Messi: titisan Maradona yang mengakhiri perdebatan panjang tentang siapa pesepakbola terbaik sepanjang masa.
20 tahun lalu, mungkin tidak ada sosok pemain Argentina yang dianggap benar – benar pantas mendapatkan predikat sebagai “The Next Maradona”. Sejumlah nama muncul ke permukaan. Mulai dari Ariel Ortega, Pablo Aimar, Javer Saviola, hingga Andres D’Allesandro. Namun semua nama tersebut tak mampu menanggung beban berat ekspektasi sebagai penerus Maradona. Hingga kemudian muncul sosok bocah ajaib bernama Lionel Messi.
Messi yang mencuat bersama Barcelona memang langsung diberikan predikat sebagai The Next Maradona. Banyak hal yang memang membuat Messi cocok mendapatkan predikat tersebut. Mulai dari gaya main hingga postur badannya yang memang mirip dengan Maradona.
Berbeda dengan pemain yang mendapatkan predikat The Nex Maradona sebelumnya, Messi mulai menunjukkan kapasitasnya dan dianggap benar – benar layak mendapatkan julukan tersebut. Bayangkan saja, di usia 25 tahun Messi sudah mendapatkan 4 Ballon d’Or, meraih 3 trofi Liga Champions, 5 titel La Liga dan membukukan 300 gol lebih.
Namun masih ada asterisk dalam karir cemerlang Messi. Ia belum pernah memberikan gelar apapun kepada timnas Argentina. Sebagai sosok yang dianggap sebagai titisan Maradona, sudah seharusnya Messi memberikan gelar prestisius Piala Dunia kepada Argentina. Seperti halnya yang dilakukan Diego pada 1986 di Meksiko.
Sebelum Qatar 2022, Messi telah bermain di 4 Piala Dunia. Semuanya berakhir dengan kegagalan. Messi hampir meraih gelar tersebut di 2014 lalu pada usia emasnya, 27 tahun. Ketika itu Messi berhasil membawa Tim Tango ke final melawan Jerman. Sayang, gol Mario Gotze di babak extra game memupus harapan Messi dan seluruh publik Argentina.
Kegagalan di Piala Dunia 2014 itu diikuti kegagalan – kegagalan yang lain. Kalah di final Copa America dua kali beruntun dan kembali gagal di Piala Dunia 2018. Publik Argentina pun mulai mempertanyakan komitmen Messi kepada timnas. Tak sedikit yang berpendapat jika Messi tak sepenuh hati bermain untuk Argentina.
Segala kegagalan yang dialami itu bikin Messi sempat menyatakan pension dari timnas Argentina. Meski tak beberapa lama kemudian, Messi berhasil dibujuk untuk kembali ke timnas. Pilihan yang tepat karena “comeback” Messi ini menjadi pintu gerbang menuju keabadian.
Semua diawali dari pembalasan Messi di Copa America 2021. Pada turnamen tersebut, Messi sukses mengantarkan Argentina jadi juara. Lebih hebatnya lagi, saat itu Argentina berhasil mengalahkan musuh bebuyutan, Brazil yang bertindak sebagai tuan rumah. Puasa gelar Lionel Messi bersama Argentina pun telah usai.
Namun, masih ada satu tantangan besar lagi yang harus dilewati Messi untuk jadi yang terbaik dari yang terbaik dan bahkan melampaui sosok Diego Maradona; membawa Argentina menjadi juara Piala Dunia 2022 di Qatar.
Bad Boy Messidona
Di Piala Dunia 2022, usia Messi sudah menginjak 35 tahun. Untuk ukuran pesepakbola, 35 tahun tentu jadi usia senja. Messi tak punya banyak kesempatan lagi. Bisa dibilang, ini adalah kans terakhirnya untuk membawa Argentina juara dunia dan mengakhiri karir cemerlangnya di puncak tertinggi.
Di Piala Dunia Qatar 2022, Messi seolah sedang dirasuki oleh arwah Diego Maradona. Dalam beberapa kesempatan, Messi menunjukkan sisi “antagonis” yang jarang dilihat sepanjang karirnya. Puncaknya tentu saja saat Argentina berjumpa Belanda di babak perempatan final. Usai cetak gol, Messi melakukan selebrasi tepat di depan pelatih Belanda, Louis van Gaal dengan gestur kedua tangan di telinga. Gestur itu memang ditujukan kepada van Gaal yang konon dianggap berbicara terlalu banyak tentang Argentina sebelum laga. Komentar pedas van Gaal agaknya jadi bahan bakar Messi dan pemain Argentina lainnya untuk tampil trengginas di perempat final.
Sikap bengal ala Diego pada diri Messi pun tak berhenti sampai di situ. Usai laga yang dimenangkan Argentina, Messi melakukan wawancara dengan jurnalis di mixed zone. Kemudian muncul sosok penyerang Belanda, Wout Weghorst yang konon ingin menyalami Messi. Alih – alih berjabat tangan, Messi justru menghardik Weghorst dan menyuruhnya pergi dengan kata kasar. Messi pun sempat mengejek Weghorst dengan kata bodoh. Kelakukan yang mengingatkan suporter Argentina kepada sosok Diego Maradona.
Ketika membela Argentina di Piala Dunia, Maradona memang sangat lekat dengan predikat pemain kontroversial. Sudah banyak cerita mengenai betapa bengal atau kontroversialnya Diego. Mulai dari mengumpat di siaran langsung televisi, berkelahi dengan pemain lawan, main di bawah pengaruh obat terlarang dan tentu saja yang paling epic yakni mencetak gol dengan tangan di Piala Dunia 1986.
Sikap Messi di laga melawan Belanda pada perempat final Piala Dunia Qatar 2022 ini tentu sangat unik dan tak biasa. Bagi yang mengikuti perjalanan karirnya, Messi adalah sosok yang sangat jarang melalukan hal – hal kontroversial. Messi lebih lekat dengan sosok anak baik – baik dan pendiam. Hal itu nampak berbeda di Piala Dunia 2022 Qatar. Bak kerasukan Diego, Messi yang biasa terlihat alim kini menjelma jadi bad boy. Mungkin bagi sebagian suporter Argentina, sosok bengal ala Diego inilah yang dibutuhkan. No more good guy.
Messi pun seakan ingin membungkam kritik bahwa ia bukanlah sosok pemimpin dan hanya jadi pesakitan ketika membawa nama Argentina. Sikapnya selama Piala Dunia Qatar 2022 menunjukkan bahwa Ia merupakan seorang pemimpin yang siap berada di garis terdepan dan menggerakkan pemain lainnya, seperti halnya Diego Maradona.
Perjalanan panjang dan berliku Messi di Piala Dunia 2022 Qatar pun berakhir dengan tinta emas. Lewat pertarungan sengit melawan Perancis yang banyak disebut sebagai partai final Piala Dunia terbaik sepanjang masa, Lionel Andres Messi, titisan Maradona yang tak lagi muda dan berada di penghujung karirnya, sukses membawa Argentina jadi juara Piala Dunia.
Kini Maradona benar – benar bisa beristirahat dengan tenang. Sebab, sosok yang dianggap sebagai titisan aslinya mampu meneruskan tongkat estafet dengan baik dan memberikan suka cita kepada publik Argentina. Sementara di spektrum yang lain, Messi pun berhasil mengakhiri perdebatan tentang siapa pesepakbola terbaik sepanjang masa. Bravo, Leo!