Jurnaba
Jurnaba
No Result
View All Result
Jurnaba
Home Cecurhatan

Hikayat Gerhana dan Opera dalam Kepala

Imron Nasir by Imron Nasir
03/06/2021
in Cecurhatan
Hikayat Gerhana dan Opera dalam Kepala
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan Ke WA

Hikayat gerhana dan segala sesuatu yang menyelimutinya. 

Lihatlah….lihatlah aku…. matamu dapat melihatku… tapi mataku tak dapat melihatmu.

Sungguh Tuhan tidak adil, aku dikasih mata dan kemudian ia ambil kembali. Apa mata Tuhan akan timbilen?

Apa kau mau sepertiku? Kita sama-sama tak saling lihat. Mau?

Sudah kuduga. Kau tak mungkin mau picik begini.

Sudah capek aku. Setiap gerhana itu muncul kembali lewat perbincangan Sarni dan Tumini, aku menangis, aku ingat tigapuluh lima tahun lalu ketika anakku masih berusia lima tahun.

Aku sedang menanak nasi di dapur untuk sarapan kita. Sedangkan bapaknya sudah setahun pergi lebih dahulu sebelum kejadian itu.

Ya, aku teriaki anakku. Aku suruh ia agar segera masuk ke dalam rumah dan sembunyi di bawah meja.

Seperti apa yang aku lakukan dulu ketika Si Mbokku mengunci pintu rumah, menyuruhku sembunyi di bawah meja, aku melakukannya, meskipun rasa penasaran anak kecil ingin sekali melihat bagaimana gerhana matahari itu bisa terjadi.

Aku sembunyi dengan tiduran, duduk dan makan aneka jajanan desa yang telah disiapkan oleh ibuku, jadah, onde-onde, rengginan dan lain sebagainya.

Enak matamu….. memang enak makanan-makanan itu, tetapi aku harus menahan rasa penasaranku melihat gerhana matahari. Gerhana.. gerhana… macam apa dia itu?

Kata Si Mbok gerhana itu muncul sebab Batara Kala menelan matahari. Hanya sebentar, sebab Batara Kala hanya berwujud kepala hingga leher, sehingga matahari itu menggelinding lagi setelah keluar dari lehernya.

Batara Kala melakukannya karena balas dendam, ya hidup ini adalah serangkaian balas dendam.

Begitu juga yang kuceritakan kepada anakku ketika ia kesulitan tidur, tetapi tak berhasil. Kukira dengan mendongenginya seperti itu ia akan faham, tak hanya berhasil tidur, tapi ia juga berhasil untuk tidak balas dendam.

Jika hidup ini balas dendam, aku tidak ingin ada balas dendam lagi.

** **

“No…. Seno…. Masuk… ada gerhana. Jangan di luar,” Ucapku berteriak.

“Mak…………..”

Seno seketika itu berteriak memanggilku. Aku berlari dari dapur menuju halaman rumah. Gerhana benar-benar terjadi. Ketika Batara Kala menelan matahari, Seno tak kuat melihatnya, ia menunduk.

Aku dekap ia, sayang mataku masih sempat menyaksikan pertunjukan sadis itu. Ah mataku, mataku….. ada apa ini… mengapa gelap?

“Mak… Mak…..” Seno menangis.

Seno menangis, tangannya menggandengku, ia tuntun aku ke dalam rumah. Aku duduk mengucek mataku. Ya Allah…., benar-benar tidak kelihatan.

Aku menangis bersama Seno, tanganku merabai wajah anakku sayang.

Sejak saat itu dunia bagiku sudah hancur. Kehidupan tidak ada lagi. Hanya ada satu warna di mataku, gelap. Dan gelap bagiku adalah cahaya.

Kamu paham?

Aku benar-benar picik. Aku berlatih berjalan tanpa melihat, jidatku terbentur tiang, lututku membentur tembok, kakiku menyandung batu. Segala sesuatunya aku dibantu oleh anakku, Seno.

Aku sempat berharap bahwa Seno akan menjadi anak kecil saja. Hingga suatu saat tanpa aku sadari umur Seno sudah sebaya dengan umur bapaknya ketika menikahiku.

Seno sungkem di kakiku, ia bilang ingin kawin, gadis itu cantik, anak orang kaya. Aku elus-elus rambutnya, hatiku menahan kesedihan.

Harus kulepaskan juga akhirnya anakku ini, anak yang tidak kuat melihat adegan Batara Kala menelan surya.

Akhirnya ia melakukan hal yang lebih sadis daripada adegan Batara Kala menelan surya. Ia menikah, aku restui, tapi aku tak boleh datang.

Sejak saat itu ia jarang mengunjungiku. Ia berkunjung seperti gerhana.

Aku sudah tidak tahu bagaimana wajah Seno, apalagi istrinya yang katanya cantik dan cucu-cucuku yang katanya lucu.

Jangankan mereka, wajahku sendiri saja aku sudah lupa. Aku pecahkan kaca-kaca di rumahku, mereka tidak berfungsi bagiku.

Menurutmu apa cantik dan tampan sangat bernilai, sedang di mata orang buta saja mereka tidak kelihatan?

Setelah aku kehilangan Seno, perlahan aku dapat melakukan semuanya sendirian. Di rumahku yang seukuran kandang ayam aku tinggal, tidak ada kucing, mungkin tikus yang beberapa kali memakan makananku dan setelah itu aku makan lagi.

Sarni dan Tumini yang sering menjengukku kemari. Kadang mereka berdua membawakan nasi dan sayur asem, itupun jika menantu mereka tidak di rumah.

