Pementasan Beruang Penagih Hutang tak hanya menjadi agenda kesenian yang menghibur, tapi juga menunjukkan betapa Bojonegoro memiliki potensi muda-mudi yang berbakat di ranah seni.
Teater bukan hanya perihal aktor dan aktris yang melakonkan sebuah cerita. Teater, laiknya setiap organ di tubuh manusia. Menjalankan peran masing-masing untuk menghidupkan suatu raga.
Musik yang menjadi denyut nadinya. Artistik sebagai perwujudan tulang dan otot yang memperkuat cerita. Tak lupa, peran sutradara yang didukung kerjasama tim sebagai otaknya.
Berawal dari jeda waktu perkuliahan. Pertanyaan-pertanyaan sederhana menghantam keresahan muda-mudi Bojonegoro atas kosongnya pentas teater umum. Kemudian digarap dengan serius dan sepenuh hati. Begitulah kiranya Teater Antitesis berproses bersama untuk mementaskan Beruang Penagih Hutang.
Selasa (27/8/2019), pelataran kantor Bakorwil Bojonegoro tampak ramai oleh muda-mudi yang duduk bergerombol. Pandangan mata mereka tertuju pada tatanan karpet yang dijadikan sebagai panggung sederhana.
Pintu masuk Gedung Maharani tertutup kain hitam. Seakan membuat pemisah antara dimensi nyata dan memasuki lorong ke dunia teater.
Pukul 19.30, Kepala Bakorwil Bojonegoro, Abimanyu Poncoatmojo memberikan sapa dan sambutan hangat. Pria yang kini menjabat PJ Sekda tersebut, Nampak sumringah. Sembari menyatakan dukungan dan ajakan bagi muda-mudi Bojonegoro untuk terus berkarya.
“Saya sangat senang apabila kawasan kantor Bakorwil Bojonegoro diramaikan dengan kegiatan-kegiatan kreatif anak muda semacam ini. Ekosistem anak muda yang kreatif semacam ini tentu akan kami fasilitasi. Jadi, ayo anak-anak muda, monggo bikin acara seminar, diskusi, musik dan lain-lain. Tak lupa, saya ucapkan, semoga pementasan teater malam ini berjalan sukses,” ujar Abimanyu Poncoatmojo.
Usai sambutan hangat dari Kepala Bakorwil Bojonegoro. Lampu sorot menerangi penampilan kelompok musik Thuthak Thuthuk Gathuk (TTG). Kelompok yang mengusung genre folk dan lirik puitis nan magis ini membawakan 3 lagu ciptaannya. Lagu berjudul Laut Tanpa Pantai mengantarkan para penonton untuk masuk ke dunia teater Beruang Penagih Hutang.
Memasuki Gedung Maharani, kamu akan disapa oleh 16 orang pemain musik dan paduan suara di sisi barat. Berpakaian hitam dan menguasai instrumen musiknya masing-masing. Kamu serasa melihat orchestra profesional yang siap menggiring suasana lakon.
Pentonton menghadap ke sisi timur. Pandangan mata tertuju pada latar belakang rumah bergaya kuno. Lengkap dengan pintu, jendela dan selambu. Serta hiasan-hiasan khas rumah kuno Rusia.
Hiasan kepala rusa, senapan laras panjang, lukisan, jam dinding kuno, serta meja cermin. Lampu sorot bernuansa kuning membuat suasana rumah terasa hangat namun terdapat nuansa kehampaan yang magis.
Latar inilah yang mengantarkan penonton pada cerita tragis berbalut percakapan komedi satir. Tentang kesetiaan istri pada suaminya yang telah meninggal. Kedukaan yang tersisa hingga satu tahun kepergian sang suami. Serta dendam yang masih terasa, karena kesetiaan istri yang berbalas penyelewengan dan laku kasar sang suami.
Tapi, Nabs. Ibarat angin yang berhembus tanpa diundang. Seorang tamu temperamen yang ingin menagih hutang peninggalan sang suami mengubah jalan cerita. Interaksi antara perempuan dan tamu, yang kemudian dipanggil beruang penagih hutang telah mengoyak emosi penonton.
