Joko Dokar yang baru menuntaskan seminar motivasi, hari itu langsung pengen ngopi dan cerita nabi-nabi. Terutama kepada sahabat sekaligus teman diskusinya, Maman Pesawat.
Joko Dokar tak hanya ngajak ngopi, tapi langsung memesankan kopi pada Maman Pesawat di tempat biasa mereka nongkrong. Di mana lagi kalau bukan di tempat kopinya Cak Pri Tegesan, Gang Beling.
Gang Beling memang banyak dihuni warung kopi. Selain lokasinya sepi, di sana tak terlalu terdengar adzan. Sehingga, banyak yang ngopi di sana karena merasa nyaman. Joko Dokar dan Maman Pesawat adalah beberapa pengkopi langganan.
Cak Pri Tegesan sempat kaget. Soalnya, prejengan Joko Dokar tak seperti biasanya. Jika biasanya dia pakai kaus oblong, kini pakai baju batik berwarna putih. Sudah batik, putih lagi.
“Pacakane konconem kok aneh ndungaren?” Kata Cak Pri pada Maman Pesawat.
“Mboh, Cak. Bar melu seminar jerene,” jawab Maman Pesawat.
“Mosok ijek mikir pacakan dan pakaian? Joko Dokar menjawab sekaligus melempar tanya pada dua orang di depannya.
Cak Pri Tegesan dan Maman Pesawat pun diam. Berusaha mati-matian mencermati pertanyaan sekaligus jawaban dari Joko Dokar. Belum selesai mereka berpikir, Joko Dokar kembali berucap.
“Seseorang dikatakan dewasa jika ia telah ‘selesai’ dengan dirinya sendiri.”
Sambil meniru gaya motivator, Joko Dokar sekaligus berniat membuka diskusi.
“Maksudmu mati?” Tanya Maman.
“Sek sek, aku tak blonjo disek,” kata Cak Pri Tegesan meninggalkan mereka berdua.
“Kamu itu bodoh ndak ketulungan.” Kata Joko Dokar melanjutkan diskusi dengan Maman Pesawat.
“Lho, bukannya manusia itu tidak akan pernah selesai dengan dirinya, kecuali mati?”
“Itulah namanya egosentrisme. Orang yang hanya mikirin dirinya sendiri. Apa-apa melulu tentang dirinya. Aku sedih, aku marah, aku seneng, aku patriarkis, aku feminis, aku pinter, aku bodoh, aku liberal, aku saleh, aku, aku, aku dan aku. Entah ada berapa juta “aku” dalam ucapannya setiap hari.”
“Terus..terus..?”
“Artinya orang tersebut masih belum selesai dengan dirinya sendiri. Masih perlu eksistensi. Dan kalau apa-apa melulu tentang diri sendiri gimana mau menikahi orang lain dan membangun keluarga?”
“Lho…lho…lho..kok tekan nikah?”
“Itulah kenapa nikah dikhususkan untuk orang-orang yang telah dewasa. Artinya bukan dewasa secara usia. Melainkan kedewasaan pola pikir dan pengelolaan emosi.”
Maman Pesawat manthuk-manthuk mendengarkan Joko Dokar yang nyerocos ndak mau penjelasannya dipotong.
“Jadi orang yang telah matang atau dewasa itu cenderung memprioritaskan kepentingan bersama ketimbang dirinya sendiri. Ibarat sebuah kalimat yang menjadi subjeknya sudah bukan ‘aku’ lagi melainkan ‘kami’ sebagai keluarga atau lebih luas lagi ‘kita’ sebagai manusia.”
“Jadi menurutmu kamu sudah dewasa belum, Jok?”
“Yo jelas sudah, wong aku sudah bisa bercerita panjang lebar tentang kedewasaan. Masa kamu ndak bisa merasakan kedewasaanku?”
Maman Pesawat tersenyum sambil menyodorkan rokok kepada sahabat baiknya yang masih jomblo itu. Sebelum Maman berpamitan hendak menjemput anaknya pulang dari sekolah.