Artikel ini dikhususkan bagi mereka, para pecandu games serta non-pecandu games yang sinis. Terkhusus para kaum gawai miring dan haters-nya. Artikel ini tidak bertujuan untuk membenarkan laku kecanduan games yang berlebihan. Namun menjadi ajakan untuk memahami kondisi sosial saat ini.
Candu, jika dilihat dari cara KBBI mendefinisikannya, akan memunculkan berbagai macam makna. Pertama, bisa berkaitan dengan kegemaran, yakni hal yang membuatmu senang saat melakukannya.
Kedua, hal yang melekat dengan keseharian kita. Ketiga, hal yang membuat keranjingan, dan membuatmu resah saat tidak melakukannya.
Candu, kamu tahu, memiliki banyak obyek. Tidak hanya zat yang seringkali dikonsumsi manusia, laiknya kafein, nikotin, bahkan zat gula sekalipun. Candu juga melibatkan kegiatan sosial manusia. Mulai dari kecanduan ngebucin alias nge-budak-cinta, kecanduan membaca, hingga kecanduan bermain games.
Nah, kali ini, mari membahas soal kecanduan games yang sering dibahas. Sebenarnya, kecanduan ini tidak hanya melabeli para milenial lho, Nabs. Sebab sebelum gawai pintar alias smartphone merajalela. Games sudah lebih dulu menancapkan virus-virus candunya. Bisa dikatakan bahwa kecanduan games bukanlah hal yang baru di masyarakat.
Sebut saja konsol game yang membuat orang-orang betah berjam-jam duduk di rental PS. Gameboy yang membuat aku, kamu, kita menggandrungi tetris.
Kemudian gane online berbasis laptop dan PC yang melahirkan turnamen DOTA dan kawan-kawannya. Kini, giliran game online di smartphone yang mencuri perhatian masyarakat.
Sebenarnya, apa sih yang memulai kondisi kecanduan dalam diri manusia? Mari kita bagi masyarakat dalam dua kategori sederhana. Pertama, mereka yang tidak memiliki candu atas apapun.
Kedua mereka yang kecanduan akan suatu hal. Mudah sekali bagi mereka, yang tidak terikat pada candu apapun, untuk menghakimi para ‘pecandu’.
“Apa sih enaknya ngegame? Emang nggak bisa ya kalo sehari aja nggak ngopi? Ngapain sih seharian di kamar cuma baca buku aja?” pertanyaan-pertanyaan semacam itu mudah saja terlontar dari non-pecandu. Dengan dalih, mereka para non-pecandu bisa hidup normal tanpa terikat pada suatu hal yang repetitif dan nagih.
Tentu hal ini tidak salah, namun jika kita semua mau memahami lebih dalam. Seorang pecandu punya alasan logis yang bisa jadi justifikasi dari perilakunya. Sebut saja pecandu games.
Para ahli pun turun tangan untuk menemukan alasan mengapa games sangat mencandukan. Psst, tentu saja paragraf ini tidak bermaksud untuk membenarkan laku kecanduan games yang berlebihan ya, Nabs. Heuheu.
Berikut beberapa alasan logis yang juga didukung dengan penelitian dan pendapat ahli. Terkait mengapa bermain games bisa menjadi candu di masyarakat
1. Bermain games bisa membantu otak melepaskan dopamine dan menciptakan kesenangan instan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Allan Reiss dan koleganya di Stanford University, permainan games dapat mengaktifkan sejumlah besar wilayah otak, termasuk yang terkait dengan pemrosesan visual, fungsi motorik, dan produksi dopamine. Perlu kamu ketahui, dopamine merupakan senyawa kimiawi yang pembawa pesan positif bagi tubuh. Ia mampu menstimulasi gerakan, ingatan, kebahagiaan, fokus, dan perhatian manusia.
Menyadari hal ini, para pembuat games pun merancang permainan yang sedemikian rupa. Tujuannya adalah membuat games yang menantang, menarik, dan terasa bermanfaat. Permainan yang menimbulkan sensasi perasaan senang dalam waktu yang singkat bisa menjadi magnet yang saling tarik menarik dengan produksi dopamine di otak manusia.
Seorang profesor neuroscience, David J Linden Ph.D. pun turut berkomentar soal temuan ini. Menurutnya, bermain games memang mampu memantik rasa senang. Utamanya perasaan yang berhubungan dengan agensi, dan pemenuhan tujuan. Dapat dikatakan bahwa games bisa menjadi jalan pintas bagi mereka yang kehilangan tujuan hidup. Games yang didesain menantang ini mampu memenuhi kekosongan di diri manusia secara instan.
2. Games bisa menjadi wadah mengekspresikan ego pemainnya
Dengan atau tanpa disadari, manusia punya kotak ego yang meronta untuk terus diisi. Kotak ego ini biasanya mengharapkan adanya perasaan pengakuan, kekuasaan, dan kepuasan batin lainnya. Perasaan ini sewajarnya kita temui dalam interaksi sosial. Contohnya adalah pengakuan dan pujian dari lingkungan sekitar.
Ketika kondisi ini tidak dapat dipenuhi dalam dunia nyata, games bisa menjadi jawabannya. Kita bisa membahas permainan Monopoly. Games ini memberi kesempatan bagi pemainnya untuk menaklukkan uang, wilayah, bahkan menaklukkan lawan mainnya. Secara instan, games semacam ini bisa memenuhi kotak ego yang dimiliki manusia.
3. Membangun identitas di suatu komunitas
Komunitas dan games merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Di satu sisi, games bisa terkenal apabila terdapat banyak orang yang memainkannya. Kemudian tumbuhlah komunitas yang membuat games tersebut trending. Di sisi lain, saat ini games juga menjadi cara bersosialisasi tersendiri. Muda mudi ngumpul di warung kopi dengan koneksi internet sambil main bareng. Bahkan ada pula yang membikin turnamen tersendiri.
Bisa dikatakan bahwa games, utamanya yang berbasis online memberi siapa pun kesempatan untuk menjalin identitas baru. Lebih jauh lagi, siapapun bisa terlibat dalam aktivitas di negeri imajiner yang tidak akan menghakimi mereka seperti dunia nyata. Mereka yang tidak memiliki kepercayaan diri untuk menjalin relasi pertemanan di dunia nyata, bisa jadi menemukan panggungnya di dunia games.
4. Meningkatkan kemampuan membangun strategi
Games yang sukses, atau dengan kata lain, games yang trending dan membuat ketagihan memiliki kemampuan untuk terus men-challenge pemainnya. Banyak permainan yang menawarkan tingkat kompleksitas sedemikian rupa. Apalagi games yang membuat pemainnya beradu strategi di satu arena.
Para pemain bisa memperoleh kemampuan membangun strategi yang diterapkan pada suatu situasi. Setelah mempelajari keterampilan ini, permainan menjadi lebih kompleks. Dampaknya, pemain ingin menyelesaikan tantangan yang semakin sulit.
Hal ini dibenarkan oleh Profesor Ilmu Komputer, Maria Klavee. Dia mengatakan bahwa games memberikan teka-teki yang harus dipecahkan. Ini bisa membangun pemikiran strategis dan kritis bagi para pemainnya.
Empat alasan itu kiranya merupakan hal logis dan beralasan dari kondisi kecanduan games. Seperti pisau bermata dua, games juga punya sisi negatif dan positifnya sendiri.
Asal candu ini tidak membuatmu berhenti melakukan aktivitas produktif yang wajib kamu selesaikan. Rasanya tidak ada yang salah dengan bermain games.