Saat di MULO Padang, Bung Hatta dijuluki pemain yang sulit ditembus lawan (Onpas Serbaar). Saat bermain di Jong Sumatranen Bond (JBS), Bung Hatta menjadi striker handal.
Bung Hatta kecil adalah kita, setidak-tidaknya, anak yang seusia denganku. Dulu, setiap sore hari, kami pergi ke lapangan untuk bermain sepakbola.
Sementara lantunan azan Magrib adalah peluit akhir yang mengakhiri permainan kami. Begitupun Bung Hatta. Tokoh besar bangsa Indonesia itu.
Jika anak yang datang ke lapangan banyak, main-tanding bisa dilakukan. Sebaliknya jika hanya sedikit anak-anak yang datang, latihan mengumpan dan menembak bola ke gawang jadi pilihan.
Cerita kami di atas, persis masa kecil Bung Hatta. Saat masih di Bukittinggi, Bung Hatta dilarang bermain sepakbola oleh neneknya karena takut cedera.
Pernah suatu kali Bung Hatta dihukum neneknya karena ketahuan bermain sepakbola. “Aku tak boleh bermain sepak bola, dia takut kakiku patah,” kenang Bung Hatta dalam otobiogarifya, Untuk Negeriku.
Saat melanjutkan sekolah ke Padang, kesukaan Bung Hatta terhadap sepakbola tersalurkan. Sore hari Bung Hatta bermain sepakbola dengan kawan-kawan sekolahnya memakai bola kulit yang dipompa.
“Saban sore, pukul 17.00, aku sudah ada di tanah lapang,” kenang Bung Hatta. “Kalau tidak main bertanding sebelas lawan sebelas, kami berlatih menyepak bola dengan tepat ke dalam gawang.”
Bung Hatta pernah menjalankan peran, menurut cerita teman-temannya, bermain dengan dua posisi, yakni bek dan penyerang.
Saat masih di MULO Padang, Bung Hatta dijuluki pemain yang sulit ditembus lawan (Onpas Serbaar). Saat bermain sepakbola dengan teman-teman Jong Sumatranen Bond (JBS), Bung Hatta menjadi penyerang.
“Hatta bermain sebagai penyerang tengah depan (center voor) dan pandai sekali membawa bola secara berliku-liku,” kenang Bahder Djohan.
Begitu pun saat menjalani kehidupan saat masa pembuangan di Boven Digul dan Banda Neira, Bung Hatta mengisi hari-harinya salah satunya dengan bermain sepakbola.
Mohammad Bondan mengisahkan bahwa saat di Boven Digul, Bung Hatta menjadi salah satu dari dua back saat bermain sepakbola.
Des Alwi menceritakan saat di Banda Neira, bermain sepakbola dan menonton oertandingan sepakbola adalah acara kegemaran Bung Hatta.
“Sering pula Oom Hatta bermain dalam posisi back, sedangkan Oom Sjahrir menempati kanan luar. Mereka tergabung dalam perkumpulan sepakbola Kampung Ratu,” kenang Des Alwi.
Sepakbola bagi Bung Hatta tidak hanya sebagai olahraga yang digemari, melainkan wadah belajar organisasi. Organisasi pertama yang digeluti Bung Hatta adalah klub sepakbola Swallow yang didirikan dengan teman-teman MULO Padang.
Perkumpulan Swallow dibentuk karena setiap hendak bermain sepakbola harus membeli bola. Bola dibeli dari hasil iurang para anggota perkumpulan Swallow.
Di perkumpulan Swallow ini Bung Hatta ditunjuk sebagai pengurus bagian bendahara dan administrasi.
Jabatan bendahara dan sekretaris dalam organisasi ini melekat dan identik dengan Bung Hatta. Jika banyak pihak menjuluki Bung Karno sebagai Solidarity Maker dengan kemampuan pidato dan agitasi massa, Bung Hatta dijuluki sebagai Administratur. Jika Bung Karno gas, maka Bung Hatta adalah remnya.
Dinamika organisasi dirasakan betul saat aktif sebagai pengurus Swallow. Dalam organisasi tentu selalu ada anggota yang aktif dan pasif. Ada anggota yang rajin iuran namun enggan dilibatkan dalam kegiatan organisasi.
Termasuk juga “ada di antara anggota yang mempunyai berbagai cita-cita untuk memajukan perkumpulan, tetapi tidak mau menjadi anggota pengurus,” tulis Bung Hatta.
Belajar di sekolah dan berorganisai menjadi ciri khas pemuda-pemuda dekade awal abad ke-20. Keinsafan yang diperoleh dari sekolah dan luasnya bacaan mereka mengantarkan pada satu kesimpulan: perjuangan untuk meraih kemerdekaan Indonesia dapat diperjuangkan lewat organisasi dan pergerakan yang tersusun rapi.
Tidak selalu hal-hal yang besar, semisal kemerdekaan negara, yang membutuhkan adanya organisasi yang rapi. Lebih jauh dari itu, sebagaimana dijelaskan Yuval Noah Harari bahwa salah satu sebab manusia dapat bertahan dan melangsungkan hidup adalah kemampuan membuat abstraksi dalam bentuk bahasa sekaligus mengomunikasikannya sehingga terbentuk kelompok-kelompok atau organisasi untuk memenuhi hajat hidupnya.