Diam, sesungguhnya gerak yang amat cepat. Buktinya, bumi yang berputar dengan kecepatan sekitar 1600 km/jam, dalam perspektif penduduk bumi, terasa diam dan tak bergerak.
Hampir setiap hari saya melewati area persawahan. Tanaman padi yang beberapa waktu lalu baru ditanam, kini sudah mulai tampak menguning dengan bulir-bulir beras kelihatan di ujungnya. Aku tertegun dan baru menyadari hal ini: cepat sekali ya!
Multatuli, nama samaran Eduard Douwes Dekker, dalam karyanya Max Havelar menulis ungkapan yang menyadarkanku: onhoorbaar groeit de padi. Ungkapan itu berarti: tak terdengar tumbuhlah padi.
Tanpa disadari manusia dan tanpa terdengar gaduh-berisik, perlahan-lahan padi, juga tanaman lainnya, tumbuh-berkembang dan menghadirkan manfaat.
Seorang salik haruslah menempuh jalan suluk untuk menapak etape-etape dalam perjuangan mujahadahnya.
Seorang saintis tidak boleh merasa jenuh menjalani jalan sunyinya pengalaman dengan menjalani coba-gagal berkali-kali sehingga berjumpa dengan eureka momen-nya.
Perupa dan pencipta karya seringkali membutuhkan waktu lebih lama untuk menyepi dan menemukan inspirasi dibanding mengeksekusi karyanya.
Oleh karena itu, mustahil kedudukan tertinggi, karya ilmiah pengubah dunia, atau karya seni yang menakjubkan manusia lahir tanpa proses.
Sulitnya lagi, proses yang harus ditempuh tidaklah riuh-ramai yang gegap dengan lampu sorot. Hasil panen padi yang menggembirakan dan melimpah didapat dari proses perlahan yang desis prosesnya, bahkan, tidak terdengar.
Tentu saja, padi dan segala tumbuhan lainnya memerlukan kehadiran bumi sebagai mediumnya. Bumi menjadi medan pergulatan segala makhluk dalam menjalankan perannya masing-masing. Proses dan hasil dalam sudut pandang bumi, menjadi serba mungkin untuk mewujud dan mengada.
Bumi yang berputar dengan kecepatan sekitar 1600 km/jam, dalam perspektif penduduk bumi, terasa diam dan tidak bergerak. Kejadian ini terjadi karena manusia dan segala ciptaan yang ada di bumi ikut bergerak dengan pergerakan bumi.
Gerak dengan kecepatan tinggi yang berlangsung secara konstan dan konsisten menjadi sebab manusia dan makhluk lain tidak jatuh terjungkal dan terpelanting. Kejadian terjungkal dan terpelanting terjadi jika kecepatan tidak konstan: semakin cepat, pelan, atau, berhenti.
Bergerak adalah tanda hidup. Tanpa adanya gerak, kehidupan akan berakhir. Bergerak dan berproses konstan dengan diiringi konsistensi adalah kunci. Ujian konsistensi menjadi pembeda dalam laku proses manusia untuk menjalani perannya.
Konsistensi dan gerak konstan adalah seleksi bagi manusia untuk menjadi pemenang atau sebaliknya. Ketahanan uji dalam menjalani proses yang senyap, sunyi, perlahan-lahan, jauh dari riuh-rendah kedangkalan adalah syarat memperoleh hasil akhir yang menggembirakan.
Metafora bintang sering dijadikan perumpamaan atas keberhasilan dalam setiap proses dalam kehidupan. Bintang kelas merupakan posisi terbaik yang sering kita terima dalam kegiatan belajar di sekolah.
Penilaian dengan memberikan jumlah bintang untuk mengukur kepuasan pengguna aplikasi dalam era ponsel pintar sekarang ini. Menjadi bintang adalah posisi yang ingin diraih oleh banyak orang. Sebagaimana lagu yang kita kenal semenjak kanak-kanak: ingin terbang ke tempat bintang agar dapat meraihnya.
Bintang rela mengorbankan sebagian energinya sehingga menghasilkan cahaya yang bisa ditangkap oleh mata manusia. Saat cahaya bintang sampai di bumi, sesungguhnya bintang itu telah mati karena habis energinya. Perjalanan gelombang cahaya menempuh jarak puluhan-ratusan-jutaan tahun cahaya menjadi sebabnya.
Bintang yang cahayanya kita kagumi dan yang ingin kita raih wujudnya, saat sampai di mata kita, wujudnya telah tiada. Ketiadaan wujud bukan menjadi sebab hilangnya kekaguman dan penghargaan manusia.
Bahkan bisa jadi, saat telah tiada, orang-orang baru mengakui keberadaannya. Setelah tiada orang-orang baru menyesali ketiadaannya. Ketiadaannya adalah sebuah kehilangan besar.
Tugas manusia hanyalah berusaha. Menjalani proses panjang, melelahkan, dan kadang sunyi senyap untuk mengupayakan hasil terbaik sesuai perannya.
Hasil yang terbaik itulah yang kelak menjadi warisan manusia dalam hidupnya, sukur-sukur, warisan itu makin diakui saat meninggalkan hidup. Sehingga ketiadaan kita di dunia adalah kehilangan.
“Ingatlah! Bahwa dari dalam kubur , suara saya akan lebih keras daripada dari atas bumi,” begitu kata Tan Malaka.