Jika memandang langit seraya menengadahkan tangan meminta keadilan Tuhan. Betapa hal tersebut amat sangat mengerikan.
Mendengar kalimat, “Tuhan tidak adil”, di warung kopi, masjid, pengadilan, pinggir jalan, dan tempat-tempat yang lain, amat sering. Dari rakyat jelata yang memandang penguasa dengan harta yang melimpah dan pesona tiada tara, membuat rakyat jelata hanyut dalam lamunan, dan berkata, “Tuhan tidak adil”.
Ketika si X mendapat uang 20 juta dari atasan, sedangkan karyawan lain si Z mendapat uang 10 juta. Kemudian si Z melihat si X, sembari menerima uang dari atasan dengan muka sedikit kesal dan bergumam dalam sanubari, “Tuhan tidak adil”.
Selain itu, ketika ada seorang ahli ibadah, hingga jidatnya hitam, merasa iri ketika melihat tetangganya yang ibadah menurutnya biasa-biasa saja, tetapi bisa naik haji duluan.
Ditambah lagi, betapa amat irinya, orang yang ahli ibadah tadi melihat orang yang kerjaannya sering mabuk di malam hari, namun kantongnya selalu tebal dan berisi.
Fenomena yang telah disebutkan di atas sering terjadi dalam kehidupan masyatakat. Lantas, dimana keadilan Tuhan?
Jika Tuhan menunjukkan keadilannya. Tidak menutup kemungkinan saban individu akan tenggelam dalam neraka. Dalam 24 jam atau satu hari, sudah berapa kali kita tidak ingat dengan Tuhan? Lebih banyak mana antara yang ingat dengan Tuhan atau lalai?
Jika mengingat Tuhan, maka berada di jalur ketaatan. Namun jika sedang lalai dengan Tuhan, maka berada di jalur kemaksiatan. Jika ada seorang hamba menghadap langit dan menengadahkan tangan sembari berucap, “Ya Tuhan, tunjukkanlah keadilanmu…, Tuhan”. Apakah siap menerima keadilan Tuhan?
Maka tak salah dalam pikiran untuk menanamkan dalam pikiran bahwasanya goresan takdir Tuhan itu sempurna alias tidak ada yang cacat.
Kemudian jutaan amal ibadah jika berhadapan dengan keadilan Tuhan, hasilnya bisa jadi mengerikan. Namun jika jutaan dosa berhadapan dengan fadhal dan rahmat Tuhan, hasilnya bisa jadi membahagiakan.
Maka dari itu, optimisme merupakan salah satu di antara pemikiran yang perlu ditanamkan dalam pikiran sebagai bekal mengarungi samudera kehidupan yang fana ini. Wallahua’lam.