Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba
Home Cecurhatan

Waktu yang Tepat untuk Berhenti

Branda Lokamaya by Branda Lokamaya
October 5, 2019
in Cecurhatan
Waktu yang Tepat untuk Berhenti
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan Ke WA

Di dunia ini, ada banyak hal yang mudah dilupakan. Tapi, di saat yang sama, kita tak lupa-lupa amat kepadanya. Masih membutuhkan dan menikmatinya. Semacam kebutuhan dan kenikmatan yang, tentu saja, tidak kita sadari.

Begitupun dua nama ini: Marvin Stone dan Gideon Sundback. Saya sangat yakin jika dua nama ini adalah sejenis istilah yang paling mudah dilupakan oleh kepala saya. Selain ejaannya aneh, juga mirip dengan nama benda-benda.

Tapi, sesungguhnya, saya tak bisa jauh dari Marvin Stone dan Gideon Sundback. Karena hampir setiap hari, saya masih sering bersinggungan dengan karya-karya mereka: sedotan dan resleting (zipper).

Meski kadang sangat menikmati prosesnya, saya ingin berhenti menulis. Sudah beberapa bulan belakangan, saya berniat untuk berhenti menulis. Meski kadang masih sering menikmati kesulitannya.

Setelah menemui beberapa orang dan merenung dalam-dalam selama hampir sebulan ini, saya mantap memutuskan untuk berhenti menulis. Saya baru merasakan jika terlalu banyak menulis ternyata melelahkan.

Saya tak mengambil keputusan itu secara serampangan. Sudah saya pikirkan secara matang-matang. Bahkan, sudah saya bicarakan pada beberapa teman dekat seperti Subkhan, Ardyan, Chusnul, Farid, dan Mas Rizky.

Subkhan dan Ardyan langsung paham apa yang menggelisahkan saya. Mungkin karena mereka berdua lebih senior dan pernah punya pengalaman yang sama dalam hal kepenatan menulis. Kata mereka yang langsung saya amini: beristirahat adalah kunci.

Chusnul dan Farid berbeda lagi. Mereka sempat tak setuju jika saya harus berhenti menulis. Tapi, mereka segera menyadari jika dua jempol tangan yang mulai tremor dan mata yang kian buram saat melihat sesuatu, memang harus dikasihani dan diistirahatkan.

Perkara paling sulit tentu menemui Mas Rizky. Dia orang yang cukup merepotkan jika harus dimintai pertimbangan tentang tulis menulis. Apalagi dimintai keputusan tentang berhenti menulis.

Sebagai adik kelas yang mungkin selisih 4 atau 5 tahun di bawahnya, saya sangat akrab dan masih sering merepotkannya. Dia lah yang meminta saya menekuni dunia menulis. Jadi, saat saya ingin berhenti, paling tidak dia harus tahu.

Saya mengenalnya sudah cukup lama. Sejak nyantri di Al-Amechiyah (Amec). Sejak masih di Amec, saya sangat dekat dengannya. Dulu dia dipanggil Sinchan, karena alisnya tebal dan pipinya tembem. Dia juga pernah dipanggil Pinokio, mungkin karena dia suka berbohong.

Meski terlihat kejam pada junior, dia cukup baik. Saya ingat saat sedang sakit, dia lah yang mengurus asrama dan membelikan saya obat. Saat saya kepergok membawa majalah Bola di kamar, dia pula yang menyelamatkan saya dari hukuman.

Dan saat saya sudah kuliah tapi masih nginap di asrama, dia lah yang setiap malam menemani saya mengerjakan tugas. Bahkan, saat saya pingsan di pinggir jalan karena patah hati, dia pula yang membopong saya pulang ke asrama dan menunggui saya menangis, hingga tangisan itu reda.

“Cobalah menulis. Siapa tahu kamu mendapat jodoh melalui dunia tulis menulis,” katanya waktu itu, sambil mempukpuk bahu saya.

Dua jam setelah mendengar kata-kata itu, saya menulis puisi yang saya lupa judulnya, tapi menjadi momentum saya memasuki dunia tulis menulis. Bersama Mas Rizky pula, saya pergi ke sejumlah kota, mewawancarai guru-guru TK, hingga mengerjakan beberapa projek buku cerita anak.

Karena itu, tak ada alasan bagi saya untuk tak meminta izin padanya, terkait niat saya untuk berhenti menulis di Jurnaba. Dua hari saya mempersiapkan mental untuk pertemuan itu. Dan sore tadi, saya beranikan diri menemuinya.

