“Disenangi saja, apa cukup secara kuantitas dan kualitas?”
Kalimat singkat itu memunculkan berbagai argumen yang diperdebatkan. Walaupun bagi penulis makna yang ada cukuplah mendalam. Kalau hanya disenangi, apa bisa sebanding dengan performa yang diharapkan masyarakat?
Jangan sampai, hanya karena disenangi sampai melupakan kualitas dan kuantitas. Jangan karena ikut-ikutan, tapi harus ikut berperan.
Muda dalam makna sebagian orang masih berkaitan dengan badan sehat, jiwa kuat, tampilan paripurna, dan visual yang menjual. Berkarisma pun begitu, bila masyarakat senang dengan pembawaan atau ciri khas yang khusus itu akan membuatnya lebih dikenal luas.
Bagaimana tidak, jika dilihat saat ini banyak berseliweran kalimat “wih, cocok nih”, “menjual banget” bla, bla, bla, dan sebagainya. Itu bukan sebagian kecil, malah sebagian besar.
Pada dasarnya, muda bukan tentang visual semata. Muda tidak sesingkat itu. Kalau dikaitkan dengan figur muda, pemahaman seperti ini bisa menjadi hal yang kuno. Filosofisnya, apa iya muda cuma karena tampang ?
Makin merebak lagi, kalau khalayak luas merasa sebaliknya. Setiap pemahaman manusia itu akan berbeda-beda dalam menilai. Yang satu suka A, tapi yang satunya suka B. Akhirnya terjadi perselisihan, karena merasa pilihannya adalah yang terbaik.
Tidak masalah, kalau kita punya opini masing-masing. Kalau opini itu baik dan mendukung. Masalahnya, masih soal suka atau tidak. Ada yang senang dan tidak senang. Jatuhnya malah menjatuhkan. Meskipun sah saja, bila positif.
Sayangnya, saling menguatkan pendapat sendiri pun buah budidaya di era sekarang. Milenial belum cakap berpendapat tapi cakap mengkritisi. Berusaha mendengarkan pendapat orang lain, malah menjadi hal yang tabu. Sebab mumpung ada yang diajak berdebat.
Meski begitu, kembali lagi figur muda saat ini memang sedang gembar-gembor dibicarakan. Banyak yang terus terang suka ini kurang suka itu. Sah saja, untuk manusia mengutarakan pendapat. Hal-hal semacam ini, agaknya menjadi pemicu terkikisnya rasa muda yang disenangi. Ya, karena perilaku masyarakat pendukungnya sendiri.
Mengapa bisa terkikis, sebab saat ini masyarakat pun mulai pintar dalam memilih dan beropini. Bukan soal tampang, namun kemampuan, kualitas, kuantitas, cara berpikir, dan ide yang cemerlang. Melihat di siaran televisi berbagai berita miring terkait dengan figur muda saat ini.
Pun begitu dengan pemberitaan hal yang kurang etis untuk didengar dan dibicarakan. Belum lagi, jika anak-anak hanya sibuk mengikuti, mengambil, dan menerapkan hal yang kurang pantas bagi dirinya.
Kita tidak bisa menyalahkan begitu saja, dengan dampak kurang baik dari skandal yang dibawa oleh figur muda ini. Tapi kembali lagi, kita tidak lepas dari cara pencegahan agar tidak terjadi hal-hal yang kurang baik.
Lalu bagaimana caranya ? Memilih dan memilah adalah hal yang tepat, fokuskan diri untuk menilai segi kualitas dan kuantitas itu dengan tuntas. Mulailah mengulik figur-figur muda bertampang baik, yang pandai dalam mengolah kata, bekerja dengan telaten, serta terlihat sumbangsihnya dalam kemajuan bangsa. Bukan soal tampang saja, namun ini terkait dengan peran dan ide figur itu.
Di sini penulis mengajak, para pembaca untuk memahami dengan santai dan mencermati apa yang ingin penulis sampaikan. Pelan dan perlahan saja, tidak terburu-buru.
Penulis adalah Mahasiswa Semester 2 Prodi Sistem Informasi UNUGIRI Bojonegoro, Ketua Angkatan 2022, UKM Griya Cendekia 2022.