Ganja memiliki sebutan Bak Lakoe atau Lakoe Kupi. Seperti itulah masyarakat Aceh menyebutnya. Secara umum tanaman kontroversial ini sebagai pelindung tanaman lain. Khususnya perkebunan kopi di Daerah Istimewa Aceh.
Lokoe Kupi berarti bahwa ganja merupakan pelindung (suami) tanaman kopi. Ini berdasarkan kultur setempat dan mengesampingkan legalitasnya. Karena itulah kopi Aceh Gayo sangat terkenal akan kenikmatannya. Bukankah ini suatu romantisme alam yang amat menakjubkan?
Meskipun begitu, tanaman suci ini lebih dikenal karena kontroversinya. Kopi Gayo sendiri tidak pernah membawa “suami”-nya ke permukaan pasar. Inilah romantisme yang benar adanya. Sebagai “suami” tanaman kopi, tumbuhan sakral ini tidak memaksa harus tenar bersama kekasihnya, Kopi Gayo.
Fenomena ini adalah sebuah analogi. Bojonegoro bagi Indonesia sama halnya dengan ganja bagi Aceh. Bojonegoro adalah sebuah daerah kecil di Jawa Timur. Potensinya begitu besar dan terus berkontribusi bagi Indonesai. Tetapi, Bojonegoro tak perlu disebut-sebut namanya.
Bojonegoro memiliki sumber daya alam yang melimpah. Selain limpahan minyak, juga banyak sumber daya alam lain andalan Bojonegoro. Tembakau dan kayu jati adalah beberapa diantaranya. Kita tahu, dua komoditas itu menjadi komoditas ekspor yang identik dengan Kota Bojonegoro.
Itu barulah sumber daya alam Bojonegoro. Lalu, bagaimana dengan sumber daya manusianya? Bojonegoro tak pernah berhenti berkontribusi kepada Indonesia. Banyak tokoh-tokoh nasional yang berasal dari Bojonegoro. Tidak hanya pada satu bidang saja. Banyak kok.
Misalnya, Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia saat ini, Pratikno. Sosok ini menjabat sebagai Mesesneg pada Kabinet Kerja periode 2014-2019. Sosok ini berasal dari Bojonegoro. Sebelum menjabat sebagai menteri, Pratikno turut membesarkan Indonesia melalui bidang pendidikan. Kala itu dia menjabat sebagai Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM).
Saat lalu, pernah pula Provinsi Jawa Timur dipimpin oleh seorang gubernur asal Bojonegoro. Basofi Sudirman menjadi Gubernur Jawa Timur pada masa pemerintahan Soeharto. Tepatnya menjabat dalam periode 1993-1998.
Selain di pemerintahan, Bojonegoro tak pernah absen memberi kontribusi atlet nasional. Misalnya Samsul Arif dan Hanis Sagara di Timnas Sepak Bola Indonesia. Itu masih dalam satu cabang olahraga. Di cabang olahraga lainnya pun ada. Antara lain atlet Sea Game 2009 cabor Panahan yang bernama Rina Dewi Puspita, Ika Yuliana, dan Novia Nuraini di cabor panahan.
Selain itu, terdapat pula berbagai nama tokoh sejarah. Bahkan namanya harum hingga ke mancanegara. Antara lain Tirto Adhi Soerjo dan Pramoedya Ananta Toer. Sebenarnya, keduanya berasal dari Blora. Namun, Blora dan Bojonegoro adalah wilayah yang berbatasan langsung. Kultur masyarakat kedua daerah ini pun serupa.
Belum lagi cerita sejarah Angling Dharma. Angling Dharma merupakan seorang raja dari Kerajaan Malowopati. Petilasan Angling Dharma dan makamnya tersebar di beberapa tempat. Sehingga, tidak sedikit pula yang menganggap mitos.
Namun, di antara yang lain, Bojonegoro adalah tempat yang paling kuat dengan sejarah Angling Dharma. Pasalnya, klub sepak bola kebanggaan Bojonegoro berjuluk Laskar Angling Dharma. Inilah yang membuat Bojonegoro tetap bangga dengan cerita tersebut.
Sebagian memang mengangap Angling Dharma sebagai mitos. Sebenarnya, itu bisa dimaklumi. Serupa dengan cerita raja-raja terdahulu. Mereka memang tidak pernah ditemukan makamnya. Hanya berupa peninggalan-peninggalan tanda kerajaan. Mengapa demikian? Tentu saja karena orang sakti terdahulu mati dengan cara moksa.
Hebatnya, Angling Dharma moksa dan menghilang membawa Kerajaan Malowopati. Karena itu, bekas peninggalan kerajaannya sangat susah ditemukan dan dikenali. Sehingga, sejarah Angling Dharma dianggap legenda sebagian orang.
Kisah Angling Dharma merupakan cerminan Bojonegoro. Seperti namanya, Bojonegoro berarti pasangannya (suami/istri) negara. Sebagai pasangan negara, Bojonegoro selalu support dalam segala hal. Tanpa perduli dengan embel-embel Bojonegoro. Alasannya jelas sekali sangat mendasar, yaitu cinta. Namanya pasangan suami istri kan pasti ada cinta.
Cinta tidak perlu embel-embel. Cinta ya cinta. Seperti tanaman ganja kepada kebun kopi di Aceh. Seperti itulah Bojonegoro kepada Indonesia. Nama Bojonegoro tidak begitu terkenal dibanding kota lainnya. Namun, banyak sekali potensi yang ada. Dan potensi itu terus diberikan kepada Indonesia sebagai bentuk cintanya.