Jika menantu Sarni dan Tumini di rumah, mereka berdua hanya mengunjungiku dengan tangan kosong.

Entah mengapa kita bertiga seperti tidak dapat bersahabat dengan menantu kita masing-masing. Kita sama-sama yang melahirkan suami mereka.

Aku sendiri sebenarnya tidak berharap juga diperhatikan oleh mereka, tapi jika mereka tahu, hidup sebagai mertua itu tidak mudah jika memiliki menantu seperti mereka.

Dalam hidup ini terdapat sebuah karma, dan karma itu adalah sebuah pembalasan dendam. Ah, mengapa hidup ini berisi balasdendam lagi?

** **

Sore ini Sarni dan Tumini mengunjungiku, tangan kosong saja, aku tak melihat, tapi aku sudah bisa merasakan dengan gelagat mereka ketika memasuki pintu rumahku, pintu itu pernah membuatku jatuh.

“Malam ini ada gerhana bulan lho yu……..” Ucap Tumini.

“Iya…… gerhana,” Imbuh Sarni.

“Iya sudah tahu……….,” Ucapku kepada mereka.

“Lha ngerti darimana wong matamu picik?” Ucap Sarni.

“Pokoknya aku ngerti…….. Mbok ya aku saja to yang dimakan Batara Kala kalau dia lapar. Ngapain makan Bulan?” Jawabku.

Aku pusing mendengar celoteh mereka berdua. Jika Batara Kala lapar aku relakan tubuhku saja yang dimakan. Mungkin dia bisa memenggal kepalaku untuk dimakan, sedangkan tubuhku, kurelakan untuk dijadikan tubuhnya, biar tubuhnya jadi lengkap dan terlepas dari kutukan Dewa Wisnu.

Jika Sarni dan Tumini sudah pulang rumahku jadi sepi lagi. Malam ini gerhana itu benar-benar datang, mungkin Seno tak ingat peristiwa itu. Aku juga sudah tidak ingat wajah Sarni dan Tumini. Mungkin mereka sekarang ini sudah berwajah peot.

Dulu mereka masih muda ketika aku terakhir kali masih dapat melihat, mereka cantik, wajahnya bulat dan susunya sintal.

Mungkin saat ini mereka seperti Si Mbokku ketika mati, peot dan kurus. Ya, aku hanya menyimpan wajah Si Mbok untuk menggambarkan wajah tua mereka.

** **

Bagaimana kamu sudah siap untuk jadi sepertiku?

Mata ini cuma seperti perhiasan, kalung atau cincin yang menempel di badan. Gusti Allah Cuma titip. Aku Cuma dititipi mata picik. Kamu itu macak seperti Tuhan, kamu bisa melihatku tapi aku tidak bisa melihatmu.

Tiba-tiba dari surau terdengar pengumuman salat gerhana. Beberapa orang membunyikan kentongan, Batara Kala menelan Dewi Bulan, bulan memerah, darahnya muncrat ke bumi. Anak-anak kecil malah keluar menyaksikan pertunjukan itu. Ah Seno, mungkin kamu juga sudah tidak takut, nak. Tapi Mak di sini sendirian, takut, tapi Mak tak bisa melihat ketakutan itu sendiri.

“Jas… Jasemi… Kamu dari tadi itu ngomong sama siapa?” suara Sarni memecah sepi dari luar rumah.

“aku ngomong sendiri,” Ucapku.

Tags: GerhanaHikayat Gerhana

BERITA MENARIK LAINNYA

Mendobrak Bias dan Refleksi Pernikahan
Cecurhatan

Mendobrak Bias dan Refleksi Pernikahan

27/07/2022
Mahasiswa KKN MIT UIN Wali Songo Tekankan Pentingnya Literasi
Cecurhatan

Mahasiswa KKN MIT UIN Wali Songo Tekankan Pentingnya Literasi

27/07/2022
Hati Suhita dan Citra Perempuan, Sebuah Resensi
Cecurhatan

Hati Suhita dan Citra Perempuan, Sebuah Resensi

23/07/2022

REKOMENDASI

Saat Mahasiswa Gelar Penyuluhan Pengendalian Hama Terpadu

Saat Mahasiswa Gelar Penyuluhan Pengendalian Hama Terpadu

09/08/2022
Gelar LKMOK untuk Bekali Mahasiswa Leadership dan Kependidikan

Gelar LKMOK untuk Bekali Mahasiswa Leadership dan Kependidikan

08/08/2022
KKNT 17 Unigoro Berhasil Helat Sosialisasi Tentang Perlindungan dan Hukum Pidana Anak

KKNT 17 Unigoro Berhasil Helat Sosialisasi Tentang Perlindungan dan Hukum Pidana Anak

08/08/2022
5 Band Populer Indonesia yang Lahir dari Institut Kesenian Jakarta

5 Band Populer Indonesia yang Lahir dari Institut Kesenian Jakarta

07/08/2022
Bercakap Dengan Diri Sendiri ala Gus Mus

Bercakap Dengan Diri Sendiri ala Gus Mus

06/08/2022
Enigma Pengibaran Sang Dwiwarna

Enigma Pengibaran Sang Dwiwarna

05/08/2022

Tentang Jurnaba - Kontak - Squad - Aturan Privasi - Kirim Konten
© Jurnaba.co All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • HOME
  • PERISTIWA
  • KULTURA
  • DESTINASI
  • FIGUR
  • CECURHATAN
  • ALTERTAINMENT
  • FIKSI AKHIR PEKAN
  • SAINSKLOPEDIA
  • TENTANG
  • KONTAK

© Jurnaba.co All Rights Reserved

error: