Risiko dan penyesalan memiliki koordinat garis yang linear. Menganalisis risiko, konon mampu mengelola penyesalan.
Risiko, risiko, risiko. Begitulah ucapan yang sering kita dengar namun kadang kita masih belum mengerti ada apa di balik kata-kata itu. Coba perhatikan, kata-kata ini sering kali muncul ketika ada pada situasi pembuatan keputusan atau dihadapkan pada pilihan-pilihan keputusan tertentu, baik yang mempengaruhi diri sendiri hingga masyarakat luas.
Secara naluriah sebenarnya kita sudah mengerti apa itu risiko, apalagi yang sering ikut seminar-seminar wirausaha, investasi, bahkan MLM (Multi-Level Marketing). Risiko secara umum didefinisikan sebagai keputusan yang diambil memiliki kemungkinan atas kerugian.
Namun pemahaman yang kita tangkap kadang kurang lengkap sehingga bisa saja mengurangi substansi dari arti kata tersebut. Kita sering mendengar bahwa “Keputusan itu terlalu berisiko, jangan ragu mengambil risiko, keputusan ini meskipun keuntungannya kecil namun risikonya rendah”. Namun apa sih risiko itu dan kenapa risiko harus dipertimbangkan?
Saya masih ingat di tahun 2019 mengikuti sertifikasi manajemen risiko di kampus saya. Bahwa risiko adalah probability of lost, atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kemungkinan atau probabilitas kita menanggung seberapa besar beban kerugian atau kehilangan sesuatu yang kita miliki setelah keputusan itu dibuat.
Namun yang perlu diingat adalah kata kunci yang mengikuti risiko, yakni kemungkinan. Ini artinya ada kesempatan bahwa sesuatu itu bisa saja terjadi atau tidak ketika keputusan itu dibuat.
Contoh kasus, coba kalian berdiri di jalan raya. Berapa kemungkinan kalian akan tertabrak oleh sepeda motor, mobil, atau truk? Lalu bagaimana cara menghindari kemungkinan agar tidak tertabrak? Jika kalian bisa menjawab, setidaknya secara mendasar kalian sudah memahami arti risiko.
Lagi, bagaimana cara menghindari risiko perceraian? Jawaban paling ekstrem saya adalah ya jangan menikah. Kok bisa? Coba pikirkan, bagaimana kalian bisa bercerai jika kalian tidak pernah menikah?
Lanjut, lalu bagaimana cara mengukur risiko? Dan dengan ukuran apa kita dapat mengukurnya? Sebenarnya dari kasus pertama kalian sudah bisa mengukurnya. Ayo kembali ke kasus pertama.
Ketika kalian berdiri di jalan raya, kalian akan menghitung harus seberapa lama kalian berdiri di jalan raya karena kalian sebelumnya secara tidak langsung sudah memperkirakan berapa jumlah kendaraan yang lalu lalang dan pada waktu apa jalan raya berada pada titik terendah volume kendaraannya sehingga kalian bisa selama mungkin bisa berdiri di jalan raya.
Analisis yang sederhana bukan? Tentu saja semua orang bisa mengukur risiko, hal ini disebabkan karena memang mengukur risiko sudah menjadi fitrahnya manusia. Bahkan tidak hanya manusia, binatang lainnya pun juga bisa melakukan analisis risiko. Loh kok bisa?
Coba perhatikan kucing jalanan, ketika kalian berpapasan dengan mereka, cobalah untuk melakukan gerakan tiba-tiba. Sontak umumnya kucing jalanan akan lari menjauh, kenapa? Analisis saya hal ini disebabkan karena kucing juga menganalisis risiko kemungkinan bahwa dalam gerakan itu anda akan memukulnya.