Penonton dibuat geram karena sifat laki-laki beruang yang pemarah. Namun penonton juga tertawa sebab kata-katanya yang satir dan membuat perasaan gemas. Di akhir cerita, cinta tetap mampu mengalahkan rasa amarah, jengkel, geram maupun dendam.
“Tapi bagaima aku menjelaskannya padamu. Bagaimanapun juga, apakah salah jika aku mengatakan ini padamu? Aku jatuh hati padamu…” ujar laki-laki beruang yang menyatakan cintanya. Nada marah masih tersisa. Namun gerak tubuhnya nampak meleleh pada rasa yang mendera di dadanya.
Instrument musik semakin mengoyak emosi penonton. Petikan gitar elektrik dan instrument keyboard yang mendayu pelan. Menghembuskan angin sejuk dari sisi barat ke panggung di sisi timur. Penonton seperti berada di tengah-tengah gunung. Suara bersahut-sahutan. Seiring kisah yang menjadi romansa yang tak picisan.
Naskah ini adalah dari karya Anton P. Chekov, penulis asal Rusia. Sutradara teater asal Jogjakarta, Landung Simatupang kemudian menerjemahkan naskah ini dalam bahasa Indonesia.
Dari naskah inilah, sutradara teater perempuan asal Bojonegoro, Dewi Qurota Ayun berproses. Dara yang akrab dipanggil Ayun ini sekaligus menunjukkan kiprahnya sebagai ujung tombak dari pementasan teater bergenre realis.
Saat ditemui tim Jurnaba.co, Ayun terlihat lelah. Namun kobaran semangatnya masih terlihat dari sorot matanya. Dia kemudian bercerita tentang latar panggung yang baru selesai beberapa saat sebelum pertunjukan. Serta betapa timnya bekerja sangat keras. Ada yang tidak tidur semalaman. Ada pula yang diam-diam keluar dari sekolah untuk membantu persiapan pentas.
Ayun berkisah, naskah Beruang Penagih Hutang ini dipilih karena ingin membuat wadah belajar bagi seniman yang tergabung dalam Teater Antitesis. Menurutnya, naskah dengan genre realisme lebih mudah untuk digunakan sebagai wadah belajar. Baik untuk belajar keaktoran, artistik, maupun produksi secara keseluruhan.
“Naskah realis lebih mudah dijadikan tempat kita semua belajar. Karena di genre ini, kita seperti menduplikasi kejadian nyata,” ujar dara yang berkuliah di ISI Jogja ini.
Untuk membuat pementasan Beruang Penagih Hutang. Ayun bekerjasama dan berkolaborasi dengan teater sekolah dan universitas di Bojonegoro. Yang kemudian mengusung nama Teater Antitesis. Wadah teater yang sempat mati suri, sepeninggal seniman teater kawakan asal Bojonegoro, yakni Masnoen.
“Kita berkolaborasi dengan Teater Awu dari SMK 2 Bojonegoro, Teater Lorong Putih dari SMAN 1 Bojonegoro, Teater Sinomboro SMAN 3 Bojonegoro, Teater Den Bei dari SMAN 4 Bojonegoro. Tak lupa kelompok teater dari Unigoro dan IKIP Bojonegoro. Serta teater Sayap Jendela yang sekaligus menjadi rumah dan tempat berproses bagi banyak seniman di kawasan Bojonegoro,” tambahnya.
Kala ditanya tentang harapan kedepannya. Dia bersemangat untuk mencoba membuat pementasan lagi. Meskipun begitu, dia masih harus menyesuaikan dengan jadwal perkuliahannya yang ia tinggalkan sementara demi berproses langsung di kesenian teater.
Nabs, pementasan Beruang Penagih Hutang tidak hanya menjadi agenda kesenian yang menghibur. Pementasan ini juga menunjukkan betapa Bojonegoro memiliki potensi muda-mudi yang berbakat di ranah seni. Perempuan, laki-laki, semuanya mampu berproses dalam seni. Dan memperlihatkan pada khalayak bahwa kota ini punya denyut kreativitas yang terus terpompa.