Cerita tentang para begal dan sebuah penyelamatan dari dua buah bungkus berkatan.
Suatu ketika, kamu berangkat manggung sholawatan. Pada 2019 pertengahan, job manggungmu sangat padat. Sehingga kamu lupa, bahwa ada hal penting, seperti kuliah, dan tugas-tugas yang masih numpuk.
Entah, sholawat seakan-akan membuatmu cinta, plus hobi main darbuka dan dibayar pula. Finansial tak begitu penting. Tapi, kamu mau berjalan juga butuh bensin. Dan bensin, belinya pakai uang, wqwqwq.
Suatu malam, kamu mendapat telpon dari orang yang tidak kamu kenal. Kamu pun mengangkatnya.
“Assalamualaikum, ini Mas Widodo ya.” Kata orang misterius itu.
“Iya Mas ada apa.”
“Besok malam ada job ndak sampean?” Tanya orang misterius itu.
“Ooh, Kalau besok kosong.”
“Besok di Kecamatan Mantup ya, Mas.”
“Nggh Mas, insyaallah.”
Lokasinya memang jauh dari rumahmu. Tapi, bagiamana lagi. Itu adalah kesempatanmu. Hitung-hitung memperkenalkan diri di Kawasan Lamongan Selatan.
Kamu berangkat sebelum adzan sholat magrib. Melihat cuaca yang mendung, khawatir nanti kehujanan. Tepat pada pukul 5 sore. Motor Astrea melesat dari depan rumah menuju lokasi.
Kecamatan Mantup, jalan menuju ke sana begitu jauh. Melewati sepanjang jalan yang tak ada pemukiman (gang-gangan). Setelah kamu sampai di sana. Dirimu disambut hangat oleh panitia.
Nah, cerita tentang manggung itu tak perlu. Mungkin semua sudah tahu.
Setalah selesai manggung. Kamu juga bergegas pulang. Dan kamu membawa 2 bingkisan (berkat) yang kamu taruh di centelan motor bututmu. Motor pun melaju pelan. Jalanan yang licin plus gerimis memperlambat laju sepeda.
Sepanjang jalan kamu tidak menjumpai pengendara sama sekali. Kamu harus tetap berpikir positif. Bahwa kamu berhasil melewati gang-gangan itu. Dingin, sepi, dan lampu motor butut yang redup.
Perjalanan serasa lama sekali. Kamu sedang diuji kesabaranmu. Sabar, ya tetap sabar. Mau bagaimana lagi, jalannya cuma itu saja. Bagaimana lagi, kamu harus menikmatinya, walaupun tak begitu nikmat amat.
Sekian lama motor melaju, sesampainya di jembatan dekat pertigaan. Kamu dihadang oleh tiga orang yang membawa senjata tajam. Nyalimu mulai ciut. Tapi, kamu tak boleh menampakkan keciutan nyali itu. Sebab, kamu laki-laki.
Dengan perangai yang tak seperti manusia biasa, tiga orang yang kau yakini sebagai begal itu mendekatimu. Salah satu dari tiga orang itu meminta handponemu.
“Hpmu mana, kasih sini?” Pintanya sambil membentak.
“Gak ada hp, Mas.”
“Adanya apa?” Jawabnya kian nyolot.
“Adanya cuma berkat, Mas.”
“Ya sudah sini.”
Berkat (makanan bungkus) yang kamu bawa kemudian kamu kasihkan kepada tiga orang itu. Ternyata orang itu mau kamu kasih berkat. Perasaan heran menyelimuti benakmu.
“Kenapa orang itu mau dikasih berkat?” Kamu bertanya-tanya dalam benak. Kemudian kamu melanjutkan perjalanan, tak lama kemudian kamu sampai di rumah.
Mungkin bingkisan (berkat) itu tidak begitu istimewa. Tapi, kenapa? Dan kamu lebih berangan-angan lagi. Ini berkat sholawat. Berkat membawa makanan pasca sholawatan, para Begal tak jadi menghabisimu.
Sholawat sedang menyelamatkanmu. Karena kamu yakin, bahwa sholawat akan membawa keselamatan. Dan menjauhkan dari kemaksiatan. Seperti syair yang dilantunkan oleh Habib Syech, sang Maestro sholawat. “Berkat sholawat uripe nikmat, berkat sholawat maksiat minggat.”