Jangan terburu-buru buka jendela. Jangan hanya siapkan mata belaka.
Langit sore yang gelap menuju petang. Orang-orang lalu-lalang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ada yang menenteng pakaian setelah seharian dipanaskan di bawah mentari. Ada juga yang terpaku pada kitab suci.
Kitab suci mampu membuat mulut komat-kamit mengiringi terbenamnya mentari.
Jeda kegiatan perkuliahan, Alexandra mengisi waktu dengan menulis. Ditemani secangkir kopi Arab dan satu piring yang dihiasi oleh dua buah kebab.
Tahun ke-dua, Alexandra menempuh studi jurusan seni di sebuah perguruan tinggi yang berada di bawah cakrawala Baghdad.
Tumbuh dan berkembang dalam tradisi pesantren, membuat Alexandra mudah memahami dinamika sosial dan budaya Baghdad. Dan khususnya tentang bahasa.
Dia akrab dengan pemikiran sufistik Imam Ghazali. Sejak berada di bangku aliyah, Alexandra sudah membaca beberapa buah pikir dari Imam Ghazali atau yang juga dikenal sebagai argumentator Islam dari Thus.
Hingga Alexandra memiliki keinginan untuk bertemu Imam Ghazali dalam mimpi. Namun, hingga Alexandra memasuki usia awal kepala tiga, Tuhan belum mengabulkan keinginannya.
Di sela-sela menyelesaikan tesis, Alexandra sering menghabiskan waktu di warung kopi, maktabah, dan menziarahi reruntuhan puing tua di Baghdad.
Ketika jenuh bergelut dengan tugas akhir, ia sesekali memandang langit. Terbayang wajah bapak dan ibu Alexandra yang lebih dulu memulai kehidupan yang abadi.
Sesekali Alexandra menundukkan kepala, mengusap mahkota kepala, dan memfokuskan pandangan mata ke cairan hitam yang menenangkan ‘kopi’.
Kopi menuntunnya mengarungi fase kehidupan yang amat sangat menyenangkan namun terasa gersang. Rembulan senantiasa menghiasi cakrawala selamanya.
Menginjakkan kaki di lokalisasi, menenangkan diri di sekitar stasiun kota, hujan-hujan di tengah malam dengan niat mensyukuri nikmat Tuhan.
Hingga wajah ibu Alexandra menyembul di cairan kopi yang dihidangkan di hadapannya. Baunya menyeruak dan mengisi bagian kecil ruangan warung kopi. Ibu Alexandra mengelurkan kalimat, “Mau jadi apa kau, nak?”.
Seketika Alexandra langsung mengangkat kepala dan malam jatuh di negeri 1001 malam.
Bersambung.