Dia masyhur sebagai sosok yang lihai meroasting melalui tulisan dekonstruktif. Sementara berkembang mitos sulit menulis roastingan untuknya. Karena itu, malam ini, saya berniat membobol mitos tersebut.
Berangkat dari rasa gemes dan gregetan, saya berniat memantapkan diri untuk melangitkan sebuah nama, yang menurut saya perlu dilangitkan. Sebab, sudah sekian lama nama ini membumi, perlu peningkatan yang lebih nyentrik.
Masak kok tiap hari harus selalu mengonsumsi informasi-informasi yang berkemasan politik, ekonomi, kuliner, kalau gak gitu yaa tumpahan tangis para pegalau Jurnaba.co seperti Sidkin Ali atau Farid Fakih, misalnya. Piss!!
Sesungguhnya, saya pengen banget sih nulis soal penulis kece macam Sidkin Ali atau Farid Fakih, dua nama yang konon punya basis fans melebihi jumlah kandungan garam dalam sayur lodeh itu. Tapi, kayaknya nanti dulu deh. Hehe
Kembali lagi ke topik yang ingin saya bahas di sini. Nama ini sudah populer bagi sebagian masyarakat Bojonegoro, sekaligus tidak populer blas bagi sebagian yang lain. Sebab, mereka tidak akan mengetahuinya.
Hayo, siapa kira-kira? Dari penampilannya, track recordnya, sepak terjangnya, hampir sebelas-limabelas sama Kepala Suku Mojok.co, Puthut EA.
Dari keterangan kecil ini, pasti sudah bisa menebak ya siapa dia, khususnya bagi para pembaca Jurnaba.co.
Yaps, dialah Wahyu Rizkiawan. Di lingkaran kami, blio masyhur sebagai sosok yang lihai meroasting melalui tulisan dekonstruktif. Sementara berkembang mitos bahwa sulit menulis roastingan untuknya. Karena itu, malam ini, saya berniat membobol mitos tersebut. Wkwk
Mendengar nama Wahyu Rizkiawan, mungkin sudah tidak ada kerennya sama sekali. Bisa dibilang nama ini pasaran. Dari riset kecil-kecilan yang saya bikin, nama Wahyu amat banyak dan bikin bosan bagi para pendengarnya.
Beberapa kali saya tanya pada kawan saya, “Kamu tahu nggak nama amburadul Wahyu Rizkiawan, tokoh keren sejagad Bojonegoro?” Awalnya pertanyaan itu mendapat respon baik. Saya pikir, dia paham betul maksud saya adalah Wahyu Rizkiawan Ketua Sekte Jurnaba. Eh, ndilalah, di akhir kalimat, dia balik bertanya,
“Wahyu sing biasane mudun bareng malaikat Jibril kae to?,”
“Udelmu keseleo kunu,” gemereget rasanya mendengar jawaban itu.
Tentu saja jawaban itu sebuah pelanggaran dan kesalahan. Masak iya, nama se-masyhur dan sekeren itu tak dikenalnya. Pasti kurang baca Jurnaba deh. Batin saya.
Sekilas dari perbincangan itu, membuktikan bahwa nama Wahyu Rizkiawan tak ada apa-apanya. Sudah barang tentu, tak spesial dan tak berbakat jadi populis (salah siapa nggak pakai pseudoname keren kayak penulis-penulis lain).
Bolehlah itu dibenarkan dan disalahkan. Tapi jangan lupa, di balik Wahyu-Wahyu yang ada, apakah sama? Sudah pasti berbeda. Apa yang membuat Wahyu Rizkiawan ini berbeda dengan Wahyu-Wahyu yang ada pada zamannya. Hahaha
Kalau Wahyu Rizkiawan, saya mencium aroma dia itu titisan Puthut EA. Bagaimana tidak? Wahyu Rizkiawan merupakan Ketua Sekte Jurnaba.co. Sedang Puthut EA adalah Kepala Suku media alternatif ternama, Mojok.co. Jejak itu saling digariskan.
Di lain sisi, blio juga pernah ngomong kalau mengagumi dan sering baca-baca buku Puthut EA, selain tentu saja Mahbub Djunaidi dan Goenawan Mohamad.
Dari garis nasab keturunan, sama-sama baru memiliki satu keturunan, bedanya Puthut EA punya anak lelaki. Sedang Wahyu Rizkiawan punya anak Perempuan.
Saya sempat nggojloki penulis cerpen Pembual Millenial itu begini, “Jangan-jangan mereka jodoh nih, ” begitu saya usil pada Mas Rizky.
“Hayyin masih kecil, Tante, ” itu jawaban sosok bernama lain Ahmud Abas itu. Ya, Ahmud Abas adalah akronim dari Ayah Muda Anak Baru Satu. Begajulan sekali kan. Wkwk
Tapi, Siapa yang tahu jodoh setiap orang ya, Nabs. Nabi Muhammad saja bisa kok berjodoh dengan Siti Khodijah yang usianya lebih sepuh. Masak Bisma Kalijaga nggak bisa berjodoh dengan Bihayyin Kalimasyada. Wkwk ~
Meski satunya kelas nasional dan satunya kelas lokal pedesaan, membahas keunikan Puthut EA dengan Wahyu Rizkiawan tak akan pernah selesai. Sama halnya membahas soal jodoh. Hmm
Wahyu Rizkiawan, telah banyak sekali menulis fenomena-fenomena kehidupan sehari-hari dengan perspektifnya yang unik. Begitupun dengan Puthut EA.
Tulisan dua manusia itu mampu memasak otak manusia yang tidur menjadi bangun, yang mbrangkang menjadi lari, yang jomblo menjadi poligami, dan yang kere menjadi kaya. Kaya akan pengetahuan maksudnya ~
Bedanya, Puthut EA sudah berkali-kali launching banyak buku berjenis esai, novel, hingga cerpen. Sedangkan Wahyu Rizkiawan karyanya belum sebanyak Puthut EA. Bahkan sebagai pengagum amatiran, saya belum pernah sama sekali membaca karya Mas Rizki yang beberapa konon sudah dibukukan itu.
Barangkali, setelah membaca tulisan ini, saya akan langsung disodori buku karyanya untuk saya baca. Atau justru saya akan disambel habis-habisan sebab telah berani menghujatnya, bahkan menyandingkan dia dengan sosok besar Puthut EA. Hahaha
Saya memang bangga dengan dua tokoh itu. Tapi bukan berarti saya harus melangitkan dua nama itu melulu. Saya hanya melihat apa yang saya lihat. Hahaha meski di awal saya sudah berani menulis saya akan melangitkan sebuah nama, hal itu tidaklah benar. Justru malah sebaliknya. Akan saya gojlokiiii ~
Dengan begitu, membaca sebuah teks sampai akhir adalah penting, terlebih tidak mudah menilai sesuatu dari intronya saja. Menerima informasi secara utuh akan menjauhkan seseorang dari kesalahpahaman dan kecemasan.
Memverifikasi dengan kenyataan juga tak lupa untuk selalu kroscek. Siapa tahu, teks yang kalian baca ini juga hoax. Dengan mengucap nawaitu, saya berniat menulis gojlokan dekonstruktif untuk Mas Rizky sambil ngalap inspirasi agar ketularan untuk terus bersemangat menulis. Hehe