Kepo pada orang lain sah-sah saja. Tapi, tahu nggak sih kalau sikap kepo itu kerap jadi malapetaka. Sebab, rentan memicu rasa cemburu dan menghina.
Pekerjaan yang bagus menjadi impian setiap orang. Bekerja pun menjadi impian bagi pengangguran. Karir yang bagus dambaan bagi pekerja. Yah, tak ada henti dan bosannya manusia untuk menggapai impian yang bernama pekerjaan atau karir.
Sering kita mendengar bahwa kepuasan tak kan pernah didapatkan oleh insan-insan yang haus akan duniawi. Dapat pekerjaan dengan gaji yang berkecukupan, namun menghendaki gaji yang lebih lagi.
Dapat sebuah jabatan, eh malah ingin jabatan yang lebih tinggi lagi. Menggapai impian-impian yang bagus dan baik itu tidak ada masalahnya, namun yang menjadi permasalahan adalah proses pencapaiannya yang sangat memilukan batin.
“Wah, kamu hebat sekarang ya, An,” puji Bee.
“Eh biasa aja, Bee,” Anby merendah.
Pujian yang diberikan dan lontarkan orang lain kepada kita malah menjadi bumerang bagi kehidupan kita. Akan mudah untuk terbuai dalam pujian. Kita sering terlelap dalam lontaran pujian orang lain.
“Berapa gajimu sekarang, An ?” lanjut Bee.
“Alhamdulillah lebih dari cukup untuk menghidupi keseharianku, Bee,” Anby dengan penuh syukur.
“Jabatan apa yang kamu pegang sekarang, An ?” lanjut Bee.
“Aku sebagai staf biasa, Bee” jawab Anby.
“Sayang banget ya. Dari awal kamu masih tetap jadi staf sampai sekarang,” Bee meremehkan jabatan yang dipegang oleh Anby.
Pertanyaan yang sering dipertanyakan bila bersua dengan teman seperjuangan dulunya. Tanpa berpikir bahwa pertanyaan itu akan menimbulkan luka atau bahagia. Mempertanyaan privasi seseorang hendaknya tetap terjaga dalam komunikasi sehari-hari.
Tiada gunanya mempertanyakan privasi orang lain. Jika kita hendak tenang, cobalah untuk tidak kepo terhadap kehidupan orang lain. Salah satu yang menyebabkan seseorang tidak tenang adalah karena bersikap kepo.
Mempertanyaan kehidupan orang lain akan membuat kita insecure atau sombong. Bila orang yang dikepoin kehidupannya lebih baik, maka kita akan merasa tersaingi. Sebaliknya, jika orang yang kita kepoin adalah orang yang kehidupannya lebih minim dari kita, maka tanpa kita sadari akan membuat dan ada rasa-rasa titik kesombongan yang akan menyapa. Kita akan berpikir “Oh, aku lebih baik dari ternyata.”
Setiap orang terlahir dengan keunikan masing-masing. Ada yang memiliki garis tangan yang baik. Namun, ada juga yang memiliki garis tangan yang dalam kehidupannya membutuhkan perjuangan yang luar biasa untuk bertahan hidup.
Cobalah untuk menghargai setiap pemberian Allah kepada setiap hambaNya. Tak ada yang pantas kita persombongkan. Hanya bekal amal yang akan kita bawa kelak. Perhiasan, harta, dan sebagainya tidak akan mampu menyelamatkan kita dari azab Allah. Kecuali harta tersebut kita gunakan untuk Allah.
Kepo-kepo yang kita lakukan menjadi keresahan bagi sebagian orang. Ada orang yang tidak senang untuk dikepoin, dan bahkan ada sebagian yang senang berbagi dengan dikepoin. Berapa kesedihan dan keresahan yang kita berikan dan ciptakan untuk yang tidak menyukai dikepoin.
Setiap keresahan yang dia rasakan tersebab ulah kita, menjadi kemunduran langkah untuk kita. Yakinlah bahwa orang selalu kepo dengan hal-hal yang tidak bermanfaat, kehidupannya jauh lebih buruk dari kehidupan yang dikepoinnya.
“Bee, sekarang aku yang berbalik nanya sama kamu,” Anby memberanikan diri.
Bee dengan ekspresi kekhawatiran. “Oh eh iya, An. Ada apa ?”
“Apa keuntunganmu selalu menanyakan privasi orang lain ?” tanya Anby.
Bee tidak menjawab untuk mengklarifikasi kenapa dia selalu mengepoin kehidupan orang lain. Terbukti sudah bahwa tiada arti untuk menanyakan kehidupan orang yang bersifat privasi. Kita boleh-boleh saja untuk kepo, namun kepolah untuk hal-hal yang positif.
Dina Dahliana merupakan penulis asal Kota Padang dan alumni Universitas Negeri Padang (UNP).