Hegemoni Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) 2019 terasa cukup kuat. Setidaknya, bagi empat kabupaten yang jadi tuan rumah. Tapi, seberapa berdampak sih peran Porprov bagi masyarakat?
Kita, tentu bisa menggeser pertanyaan di awal paragraf itu menjadi lebih variatif. Misalnya, seberapa berdampak sih peran Porprov bagi pegawai Pemkab? atau, seberapa berdampak sih peran Porprov bagi individu?
Nabs, setiap peristiwa tak bisa lahir tanpa dua kaki bernama sebab dan akibat. Porprov, yang merupakan peristiwa pesta olahraga antar kota antar provinsi, tentu punya sebab dan akibat.
Jika Porprov disebabkan keinginan melahirkan sikap sportif dan gaya hidup sehat bagi generasi muda, pasca perhelatan Porprov, harusnya ada akibat positif bagi masyarakat.
Dampak positif itu, bisa jadi, minat anak-anak muda pada olahraga meningkat. Atau, setidaknya, kepedulian pemerintah pada infrastruktur olahraga di sebuah kota, ditingkatkan.
Burrhus Frederic Skinner, Psikolog Harvard penganut mazhab behaviorism punya pemikiran bahwa setiap manusia bergerak karena mendapat rangsangan dari lingkungannya.
Skinner mengistilahkan sistem itu sebagai “cara kerja yang menentukan” (operant conditioning). Sebab, tiap makhluk hidup pasti selalu berada dalam proses bersinggungan dengan lingkungannya.
Rangsangan itu disebut stimulan yang menggugah. Stimulan tertentu menyebabkan manusia melakukan tindakan-tindakan tertentu dengan konsekuensi-konsekuensi tertentu.
Seseorang yang saat kecil mendengar musik-musik Rock dari saudara atau teman atau tetangga, punya potensi besar menyukai musik Rock saat remaja. Begitupun juga musik Dangdut atau yang lainnya.
Seseorang yang keluarga atau saudaranya menyukai sebuah klub sepakbola tertentu, mislanya. Punya kecenderungan bakal ikut menyukai klub sepakbola yang sama dengan apa yang disukai saudaranya.
Porprov Jatim 2019 yang euphorianya dirasakan anak-anak muda hingga ibu-ibu rumah tangga itu, sudah selayak-patutnya menjadi apa yang diistilahkan Skinner sebagai Operant Conditioning.
Sehingga, memberi dampak berupa minat dan semangat untuk mengenal atau melakukan giat berbasis olahraga pada mereka yang, mungkin sebelumnya, belum terlalu mengenal olahraga. Atau sudah kenal tapi hanya olahraga itu-itu saja.
Jadi, seperti apa yang diyakini Burrhus Frederic Skinner, Porprov harusnya jadi momentum yang mampu meningkatkan minat anak-anak muda untuk mengenal dan melakukan giat berolahraga.
Terlebih, saat ini, anak-anak muda sudah malas menggerakkan tubuhnya. Sebab, berbagai macam permainan ada di dalam gadget. Saat seperti itulah, harusnya Porprov menunjukkan fungsi sebagai pemicu semangat berolahraga.
Penulis buku-buku kesehatan, Jessica Dolland, mengatakan jika olahraga merupakan media pereda stress terbaik yang pernah ada. Olahraga, kata Jessica, dapat mengalihkan pikiran manusia dari rasa khawatir dengan jalan meredakan berbagai ketegangan otot yang ada pada tubuh.
Nah, karena Porprov merupakan pesta olahraga, tentu, seharusnya dampak yang dihasilkan bisa dirasakan secara kolektif oleh banyak masyarakat. Yakni, meningkatnya keinginan berolahraga sekaligus tidak rentan cemas.
Dampak primer dari Porprov, harusnya tetap berhubungan dengan olahraga. Makin meningkatnya geliat olahraga dan infrastruktur olahraga di sebuah daerah, adalah dampak paling primer bagi gelaran Porprov.
Jika pasca gelaran Porprov tak ada yang berubah dari sebelumnya, tentu kita bisa mengatakan jika Porprov memang minim dampak dan sekadar hura-hura rutinan belaka.
Sedangkan dampak sekunder adalah pengaruh ekonomi. Setidaknya, hadirnya penjual makanan dan minuman di lapangan tentu bisa dikatakan sebagai dampak sekunder.
Tapi, selain tak terdata secara jelas, penjual makanan dan minuman di lapangan tak hanya hadir karena Porprov lho. Sebab, saat ada kawinan pun, para penjual tersebut juga hadir. Asal ada keramaian di dalamnya.
Jadi, seberapa berdampak sih Porprov bagi masyarakat?