Istilah Bojonegoro The Corner of Majapahit sering disebut Bupati Anna Muawwanah dalam setiap kesempatan mempromosikan Bojonegoro. Selama ini minim sekali orang yang mengenalkan Bojonegoro sebagai bagian dari kejayaan Majapahit.
Namun benarkah Bojonegoro ada kaitannya dengan Kerajaan Majapahit? Adakah bukti sejarahnya? Jika iya, bagaimana cara mengenalkan Bojonegoro sebagai The Corner of Majapahit?
Arkeolog Museum 13 Bojonegoro, Heri Nugroho menjelaskan, sampai saat ini, Bojonegoro menjadi satu di antara sedikit daerah yang masih menyimpan banyak peninggalan benda Majapahit.
Sehingga, pameo Bojonegoro the Corner of Majapahit tentu tidak salah. Meski, tentu saja, benda-benda itu banyak yang terlantar dan dijual kiloan. Kenyataan inilah yang sangat disayangkan.
Peninggalan-peninggalan tersebut ditemukan dalam berbagai bentuk. Mulai dari prasasti hingga reruntuhan candi. Namun, belum semua bisa dibuktikan sebagai peninggalan Majapahit.
Ditengarai, situs-situs di Bojonegoro tidak semuanya sezaman dengan majapahit. Ada yang sezaman dengan Majapahit, namun ada juga yang jauh sebelum zaman Majapahit.
“Bojonegoro punya banyak peninggalan. Cuma memang minim dokumentasi,” kata Heri.
Menurut Heri, Bojonegoro memiliki banyak reruntuhan candi. Di antara reruntuhan-reruntuhan itu, beberapa sudah dipastikan dibikin pada era Majapahit. Sayangnya, nasib reruntuhan candi itu tak terawat dan hilang.
Reruntuhan candi ini lokasinya tersebar di sejumlah kecamatan. Reruntuhan yang pernah terdokumentasikan dengan baik ada di empat kecamatan. Fakta ini memperkuat asumsi bahwa Bojonegoro memang The Corner of Majapahit.
4 kecamatan yang memiliki reruntuhan candi tersebut antara lain:
Kecamatan Padangan
Di Kecamatan Padangan struktur reruntuhan candi ditemukan di Desa Ngeper. Menurut arkeolog Heri, situs berbentuk bata tumpukan ini dibikin di era Majapahit. Itu diketahui dari bentuk dan struktur batu batanya. Khas Majapahit.
Reruntuhan struktur candi itu pertama kali ditemukan tahun 2011. Ditemukan di kedalaman 2 meter dan lebar 5 meter.
Menurut Heri, Kecamatan Padangan adalah satu kawasan yang paling banyak sisa-sisa peninggalan sejarah. Sayangnya, banyak tangan tak bertanggung jawab yang mencuri dan memperjual-belikan reruntuhan tersebut.
Kecamatan Margomulyo
Di Desa Ngelo Kecamatan Margomulyo, juga terdapat struktur candi. Diperkirakan, dulu pemukiman. Mengingat, lokasinya di tengah perkampungan.
Meski masih berbentuk dan memiliki bukti jelas, nasibnya juga buruk. Batu bata struktur candi tersebut banyak diambil warga sekitar untuk membangun rumah. Bahkan, masyarakat sangat permisif.
Heri menilai, struktur candi itu lebih cenderung ke kerajaan Demak. Karena ada unsur penyebaran agama Islam di sana.
Kabar baiknya, di Desa Ngelo ini, punden masih ada dan terawat. Bahkan, maesan masih asli. Ukuran batu batanya besar-besar. Kalaupun dikatakan Majapahit, menurut keterangan Heri, itu Majapahit akhir. Dilihat dari adanya batu nisan.
Kecamatan Ngasem
Di Desa Jelu Kecamatan Ngasem juga ditemukan situs candi. Namun arkeolog belum bisa memastikan struktur candi itu masuk di era apa. Butuh penelitian lebih lanjut.
Struktur reruntuhan tersebut memiliki ukuran kurang dari 5 meter. Meski dari permukaan hanya terlihat 2 meter, namun kata arkeolog, masih ada potensi struktur tambahan di bawahnya.
Sejauh ini, lagi-lagi arkeolog belum bisa memastikan apakah situs tersebut termasuk bekas candi atau sekadar gapura candi. Harus dilakukan observasi mendalam.
“Yang jelas, bukti awal yang ditemukan yaitu keberadaan tembikar dan keramik,” ujar Heri.
Kecamatan Ngasem
Keberadaan Kayangan Api di Desa Sendangharjo Kecamatan Ngasem memperkuat pernyataan keterhubungan Bojonegoro dengan Majapahit. Bentuk bangunan hingga sisa-sisa struktur di Kayangan Api sangat identik dengan Kerajaan Majapahit.
Namun demikian, kata Heri, tidak ada bukti prasasti secara jelas. Hanya bertumpu kisah peradaban masa lalu. Dan itu pun masih hipotesa.
Nabs, Bojonegoro adalah tanah diberkahi. Sebab, tidak semua kota memiliki situs sejarah dari berbagai era. Meski, lagi-lagi, sayangnya, kondisinya minim perhatian. Sehingga, banyak yang hilang.
Sejatinya, jika ingin mempromosikan Bojonegoro sebagai The Corner of Majapahit, harus ada upaya memperkuat persepsi itu. Misalnya dengan mengundang para arkeolog untuk meneliti bukti-bukti sejarahnya. Lalu mempublikasikannya sebagai bukti ilmiah. Malah nanti bisa menjadikan lokasi-lokasi tersebut sebagai destinasi wisata edukasi sejarah.