Dia, seperti yang saya duga, tak setuju mendengar keinginan saya berhenti menulis. Berulangkali dia bilang bahwa menulis tak akan pernah berdampak bagi kesehatan. Tapi menyehatkan. Bahkan, saat saya tunjukkan betapa tremor di kedua jempol tangan saya dan betapa lelah mata saya, dia justru tak percaya.

“Fokus pada bidang tertentu atau melanjutkan pendidikan, bukan berarti harus berhenti menulis, kan?” Ucapnya sambil bertanya.

Kian merahnya mata dan tremor di kedua jempol tangan saya, tampaknya tak membuat Mas Rizky luluh. Bahkan mampu mengorek alasan lain di balik keinginan saya untuk berhenti menulis di Jurnaba. Tampaknya dia memang sulit dimintai izin perihal berhenti menulis. Tapi saya akan tetap kekeuh untuk berhenti menulis.

“Baiklah. Istirahat. Bukan berhenti tapi beristirahat,” akhirnya dia luluh juga, saat saya terus-terusan membantah dan hampir menangis meminta-minta di depannya.

Sesungguhnya, menulis memang sulit. Saya sering mengiyakan saat Mas Rizky bilang jika menulis hanya butuh semangat. Tentu itu bohong belaka. Hanya, saya menyembunyikan kebohongan itu dari Mas Rizky. Menulis tak hanya butuh semangat. Menulis butuh banyak hal.

Bohong jika menulis lebih mudah daripada fotografi. Bohong jika menulis lebih mudah daripada videografi. Asal punya kamera bagus, butuh waktu seminggu saya bisa menghasilkan foto yang bagus. Asal punya laptop dan aplikasi yang bagus, butuh waktu sebulan saya bisa memfilmkan tulisan naskah.

Tapi, meski diberi kesempatan bertahun-tahun, jika imajinasi dan estetika dan referensi cekak, tak akan ada yang mau membaca tulisanmu. Sebab menulis tak berhubungan dengan kemewahan alat. Ia berkaitan dengan kemewahan akal dan imajinasi. Karena itu, saat Mas Rizky bilang menulis lebih mudah daripada fotografi dan videografi, dia berbohong!

Dan atas alasan itu pula, pada akhirnya, Mas Rizky luluh akan niat saya untuk berhenti menulis di Jurnaba. Dia tak berani lagi membantahnya. Sebab dia tahu dan menyadari, bahwa menulis jauh lebih sulit dan melelahkan daripada fotografi maupun videografi.

Tags: FotografiMenulisVideografi

BERITA MENARIK LAINNYA

Menggarami Lautan Pakai Air Mata, Sebuah Nostalgia Patah Hati
Cecurhatan

Menggarami Lautan Pakai Air Mata, Sebuah Nostalgia Patah Hati

March 3, 2021
Datangnya Kilang Minyak dan Fatamorgana Masa Depan
Cecurhatan

Datangnya Kilang Minyak dan Fatamorgana Masa Depan

February 26, 2021
Saatnya Membantah Teori Sejarah The Great Man Theory
Cecurhatan

Saatnya Membantah Teori Sejarah The Great Man Theory

February 25, 2021

REKOMENDASI

Melihat Kondisi Pertanian Bojonegoro pada 1958

Melihat Kondisi Pertanian Bojonegoro pada 1958

March 4, 2021
Menggarami Lautan Pakai Air Mata, Sebuah Nostalgia Patah Hati

Menggarami Lautan Pakai Air Mata, Sebuah Nostalgia Patah Hati

March 3, 2021
Panggil Saja Aku, Jum

Panggil Saja Aku, Jum

March 2, 2021
Menerawang Khasiat Bunga Telang: Si Serbaguna dari Bumi Anglingdharma

Menerawang Khasiat Bunga Telang: Si Serbaguna dari Bumi Anglingdharma

March 1, 2021
Sarapan penuh Kehangatan 

Sarapan penuh Kehangatan 

February 28, 2021
Menghelat Diskusi Santai Perihal Perempuan

Menghelat Diskusi Santai Perihal Perempuan

February 27, 2021

Tentang Jurnaba - Kontak - Squad - Aturan Privasi - Kirim Konten
© Jurnaba.co All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • HOME
  • PERISTIWA
  • KULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • ALTERTAINMENT
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • TENTANG
  • KONTAK

© Jurnaba.co All Rights Reserved