Ketika keyboard ditekan, apa yang dicari bisa ditemukan. Begitulah dunia digital. Lalu lintas informasi begitu deras. Platform digital menjadi alat yang paling sering digunakan. Termasuk media massa online. Akses yang cepat dan mudah cukup praktis untuk dimanfaatkan.
Praktisnya pencarian informasi tidak terjadi begitu saja. Media massa turut berperan dalam mempermudah akses informasi. Salah satunya adalah penggunaan Search Engine Optimization (SEO). SEO dimaksudkan agar masyarakat mendapat informasi yang cepat. Tentu sesuai dengan keinginannya.
Menurut redaktur utama Tirto, Ivan Aulia Ahsan, SEO sering digunakan media online. Selain memudahkan pencarian, SEO juga sebagai penunjang traffic. Tentu berdasarkan kata kunci yang paling sering muncul di mesin pencari.
“Kita (media online) sekarang ini kan budak SEO yang menghamba pada google trends,” kata Ivan saat menjadi pembicara Talkshow Jurnalistik Nasional di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Kota Solo pada Sabtu (30/11/2019) pagi.
Meski dianggap sebagai budak SEO, konten media tidak sekadar dibentuk berdasar hal tersebut. SEO hanya sebagai penunjang. Lebih luas lagi, ini akibat dari adanya demokrasi informasi. Dunia digital memiliki berbagai informasi. Tinggal masyarakat yang menentukan informasi mana yang diinginkan.
Media sebagai penyedia informasi, tetapi masyarakat menentukan sendiri kebutuhannya. Sehingga, trend yang muncul adalah apa yang diinginkan masyarakat. Bukan sengaja dibentuk editor dan redaktur media massa.
“Terdapat pula demokrasi informasi, yang mana masyarakat yang menentukan trend di pencarian. Inilah peran publik, bukan editor dan redaktur,” ucap Ivan.
Demokrasi informasi benar adanya. Di mana terdapat kebebasan akses informasi. Masyarakat bebas memilih informasi apa yang diinginkan dan dibutuhkan. Sedangkan media berusaha menyediakannya. Karena itu, keyword dalam SEO muncul berdasarkan apa yang dicari masyarakat.
“Media mengikuti yang diinginkan masyarakat,” ujar Ivan.
Hal tersebut dibenarkan redaktur Mojok, Ahmad Khadafi. Sesungguhnya SEO muncul dari kata kunci yang digunakan masyarakat. Itu terlihat dari trend yang muncul. Baik di search engine maupun media sosial. Sehingga tidak salah bagi media untuk menjadi budak SEO.
“Logikanya berdasarkan penggunakaan kata kunci yang paling sering dicari di search engine,” kata Khadafi saat acara bertajuk Kekacauan Media Informasi di Era Digital di FK UNS tersebut.
Peningkatan traffic media perlu memperhatikan SEO. Sehingga, sebuah media dianggap sebagai budak SEO. Namun, bukan dengan cara yang ala kadarnya. Konten media tetap harus berkualitas. Maksudnya, kode etik jurnalistik tetap harus berjalan dan digunakan. Untuk masuk ke dalam arus digital, SEO dibutuhkan.
“Intinya ya harus kembali ke kode etik jurnalistik, yang mana mencari informasi dan kebenaran serta menghamba pada kepentingan masyarakat,” kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Solo, Adib Muttaqin pada saat kegiatan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) FK UNS, Rythro tersebut.
Meski menjadi budak SEO, media tetap harus menghamba pada kepentingan masyarakat. Pasalnya, demokrasi informasi bertujuan untuk itu. Sehingga kode etik jurnalistik tetap harus dijunjung. Agar kebenaran informasi tetap sampai pada masyarakat.
SEO sangat berkaitan erat dengan demokrasi informasi. Terlebih, ini demi kepentingan masyarakat sebagai pencari informasi. Penggunaan SEO memudahkan masyarakat dalam filter informasi yang dibutuhkan. Lalu, tugas media agar tetap menjaga kualitas konten. Terlebih peran editor dan redaktur. Bukan hanya peningkatan traffic media. Apalagi mengabaikan kualitas konten.