

21/05/2022
Semangat Al-Birru: Pelajaran Kesepuluh dari Kiai Ahmad Dahlan

Semangat Al-Birru: Pelajaran Kesepuluh dari Kiai Ahmad Dahlan

20/05/2022
Kisah Para Penggerak Dunia Pendidikan dari Bumi Wali

Kisah Para Penggerak Dunia Pendidikan dari Bumi Wali

19/05/2022
Milad Aisyiyah dan Semangat al-‘Ashr

Milad Aisyiyah dan Semangat al-‘Ashr

18/05/2022
Hiperrealitas Norma dalam Film KKN Desa Penari

Hiperrealitas Norma dalam Film KKN Desa Penari

17/05/2022
Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

Stop! Perempuan Bukan Objek Kekerasan

16/05/2022

Tentang Jurnaba - Kontak - Squad - Aturan Privasi - Kirim Konten
© Jurnaba.co All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • HOME
  • PERISTIWA
  • KULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • ALTERTAINMENT
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • TENTANG
  • KONTAK

© Jurnaba.co All Rights Reserved