Atau seperti kucing saya Benji, sepanjang hidupnya dia jarang berada di luar rumah, sekalinya di luar rumah dia nempel terus dengan saya. Kenapa? karena Benji mengukur risiko seberapa besar dan bahaya apa yang terjadi ketika dia berada di dalam rumah, sehingga dia bisa lebih santuy mau melakukan apapun ketika berada di dalam rumah.
Namun ketika di luar rumah, satu-satunya yang dia tahu adalah saya. Butuh pengamatan yang lebih lama dan dalam agar dia bisa mengenali lingkungan baru dan orang baru karena dia harus mengukur risiko yang ada dalam rentang waktu tersebut sehingga bisa menyimpulkan bahwa lingkungan dan orang baru itu aman untuk kelangsungan hidupnya.
Analisis risiko memang pada dasarnya mudah, namun kesulitannya akan bertambah seiring kita menambah alat ukurnya atau variabel dalam pengamatan tersebut. Kita kembali ke kasus awal tadi tentang risiko tertabrak kendaraan di jalan. Jika saya tambah ukurannya, berapa kira-kira sepeda motor yang akan menabrak? Berapa jika mobil? Dan berapa jika truk? Lalu pada pukul berapa tingkat persentase terbesar saya akan ditabrak motor? Berapa jika mobil? Dan berapa jika truk?
Bagaimana? Apakah sudah cukup pusing ketika saya menambah pertanyaan tersebut? Tentu saja pertanyaan tersebut memerlukan tambahan ukuran yang lebih banyak daripada pertanyaan awal saya tadi sehingga penelitian lebih dalam harus dilakukan agar dapat menjawab pertanyaan tersebut.
Cukup rumit memang, namun analisis risiko yang alat ukurnya semakin ditambah maka akan semakin spesifik pula kejadian yang dapat diprediksi ke depannya. Hal ini akan memiliki keuntungan tersendiri bagi beberapa orang yang membutuhkan data tersebut agar dapat mengetahui risiko.
Terkait apa yang akan diterimanya sebelum keputusan tersebut dibuat dan menyiapkan paket pencegahan maupun mitigasi (tindakan untuk mengurangi risiko) sehingga risiko tersebut berhasil diatasi atau setidaknya dikurangi dan tujuan tercapai.
Contoh kasus. Dari hasil penelitian internal, perusahaan menyebutkan bahwa risiko terjadi pungli atau KKN (Korupsi, Kolusi, & Nepotisme) lebih besar apabila gaji bersih pegawai pada level tertentu hanya bisa memenuhi biaya hidupnya dan tidak bisa untuk keperluan menabung atau investasi.
Dengan hasil penelitian tersebut, perusahaan akhirnya membuat semacam insentif bagi pegawai yang berhasil menorehkan prestasi tertentu dan menambah insentif berupa tunjangan investasi atau tabungan pensiun bagi pegawai. Apakah kebijakan ini akan berhasil?
Tentunya mungkin tidak bisa 100%, namun perusahaan dapat mengukur seberapa besar persentase keefektifan kebijakan tersebut sehingga dapat memitigasi tingkat KKN di internal perusahaan.
Perusahaan menetapkan batas minimal tertentu dalam menilai agar dapat menentukan apakah kebijakan tersebut sukses dan mana saja yang harus diperbaiki sehingga dapat menurunkan tingkat KKN secara berkala dalam periode waktu tertentu sesuai dengan target perusahaan tersebut.
Jadi kesimpulannya adalah analisis risiko sangat dibutuhkan untuk membuat keputusan agar dapat mengurangi penyesalan yang terjadi di masa depan karena ketidaktahuan kita dalam melihat risiko dari sebuah peluang keputusan.
Dengan analisis risiko, setidaknya kita dapat mengukur kemungkinan apa saja yang akan terjadi dan seberapa besar ketidaktahuan yang kita miliki lalu menyiapkan tindakan apa saja yang dapat kita lakukan ketika kemungkinan tersebut terjadi dan apa yang akan kita lakukan ketika kemungkinan yang tidak kita ketahui terjadi.