Rasa syukur, merupakan vaksin paling ampuh untuk melindungi tubuh. Ini bisa kita lihat dari sudut pandang ilahiah timur, maupun ilmiah barat.
Banyaknya kabar kematian, tentu harus disikapi secara bijaksana. Selain harus selalu taat prokes, kita harus mulai sering-sering bersyukur atas hal-hal kecil yang kita nikmati.
Bisa merasakan cahaya matahari, bersyukur. Bisa menarik nafas panjang, bersyukur. Bisa merasakan lapar, bersyukur. Bisa melihat hape berlama-lama, bersyukur. Bisa merasakan gatal saat digigit nyamuk, bersyukur. Pokoknya bersyukur.
Kehebatan konsep bersyukur, bisa kita bedah menggunakan dua pisau analisis sekaligus. Pertama, pisau ilmiah barat dan kedua, pisau ilahiah timur. Ini penting agar kita tetap ilahiah dan ilmiah secara bersamaan.
Dalam konsep psikologis ilmiah barat, kita mengenal istilah Law of Attraction (LoA) atau hukum tarik-menarik. Dimana hal-hal di luar sana, bisa kita tarik menggunakan pikiran kita, dengan cara fokus memikirkannya.
Kita, mungkin pernah suatu hari merasa lapar dan ingin makan mie instan. Lalu, tiba-tiba ada teman yang datang sambil menawarkan mie instan. Disadari atau tidak, konsep LoA sedang bekerja.
Kita, mungkin pernah merindukan dan memikirkan seseorang. Lalu tiba-tiba, hape kita bergetar dan seseorang itu mengirim pesan ke nomor kita. Disadari atau tidak, konsep LoA sedang bekerja.
Dalam konsep Law of Attraction, semua ini terjadi karena saat kita fokus memikirkan sesuatu, pikiran kita bermetamorfosis menjadi sebuah energi. Dan energi tersebut mengintervensi semesta makro kosmos untuk membuat apa yang kita pikirkan tadi mendekat pada kita, dengan bermacam wasilah dan cara.
Sementara dalam konsep psikologis ilahiah timur, konsep LoA mirip dengan konsep Huznudzon (berprasangka baik) pada Allah. Sangkaan kita pada Allah menentukan apa yang Allah akan berikan pada kita.
Kita, mungkin pernah menginginkan dan memikirkan sesuatu. Lalu kita berdoa pada Allah dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan sesuatu itu pada kita. Dan kita mendapatkan apa yang kita inginkan, melalui berbagai macam wujud dan bentuknya.
Hal itu, tentu sesuai dengan hadis qudsi yang berkata: Allah SWT sesuai dengan persangkaan hamba-Nya.
Ini alasan kenapa para Auliya atau Waliyullah atau orang yang dekat dengan Allah, memiliki sikap La khaufun alaihim wa la hum yahzanun. (Tidak khawatir dan tidak bersedih). Sebab, selalu berprasangka baik pada ketentuan Allah.
Ya, mensyukuri hal-hal kecil akan menarik datangnya nikmat-nikmat yang lebih besar. Karena itu, di tengah mencekamnya kabar tentang pandemi, kita harus mengundang hal-hal baik melalui konsep mensyukuri hal-hal kecil.
Pesan tentang pentingnya mensyukuri hal-hal kecil ini, saya dapat saat sowan ke ndalem kiai kami beberapa bulan lalu. Ya, sowan atau menemui Kiai adalah tradisi fisik yang memberi dampak luar biasa terhadap kondisi psikologis para santri.
Tiap kali kami dihadapkan pada masalah yang sulit, sowan kiai adalah senjata yang paling bisa diandalkan.
Sowan Kiai, dalam kadar tertentu, adalah benteng terakhir bagi para santri yang mobat-mabit menghadapi permasalahan hidup. Tak terkecuali saat menghadapi belantara kecemasan di tengah pandemi saat ini.
Sejak pandemi gelombang pertama, sesungguhnya saya dan sejumlah kawan sudah langsung sowan ke ndalem kiai kami di Kuncen Padangan. Kami berniat untuk minta dikuatkan hati kami, agar tetap bisa hidup secara manusiawi, di tengah pandemi.
Sowan beberapa bulan lalu tergolong unik.Kami belum berucap apa-apa, tapi seperti tahu apa yang kami semua rasakan, Kiai langsung berkata pada kami, “Wa ma kana linafsin an tamụta illa bi’iznillahi kitabam mu’ajjala”. Dengan suara bergetar, Kiai mengulang kalimat itu sampai beberapa kali.
Sesuatu yang bernyawa tak akan mati, kecuali atas izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. (QS. Ali Imran 145). Begitulah arti dari kalimat yang diucap Kiai berkali-kali tersebut.
Kiai mengingatkan kami bahwa mati itu bagian dari hidup. Di tengah banyaknya kabar tentang kematian, sesungguhnya itu bukti betapa kita saat ini memang sedang dalam kondisi hidup. Banyaknya kabar kematian, adalah cara agar kita ingat sedang hidup. Sebab kadang, kita hidup tapi lupa kalau sedang hidup.
Takut mati itu wajar. Justru kalau tidak takut mati malah bahaya. Dengan takut mati, barangkali, manusia jadi mudah dinasehati. Manusia jadi mudah mendekatkan diri pada yang mengatur hidup dan mati.
Selama Allah belum mengizinkan kita untuk mati, ucap Kiai, kita tak akan pernah mati apapun yang terjadi. Begitupun. Saat Allah sudah mengizinkan kita untuk mati, walau sudah patuh protokol kesehatan pun, kita akan tetap mati.
Ada yang bilang jika di zaman akhir, banyak orang sulit dinasehati. Karena itu, malaikat maut turun tangan untuk menasehati. Tentu untuk menasehati mereka yang masih hidup.
Hakikat kematian adalah pengingat. Semakin banyak kita mendengar kabar tentang kematian, artinya, semakin banyak pula orang yang mengingatkan kita. Mengingatkan tentang apa? Kita tentu punya jawaban masing-masing.
Kiai mengingatkan kami untuk selalu bersyukur. Bersyukur atas apapun. Yang penting hati bisa bersyukur. Dengan bersyukur, hati bisa tenang dan Ridha atas keputusan dan ketetapan Sang Maha Penggaris Takdir.
Bersyukur masih diberi hidup. Di tengah banyaknya kabar kematian, dan kita masih hidup. Ini harus disyukuri. Dengan mensyukurinya, Allah akan menambah nikmat kita. Nikmat sehat. Nikmat aman. Nikmat hati yang tenteram.
Mensyukuri hal-hal kecil, tanpa disadari, akan menarik datangnya nikmat-nikmat besar. Sebab, dengan bersyukur, kita sudah berprasangka baik pada pemilik hidup. Terlepas apapun yang terjadi, setidaknya kita selalu dalam kondisi bersyukur dan berprasangka baik.
Tak heran jika banyak orang bilang: rasa syukur merupakan vaksin paling ampuh untuk menyembuhkan dan memperkuat kedaulatan tubuh manusia terhadap berbagai ancaman.
Kematian kerap gagal menakuti orang yang ahli bersyukur atas nikmat Allah. Sebab, kalaupun mati, seorang yang ahli bersyukur mati dalam kondisi berpegang iman dan rasa syukur.
Itu alasan kenapa rasa syukur merupakan vaksin paling ampuh untuk melindungi tubuh. Selain melakukan vaksinasi antigen, kita juga harus melakukan vaksinasi rasa syukur ke dalam tubuh kita.