Liverpool sukses melaju ke final Liga Champions Eropa 2018/2019 setelah menyingkirkan juara La Liga, Barcelona. The Reds berhasil melakukan super comeback gemilang setelah kalah di leg pertama. Para suporter setia Liverpool pun merayakan keberhasilan ini dengan penuh suka cita.
Tak ada yang lebih tabah dan tawakal dibanding suporter Liverpool. Bagaimana tidak, The Reds selalu lekat dan dekat dengan kegagalan. Puasa gelar liga domestik berkepanjangan seperti sudah jadi nasib yang tak terhindarkan. Hampir 30 tahun tak mendapat gelar.
Meski sering dikecewakan, para pendukung Liverpool tetap berbesar hati dan tak pernah berpaling dari tim kesayangan. Sabar dan tawakal jadi sesuatu yang wajib dimiliki oleh seluruh pendukung Liverpool di seluruh dunia.
Kesabaran pendukung Liverpool kembali diuji di babak semifinal Liga Champions Eropa melawan Barcelona. Di leg pertama, anak asuhan Juergen Klopp harus mengakui keunggulan tuan rumah Barca dengan skor 3-0. Skor telak yang membuat para pengamat memprediksi jika langkah Liverpool untuk mengangkat si kuping lebar kembali terhenti untuk kesekian kalinya.
Kekecewaan pasti dirasakan semua pendukung Liverpool tanpa terkecuali. Namun, mereka masih yakin jika semua masih bisa terjadi. Serupa Miracle of Istanbul 14 tahun silam, ketika The Reds membalikkan keadaan saat tertinggal 3-0 dari AC Milan di final Champions di Istanbul pada 2005.
Semangat Istanbul itu begitu terasa di stadion Anfield pada leg kedua babak semifinal ketika melawan Barca pagi tadi. Para suporter yang datang langsung ke stadion menunjukkan bahwa istilah pemain ke-12 bukan isapan jempol belaka. Stadion Anfield benar-benar menunjukkan magisnya malam itu.
Pendukung garis keras Liverpool asal Bojonegoro, Rizqy Agustian Pranata yakin dan percaya terhadap magis stadion Anfield. Ia sempat sedih karena The Reds dihajar Barca di leg pertama. Padahal saat itu Liverpool tampil lebih dominan. Namun keyakinannya terhadap Jordan Henderson cs. tak luntur sedikit pun.
Laga leg kedua jadi ajang pembuktian Liverpool. Pemuda berkacamata tersebut percaya bahwa magis dari stadion Anfield punya peran besar terhadap kesuksesan tim kesayangannya. Barca yang sudah mengantongi kemenangan 3-0 di Camp Nou, tentu sulit dikalahkan.
Sebab, untuk lolos, Liverpool harus memenangkan laga dengan skor 4-0. Tentu mustahil. Tapi, begitulah, Anfield selalu mampu menunjukkan unsur magisnya. Pagi tadi Anfield menunjukkan dua hal: pertama, tak ada yang mustahil dan kedua: di Anfield, Barca bukan siapa-siapa.
“Di leg kedua rasanya pesimis bisa ‘comeback’ karena ada pemain kunci Liverpool yang cedera. Tapi rasa pesimis hilang begitu saja, karena saya yakin bahwa stadion Anfield bakal menunjukkan aura magisnya,” ungkap pemuda berusia 23 tahun tersebut.
Rizqy Pranata adalah satu di antara jutaan penggila Liverpool di seluruh dunia. Sebagai pencinta Liverpool, Ia tentu pernah dikecewakan atau harapannya dihancurkan. Tapi hal itu membuat dirinya jadi pribadi yang lebih sabar dan tawakal dalam menjalani kehidupan. wow.
Keyakinan Rizqy Pranata dan jutaan suporter Liverpol di seantero dunia dijawab dengan permainan indah nan memukau di leg kedua babak semifinal Liga Champions 2018/2019. Barcelona dengan Lionel Messi-nya, benar-benar dibuat tak berdaya.
Defisit 3 gol di leg pertama berhasil dibalikkan. Dua gol dari Divock Origi dan Gio Wijnaldum memastikan langkah Liverpool ke partai puncak Liga Champions Eropa. Liverpool kembali mencatatkan comeback bersejarah di kompetisi elit antar klub Eropa tersebut.
Bayangkan, Liverpool mampu membalikkan keadaan di saat dua pemain intinya, Mohamad Salah dan Firmino, tidak dimainkan. Tentu sangat mengagumkan sekaligus membuktikan bahwa Liverpool memang never walk alone.
Suka cita suporter Liverpool langsung terasa ketika wasit meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan. Para pemain The Reds merayakan kemenangan di hadapan puluhan ribu suporter yang memenuhi Anfield.
Sebagai penutup malam yang indah tersebut, para pemain beserta jajaran tim pelatih Liverpool berjejer rapi di hadapan para suporter untuk menyanyikan lagu “You’ll Never Walk Alone”.
Satu langkah lagi sebelum Liverpool benar-benar jadi juara Liga Champions Eropa. Ibarat ramadhan, Liverpool tinggal beberapa jam lagi untuk berbuka puasa.
Sifat sabar dan tawakal yang dimiliki oleh suporter Liverpool memang layak diteladani. Jadi, jika ingin belajar tentang kesabaran, para suporter Liverpool adalah guru terbaiknya.
Apakah kesabaran suporter Liverpool akan kembali diuji? Apakah Liverpool kembali gagal dalam mengakhiri puasa gelar? Kita tunggu saja ya Nabs, di partai puncak Liga Champions Eropa tanggal 2 Juni nanti.