Pada Kamiskusi kali ini, saya belajar membaca senior sekaligus leader panutan saya, Mahfudin Akbar beserta tas kresek hitamnya.
Kamiskusi (Kamis diskusi) adalah ruang temu anggota Jurnaba yang menjadi momen saya banyak belajar di Jurnaba. Selain belajar menulis juga belajar membaca dan memetakan masalah. Kamiskusi kian menarik karena suasananya santai.
Kamiskusi kali ini (yang diadakan pada hari Senin) digelar sore hari. Seperti biasa, Mahfudin Akbar duduk di pojokan, saat teman-teman yang lain melingkar dan riuh memperbincangkan teknik memenuhi konten selama seminggu ke depan.
Di dekatnya ada kantung kresek berwarna hitam. Awalnya saya mengira itu gorengan. Sempat mau membuka. Tapi nggak jadi, karena lupa gara-gara terlalu konsentrasi ikut berdiskusi.
Mata saya terbelalak kaget ketika sosok yang sering saya panggil Mas Anin itu membuka kantung keresek hitam tersebut, lalu menenggelamkan muka ke dalamnya. Sementara telinga saya mendengar erangan lembut orang muntah.
Kamiskusi kali ini, Mas Anin memang terlihat berbeda. Dia agak diam. Meski biasanya juga sudah suka diam, kali ini lebih diam lagi. Dan saat teman-teman menanyai dia kenapa, ternyata sakit.
Ada satu alasan yang membuat saya ingin menulis tulisan ini, selain memang dapat tugas memenuhi konten. Yaitu, demi tetap ikut Kamiskusi, Mas Anin rela membawa kantung kresek untuk wadah muntahan.
Seumur hidup saya, yang namanya muntah di kantung kresek, selalu identik dengan naik bus umum atau naik kendaraan. Tapi, baru kali ini dalam hidup saya, melihat orang muntah di dalam kresek saat sedang rapat.
Demi tetap mengkordinir teman-teman untuk rapat, Mas Anin rela membawa kantung kresek untuk berjaga-jaga saat mau muntah. Dan benar, di tengah rapat, dia muntah beneran.
Saya hanya berpikir, kok bisa? Kok bisa-bisanya militansi terbangun sebegitu kokohnya dalam tubuh. Saya yang tergolong anggota baru di Jurnaba, amat kagum dengan sikap seperti itu.
Jauh-jauh hari sebelum Mas Riz meminta saya belajar dan gabung di Jurnaba, hanya nama Mas Anin yang paling saya tahu. Itupun sekadar nama. Soalnya saya membaca tulisan-tulisan Jurnaba tentang olahraga.
Dengan produktivitas menulis beragam tema dan seolah tak pernah berhenti seperti itu, awalnya saya mengira, Mas Anin orang yang cerewet, bossy dan suka membicarakan segala hal. Tapi perkiraan saya salah.
Dia sangat pendiam, tapi sangat antusias mengajari orang yang masih minim pengetahuan seperti saya ini. Dia juga tak pernah gengsi untuk mau mengakui kesalahan saat ada kekeliruan yang dia bikin. Sikap inilah yang membuat saya kagum dan betah belajar padanya.
Saya sering malu, terutama saat konten kurang, sementara saya belum setor tulisan. Dan lagi-lagi, Mas Anin harus nambal bolongnya konten. Saat itu terjadi, saya marah pada diri saya sendiri. Harusnya saya bisa backup, harusnya saya bisa bantu Mas Anin.
Kembali ke kantung kresek. Saya ulangi sekali lagi, saya belum pernah melihat orang muntah di dalam kantung keresek dan dia tidak sedang berada di dalam bus. Ini yang istimewa. Kalau saya, mungkin muntah di kamar mandi.
Dari kantung kresek yang dia bawa, saya bisa pastikan Mas Anin orang yang tak suka merepotkan orang lain. Dan dari keukeuh-nya dia untuk ikut rapat, saya kira Mas Anin sering menyempatkan diri untuk mau direpoti orang lain.
Ya, dia orang yang suka tanpa pamrih saat direpoti orang lain. Tak terhitung berapakali saya minta tolong untuk merepotinya, dan dia tak pernah mempermasalahkannya, apalagi menggunjing saya di belakang. Tak pernah. Sikap seperti inilah yang sangat ingin saya contoh dan miliki.
Dengan intensitas perkenalan saya dengan Mas Anin yang baru seumur jagung, saya sering bertanya-tanya, bagaimana cara menanamkan sikap militan dan tanpa pamrih seperti itu dalam tubuh? Sungguh, saya ingin memiliki sikap seperti itu.