Palasari, sebuah tempat dimana aku minum kopi dan menanti.
Mataku melihat kesana-kemari. Balap burung dara, orang-orang yang menundukkan kepala untuk membaca buku, dan anak-anak yang bermain dengan riang. Di sebuah taman bermain area Palasari.
Ada majalah dewasa, namun aku tidak terlalu tertarik dengannya. Ada buku matematika, kenangan guru garang hadir di depan mata. Ada kitab-kitab, yang sedang dilihat oleh sepasang mata.
Di Palasari, aku terus melangkahkan kaki. Menengok sana-sani, siapa tahu ada puisi yang memikat sanubari. Dari lorong ke lorong kujelajahi, serasa di kios cakrawala yang berada di tepi pasar Kota B.
Terus berjalan. Sembari menggendong rangsel yang berisi berbagai jenis barang dan tanda tangan. Resah, gelisah, suka, dan bahagia, biar rangsel saja yang tahu.
Buku merah, ekonomi revolusioner dari tokoh negara K, mampu menghentikan langkah. Aih, angin belum memberikan izin untuk meminang buku itu, karena terkandung banyak angin di saku, cuan demi cuan sudah berlalu. Aih, sial!
Aku coba bertanya, sebuah karya terjemahan dari Negeri Tiga Singa, ternyata tidak ada. Kaki masih terus melangkah, buku-buku, dedaunan yang gugur di Palasari, dan berbagai jenis pandangan, menjadi saksi, aku pernah berziarah di Palasari.
Menuju gerbang perpaduan mesin dan manusia. Di sambut dua buah benda, septu dan buku. Dan ternyata, di beranda yang lain juga ada sepasang sepatu. Meskipun jauh, namun terasa dekat. Secara kasat mata, dia, perempuan yang dibesarkan dalam balutan duka dan bahagia, lebih memilih sepatu. Dan senantiasa digunakan, kemanapun dia pergi.
Duh gusti, dia sudah pergi. Dengan sepasang sepatu yang lain. Layakkah, air mata ini, menetes di tanah Palasari. Atau pohon-pohon dan burung-burung Palasari, akan menjadi saksi drama tragedi?
Tidak, aku tidak akan ke Kalisari, aku masih senantiasa menunggu di Palasari. Berbagai jenis sepatu, telah engkau temui, apalah daya, hingga waktu menuju kepala tiga, sepatu aku tak punya. Namun, aku percaya dengan juang dan do’a. Dan akan tetap dan terus menunggu di Palasari. Bersama buku-buku, kios yang berdebu, dan orang-orang dari negeri tak bertuan.