Kedekatan emosi antara masyarakat dan sungai, membuat penduduk Kampung Mbarangan identik sebagai perawat dan penjaga sungai Bengawan Solo.
Dusun Mbarangan, Kuncen, Padangan, Bojonegoro sejak lama dikenal sebagai daerah para penjaring (pencari ikan) di sungai Bengawan Solo. Mereka juga dikenal sebagai pengendara perahu yang handal. Kedekatan antara masyarakat dengan Bengawan, sudah menjadi tradisi dari zaman ke zaman.
Masyarakat Mbarangan hidup di wilayah bantaran sungai Bengawan Solo. Kedekatan geografis ini, memicu kuatnya koneksi human-ekologis di wilayah tersebut. Tak heran mayoritas penduduk di sana hidup sebagai penggarap lahan dan pencari ikan di sungai dan bengawan.
Secara demografi, Dusun Mbarangan tergolong unik. Ia berupa dataran berbentuk segitiga yang terletak di sebuah delta pertemuan antara sungai kecil (kali) dan sungai besar (Bengawan Solo). Mbarangan merupakan sebuah pemukiman penduduk yang dipagari sungai dan anak sungai.
Kedekatan emosional antara masyarakat dan sungai, membuat penduduk Mbarangan identik masyarakat sungai. Ahli perahu. Ahli menyelam. Hingga ahli rescue saat terjadi laka di sungai; adalah sebutan masyarakat Mbarangan, berkat kedekatan mereka dengan sungai.
Masyarakat Mbarangan juga banyak yang dikenal bisa menangkap ikan dengan tangan kosong. Di Mbarangan, metode semacam ini dikenal dengan istilah gogo. Di mana, seseorang menyelam dan berusaha menangkap ikan secara langsung tanpa alat apapun.
Selain ahli dalam urusan mencari ikan, masyarakat Mbarangan juga terkenal telaten dalam merawat dan membersihkan sungai di daerah mereka. Ini terbukti. Bantaran sungai Mbarangan sangat bersih terawat dengan ditanami bermacam pepohonan oleh masyarakat sekitar.
Jalan menuju Songapan Mbarangan, misalnya, dipenuhi pepohonan hijau yang berbaris rapi. Terdapat pula hutan jati dan rumput gajah hasil tanaman warga. Suasananya teramat teduh mirip tempat wisata di kawasan pegunungan.
Di tengah pesatnya teknologi dan mobilitas gaya hidup yang amat cepat seperti saat ini, tak banyak yang masih setia bergantung hidup dari sungai. Namun bagi masyarakat Mbarangan, sungai adalah sahabat karib. Mereka senantiasa berhubungan baik dari keberadaan sungai Bengawan Solo.
Di wilayah Kecamatan Kasiman dan Padangan Bojonegoro, Dusun Mbarangan sampai saat ini jadi satu-satunya daerah yang masyarakatnya masih setia hidup sebagai para penjaring ikan. Ini karena kedekatan emosi antara masyarakat dan sungai sudah terjalin turun temurun.
Saefuddin, seorang penjaring ikan menceritakan, tradisi mencari ikan di sungai sudah dilakukan secara turun temurun sejak zaman kakek moyangnya. Tradisi itu, ia teruskan sampai saat ini.
“Kalau debit sungai turun, kami mencari ikan menggunakan perahu di sungai”. Ujar pria akrab disapa Odet tersebut.
Bermodal perahu mesin dan sejumlah jala dan jaring, Odet bersama kawannya pergi ke sungai Bengawan Solo tengah hari pukul 00.00 malam. Lalu sekitar pukul 04. 00 dini hari, mereka sudah pulang dengan membawa hasil tangkapan. Dalam sekali pencarian, ia bisa membawa 2 hingga 3 anting (tas plastik wadah ikan).
Saat musim kemarau dan didukung rezeki yang sedang baik, ia bersama kawannya bisa membawa 3 tas penuh berisi ikan patin, jendil, jambal dan rengkik berukuran besar (dengan berat sekitar 2,5 kg). Ikan-ikan yang ia dapatkan itu, kemudian dibawa pulang untuk dijual di pasar.
“Kami hanya mencari ikan, bagian penjualan biasanya ibu-ibu” ucapnya.
Tengah malam di sungai Bengawan Solo tentu kegiatan beresiko. Namun, tengah malam juga jadi waktu yang lebih mudah menjaring ikan. Meski, yang ia temui kadang tak hanya ikan, tapi juga buaya air tawar yang memang hidup di Bengawan Solo.
Ketika musim penghujan dan debit air sungai Bengawan Solo sedang naik, ia tidak mencari ikan dengan perahu dan jaring. Tapi mencari ikan menggunakan wuwu krombo yang dipasang di pinggir sungai dan kali. Alat ini hanya mampu menjangkau sisi pinggir sungai. Sehingga yang didapat biasanya udang.
Masyarakat Mbarangan menjadikan sungai sebagai sahabat karib. Mereka tak hanya hidup dari sungai, tapi juga merawat dan menjaga kelestarian alam di bantaran sungai Bengawan Solo. Mereka senantiasa berhubungan baik dengan Bengawan Solo sebagai bagian dari koneksi human-ekologis yang saling memberi manfaat.